Sabtu, 31 Juli 2010

Moisha Krivitsky, Dari Sinagog ke Masjid


Setiap orang punya cara sendiri-sendiri dalam menemukan kebenaran dalam kehidupan relijiusnya. Begitu pula Moisha Krivitsky, seorang Yahudi yang harus melalui jalan berliku-liku hingga ia meyakini kebenaran Islam dan menjadi seorang muslim. Perjalanan panjang itu ia tempuh melalui, fakultas hukum tempat ia menimba ilmu, kemudian sinagog dimana ia menjadi seorang Rabbi hingga akhirnya ia menjadi pengurus masjid.

Setelah masuk Islam, Moisha Krivitsky mengubah namanya menjadi Musa. Ia kini tinggal dan menjadi pengurus Masjid Central Juma, masjid kecil di Al-Burikent, sebuah wilayah di kawasan pegunungan Makhachkala, Republik Dagestan, Rusia.

Musa mengatakan, perjalanan hidupnya hingga sampai ke masjid itu merupakan perjalanan yang berat. Setelah lulus sekolah menengah untuk menjadi rabbi, ia pergi ke Makhachkala dan menjadi rabbi di kota itu. Ditanya darimana ia sebenarnya ia berasal, Musa hanya menjawab bahwa ia datang dari sebuah tempat yang jauh ke Dagestan dan menjadi seorang Dagestan sejati.

“Saya punya banyak teman di Dagestan, baik dari kalangan Muslim maupun mereka yang jauh dari Islam,” kata Musa mengenang masa lalunya.

Musa mengungkapkan, sinagog tempat ia menjadi rabbi di Makhachkala berdekatan dengan masjid raya kota itu. Kadang, teman-teman muslimnya yang menjadi pengurus masjid mengunjungi Musa sekedar untuk berbincang-bincang. Begitupun sebaliknya, Musa kadang berkunjung ke masjid untuk melihat bagaimana pelayanan ibadah di masjid.

“Saya sangat tertarik dengan kehidupan masjid. Kami hidup bertetangga dengan baik,” ujarnya.

Suatu ketika, pada bulan Ramadan, seorang perempuan datang pada Musa yang waktu itu masih menjadi seorang rabbi Yahudi dan memintanya mengomentari terjemahan Al-Quran dalam bahasa Rusia yang disusun oleh Krachkovsky.

“Perempuan itu meminta saya memberikan kitab Taurat dan sebaliknya, saya diminta untuk membaca Al-Quran yang dibawanya. Saya berusaha membaca Al-Quran itu, sedikitnya sepuluh kali,” tutur Musa mengingat pertama kali ia membaca Al-Quran.

Ia mengakui, sebagai rabbi sulit baginya membaca Al-Quran, tapi sedikit demi sedikit ia mulai memahami isi Al-Quran dan melihat konsep dasar agama Islam. Lalu, perempuan yang memberinya Al-Quran datang lagi dan menyerahkan kitab Taurat yang pernah dimintanya dari Musa.

“Perempuan itu bilang, ia sulit membaca dan memahami isi kitab itu karena banyak literatur yang berhubungan dengan agama Yahudi dalam kitab tersebut, yang butuh konsentrasi dan perhatian mendalam saat membacanya,” ungkap Musa.

Setelah membaca Al-Quran, Musa membandingkan isi kitab agamanya dengan kitab suci umat Islam itu. Ia mengakui, banyak pertanyaan yang ada di kepalanya selama ini, terjawab dalam Al-Quran dan bukan dalam kitab yudaisme yang dianutnya.

Satu hal yang akhirnya ia pahami, mengapa orang-orang Yahudi pada masa Rasulullah Muhammad Saw banyak yang masuk Islam, hal itu karena mereka tidak menemukan jawaban dalam yudaisme tapi menemukannya dalam Al-Quran.

“Bisa juga karena mereka terpesona dengan kepribadian Rasulullah Saw, perilakunya dan pada cara Rasulullah berkomunikasi dengan setiap orang. Ini merupakan topik yang penting,” ujar Musa.

Salah satu pertanyaan di benak Musa ketika masih menjadi rabbi Yahudi adalah tentang sosok Nabi Muhammad Saw karena namanya tidak pernah disebut-sebut dalam Taurat. Tapi ada kata-kata kunci dalam Taurat yang mengacu akan kehadiran sosok manusia sebagai nabi terakhir yang akan menyerukan umat manusia untuk menyembah Tuhan Yang Esa. Dan setelah membaca Al-Quran, Musa mendapati bahwa deskripsi dalam Taurat sesuai dengan deskripsi tentang Rasulullah Muhammad Saw yang memang menjadi nabi terakhir.

“Ketika saya mengetahui hal itu, saya sangat tertarik. Saya tidak pernah tahu tentang Islam sebelumnya. Maka saya mencoba menggali lebih dalam dan mencari tahu apakah ada mukjizat atau tanda-tanda yang berhubungan dengan Rasulullah,” ujar Musa.

Ia lalu bertanya pada beberapa alim ulama yang kemudian memberinya kumpulan hadis yang menjelaskan keajaiban-keajaiban yang ada kaitannya dengan Rasulullah. Musa juga akhirnya mengetahui bahwa Islam juga menjelaskan tentang nabi-nabi yang ada sebelum Rasulullah, seperti yang tercantum dalam Taurat dan Injil.

Sejak itu, ia merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Ia jadi lebih banyak membaca buku-buku Islam dan berdiskusi dengan teman-teman muslimnya di masjid. Buku yang paling mempengaruhinya adalah buku-buku Islam karya Akhmad Dedat, seorang ulama asal Afrika Selatan.

“Ketika Anda menyelami makna paling dalam agama Islam, Anda akan melihat bahwa agama ini sangat sederhana, tapi jalan untuk menuju Islam bisa sangat sulit. Tapi Islam memiliki segalanya, baik apa yang bisa kita bayangkan maupun yang tidak kita bayangkan,” tukas Musa. (ln/CoI)

Klik http://facebook.com/SHOLAT.BERJAMAAH.DI.MASJID.YUK untuk bergabung dengan jamaah lainnya, atau di http://twitter.com/JamaahMasjid

Tidak dilarang mengcopy-paste isi tulisan dalam blog ini dengan mereferensikan URL: http://jamaahmasjid.blogspot.com/. Jazakumullah khairan katsiraa telah membaca dan mereferensikan.

Ingin mencoba toolbar Islami yang baru & unik di Firefox/Internet Explorer Sobat? Klik link http://berjamaah.ourtoolbar.com/

Download File2 Islami | Baca Artikel Lainnya | Infaq | Pasang Iklan Murah

Berlangganan Artikel

Jumat, 30 Juli 2010

Ramadhan Kali Ini-Rencanakanlah


Termenung sambil melihat kalender. Wah, ternyata sudah Sya’ban!Ramadhan seolah sudah mengetuk di depan pintu.

Sebagaimana hampir semua ibu di negeri muslim berbagai kesibukan terbayang di depan mata. Di negeri ini, Ramadhan identik dengan: Harga naik (sekarang-pun harga cabai sudah menggila), beli baju baru, undangan buka puasa bersama, bagi-bagi zakat, dan...pulang kampung. Hampir semua bayangan tersebut lebih mewakili kebutuhan Idul Fitri yang memang harus dipenuhi di bulan Ramadhan (akhir) daripada tentang Ramadhannya sendiri.

Sadar atau tidak, ternyata kita di Indonesia jauh lebih mementingkan Idul Fitri daripada Idul Adha, dan bahkan lebih mementingkan Idul Fitri tinimbang Ramadhannya sendiri.

Sebagai momen pencapaian derajat Taqwa, Ramadhan adalah saat-saat penting yang sangat spesial bonusnya. Pahala di bulan suci ini semuanya dilipat-gandakan. Segala ketatnya larangan saat berpuasa seolah ingin diganjar mahal oleh Allah SWT. Segala macam keutamaan bulan suci Ramadhan dan Shaum Ramadhan sangat mudah kita temukan rujukan hadits-nya. Seolah Nabi Muhammad Saw tak henti-hentinya mengajak ummatnya memanfaatkan bulan penting ini untuk meraih keutamaan.

Khusus bagi kita muslimah, dan juga bagi keluarga muslim, sebenarnya apa saja yang dapat kita kejar untuk meraih segala keutamaan tersebut?

Rencanakanlah Ramadhan keluarga anda.

Ya, rencanakanlah. Jangan biarkan anda bersusah payah merencanakan Idul Fitri dengan segala kemewahannya tapi bahkan tidak memikirkan bagaimana Ramadhan akan dijalankan.

Sebenarnya, keseluruhan hidup kita seharusnya kita rencanakan dengan baik. Bukan dengan rencana tentang karir, pangkat atau jumlah harta, atau bahkan jumlah keturunan; Tetapi tentang bagaimana kita memprogram diri kita untuk menjadi semakin taqwa.

Ramadhan kali ini biarlah menjadi saksi di hadapan Allah SWT kelak bahwa anda dan keluarga sudah memulai perencanaan ini.

Rencanakanlah berbagai program untuk diri sendiri dan keluarga.

Program-program seperti apakah yang dapat anda gelar atau rencanakan? Berikut ini ada beberapa contoh:

Bagi keluarga kecil dengan anak balita, maka program tilawah, baik mendengarkan maupun membaca Al-Qur’an bersama-sama, merupakan program yang mudah untuk direncanakan. Tilawah Al Qur’an yang diperdengarkan merupakan salah satu Sunnah Nabi Saw. Konon beliau sering meminta para sahabat tertentu untuk khusus membacakan Al Qur’an untuk beliau (Saw). Jika Nabi yang mulia saja begitu inginnya untuk mendengarkan Al-Qur’an, mengapa kita tidak? Bagi kita, membiasakan si kecil sejak masih belia untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat suci merupakan pelajaran penting. Buatlah suasana menyenangkan sebelum program ini dilaksanakan, kemudian perlihatkanlah sikap tenang sepanjang acara berlangsung. Lakukan setiap hari pada jam-jam yang terpilih sesuai tenangnya suasana rumah dan saat mereka (atau dia) masih terjaga. Anda mungkin tak akan melihat hasilnya dengan segera, apalagi jika buah hati anda masih sangat kecil. Namun yakinlah, apapun yang dibacakan akan segera menembus relung hati insani miliknya dan kelak (Insya Allah) akan menunjukkan pengaruhnya yang kuat. Jiwa yang fitrah tak akan mengingkari kebenaran, dan Al Qur’an adalah suara kebenaran.

Program lain yang mungkin bermanfaat dan menarik bagi balita yang sudah mengerti tontonan adalah pembacaan cerita -baik berupa kisah sahabat Nabi Saw atau sirroh NabiSaw- Mendidik melalui kisah-kisah termasuk akan meninggalkan bekas mendalam. Kadang ada stasiun televisi yang mempunyai program film seperti ini. Anak-anak kami yang kini sudah remaja dan menikah, selalu masih mengingat program seperti ini yang pernah ditayangkan sebuah stasiun televisi sekitar 6 tahun yang lalu. Bahkan gambaran ceritanya masih membekas dan mempengaruhi sampai sekarang. Pemahaman mereka tetang kisah-kisah Islami tersebut benar-benar terbentuk, dan memang tetap harus didampingi agar tidak salah mengerti. Jika tak ada program seperti itu di televisi, maka buatlah sendiri dengan cara mengkoleksi vcd semacam itu dan putarkanlah secara berseri di jam-jam tertentu. Jika gemar mendongeng, bahkan mungkin saja anda atau suami yang melakukannya untuk mereka.

Bagi anak-anak yang sudah remaja, maka program yang kami sebut dengan ”muhasabah berhadiah” dapat menjadi alternatif. Muhasabah secara harfiah berarti ”menghitung diri”. Di sini maksudnya adalah sebuah catatan evaluasi harian akan aktivitas selama sebulan.

No. Tahun/Bulan: Tanggal
Kegiatan: 1 2 3 4 5 dst
1 Shaum Sunnah 1X /bulan ...
2 Istigfar 30X / hari ...
3 Olahraga 10 Menit / hari ...
4 Membaca Al-Quran 1/4 Juz / hari ...
5 Qiyamullail 1X / pekan ...
6 Infaq berapapun 1x / hari (pagi hari) ...
7 Sholat Dhuha 3x / pekan ...
8 Membaca buku Islam 1 buku / bulan ...
dst dst

Misalnya: shaum ramadhan, shalat tarawih, sholat sunnah, tilawah dan lain-lain. Setiap aktivitas dibuatkan target minimalnya atau maksimalnya, kemudian dihitung pencapaiannya dalam 1 bulan. Keseluruhan muhasabah tersebut dievaluasi di akhir Ramadhan kemudian diberi hadiah sesuai kesepakatan. Bagi remaja masih banyak lagi program Ramadhan yang secara kreatif diselenggarakan oleh berbagai pihak. Hanya saja kami menganjurkan agar program muhasabah ini tetap diadakan di rumah guna mengikat hati si remaja dengan keluarganya.

Yang dapat direncanakan juga di bulan suci penuh berkah ini adalah buka puasa bersama dengan keluarga besar. Misalnya dari pihak ayah 1 kali dan pihak ibu satu kali. Fungsinya untuk mendekatkan dengan keluarga besar. Lebih bagus lagi jika di tambah dengan siraman rohani. Sesuaikanlah dengan usia mayoritas anggota keluarga besar, misalnya jika mayoritas remaja maka pilih penceramah yang mengerti remaja dan seterusnya.

Kemudian yang terakhir yang tak kalah penting, kalau tidak bisa dikatakan yang paling penting bagi anda sendiri adalah program atau rencana bagi diri sendiri. Merencanakan untuk diri sendiri kadang paling sulit. Terutama bagi kaum ibu yang terbiasa mendahulukan keluarga, suami dan anak. Tidak, jangan begitu. Dalam hal ini tak sepantasnya anda hanya memikirkan orang lain. Ini masalah peningkatan diri sebagai muslimah yang lebih bertaqwa, sebagai manusia yang lebih baik lagi derajatnya dari sebelumnya, ini tentang kemajuan diri yang sebenarnya. Mendahulukan meningkatkan diri kita demi memberikan yang terbaik bagi keluarga merupakan hadiah terindah bagi mereka. Sebab, ketika kita -sebagai pendingin keluarga, sebagai pengasuh rumah dan seisinya, sebagai pendidik dan penawar anggota keluarga di saat gentingnya- maka kita sangat amat perlu tampil prima pada saat-saat amat dibutuhkan. Apalagi yang dapat membuat kita mampu menghadapi ujian berat dunia ini selain taqwa yang tinggi, hati yang sabar dan wajah yang hanya menghadap ke Allah SWT. Buatlah target-target pencapaian pribadi, sesuaikan antara kemauan dan kemampuan. Kemampuan di sini termasuk menghitung kesempatan yang ada dengan mempedulikan kesibukan dan kewajiban-kewajiban yang ada. Tapi sebenarnya, kunci program diri yang terbaik adalah pada perenungan pribadi. Buatlah jadwal aktivitas harian yang mungkinkan anda bangun tengah malam untuk munjt kepada Allah SWT. Momen Ramadhan dengan suasana syahdu dan sucinya amat cocok untuk merenung yang dalam, mohon ampunan Dzat Yang Maha Pengampun, mohon petunjuk Dzat Yang Maha Memberi Petunjuk. Mulailah dengan Memuji dan Membesarkan Allah, kemudian memohon ampunan kepadaNya, lanjutkan dengan mengingat dan menyampaikan shalawat kepada Nabi Junjungan kita Muhammad Saw. Kemudian, apapun kesulitan sesaat yang sedang anda hadapi, apapun kekhawatiran sekecil apapun, adukanlah ke Allah. Setelah puas dengan segala permohonan pribadi, lanjutkan dengan mendoakan orang-orang yang kita cintai dst.

Targetkanlah bahwa sebulan penuh di Ramadhan ini anda bangun setiap malam untuk bermunajat kepada Allah SWT. Meskipun anda berhalangan karena haid, tidak mengapa anda tetap bangun untuk beristighfar, bershalawat dan berdoa. Jika satu program ini saja anda berhasil menjalankannya, maka Insya Allah hidup anda selanjutnya akan berubah total. Karena sesungguhnya, orang yang bergerak mencari Allah selangkah, maka Allah akan Menemuinya dengan langkah yang lebih banyak dan lebih cepat. Masih banyak program lain untuk anda, misalnya bertekad memperbaiki bacaan Tajwid AlQur’an anda, atau bertekad mempelajari toipik-tpopik tertentu seara mendalam, misalnya tentang kiamat da lain sebagainya. Momennya sangat tepat, suasananya Insya Allah akan mendukung, maka selanjutnya terserah anda. Wallahu’alam.

Kamis, 29 Juli 2010

Afghanistan Sedang di Ambang Gerbang Sejarah Kemenangan

Afghanistan Sedang di Ambang Gerbang Sejarah Kemenangan

Apa yang terjadi di panggung Afghanistan saat ini tidak lain adalah sebuah lembaran terakhir surat kemenangan “gerakan Taliban”. Sementara di saat yang sama deklarasi kekalahan pasukan Barat yang dipimpin oleh Amerika, namun disampaikan dengan nama yang berbeda, yaitu menciptakan kondisi tertentu untuk alasan penarikan, dimana Washington mengumumkan bahwa ia sedang mempersiapkan untuk pelaksanaannya pada musim panas tahun 2011, yaitu tahun depan, dan setelah beberapa bulan dari sekarang.

Fakta ini ditegaskan oleh Richard Haass, Ketua Dewan Hubungan Luar Negeri AS, yang menyerukan penarikan dari Afghanistan sebagai sebuah perang yang tidak dapat dimenangkan. Haass menekankan pentingnya mengarahkan kembali kebijakan AS di Afghanistan dalam hal desentralisasi, sehingga memberikan dukungan yang lebih besar bagi para pemimpin lokal, dan menempuh pendekatan baru dengan Taliban, karena perang yang dilancarkan oleh Amerika di Afghanistan tidak akan berhasil dan tidak hasilnya sebanding dengan harta yang dikeluarkan serta darah yang ditumpahkan.

Pakar senior Amerika ini mengetahui kenyataan yang begitu pahitnya, sehingga ia menyerukan Amerika Serikat untuk mengurangi ambisi dan partisipasinya di wilayah ini secara signifikan. Sekarang perang Amerika di Afghanistan adalah perang karena pilihan sulit, bukan perang karena kebutuhan.

Posisi sulit AS di Afghanistan tampak sekali dalam keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemerintah Obama. Di satu sisi Obama menyatakan akan mengirimkan kembali pasukan tambahan sebesar 30 ribu personil untuk mencegah Taliban, dan meyakinkan rezim Karzai. Namun di sisi lain, Obama berjanji untuk mulai menarik pasukannya pada musim panas tahun 2011, serta mengganti komandan pasukan sebagai upaya terakhirnya dalam rangka memperbaiki situasi.

Obama percaya bahwa ia bisa mencapai apa yang tidak bisa dicapai oleh pendahulunya, George W. Bush. Namun tiba-tiba ia terkejut malu dengan bahaya yang menincar posisi pasukannya. Ancaman itu terus bertambah dari hari ke hari, sehingga ia menjadi yakin sekarang bahwa tidak mungkin untuk mencapai mimpi kemenangan di Afghanistan. Oleh karena itu, semua pihak sibuk berpikir bagaimana bisa keluar dari kebuntuan ini dengan kerugian minimal, dan bagaimana menyelamatkan muka dan wajah negaranya?

Obama menegaskan bahwa strategi yang ada saat ini, yang membutuhkan untuk mengirim sejumlah besar pasukan ke medan panas pertempuran di Afghanistan sudah tidak layak lagi, apapun alasannya. Sebab besarnya pasukan dan senjata mematikan bukanlah solusi, karena “Taliban” tidak mundur dengan semua itu, bahkan Taliban memiliki kualitas ketahanan khusus yang belum pernah diketahui oleh Amerika sebelumnya.

Setelah sembilan tahun agresi Barat untuk menduduki Afganistan, sekarang negara-negara Eropa berebut keluar dari kebuntuan, karena setiap cakrawala di langit tidak menyediakan ruang kemenangan yang diharapkan, juga karena puluhan atau bahkan ratusan peti mati tiba setiap bulan ke negara-negara ini. Sehingga hal ini memicu perang media dan opini umum di Eropa melawan perang, dan melawan pemerintah-pemerintah Barat yang berpartisipasi. Akibatnya semua pihak yang terlibat dalam perang ini, berlomba untuk keluar dan berusaha untuk melarikan diri dari konsekuensinya, terutama pemerintah Presiden Barack Obama, yang menegaskan bahwa penarikan pasukannya dari Afghanistan akan dimulai pada bulan Juli 2011.

Mungkin Obama ingin dari keputusan untuk menarik pasukannya ini adalah untuk mengintimidasi dan menekan Presiden Afghanistan, Hamid Karzai dan pemerintahnya agar mereka melaksanakan peran dan memikul tanggung jawabnya dalam mengatasi gerakan “Taliban”.

Permasalahan yang semakin memperumit Afghanistan bahwa rezim Karzai rapuh dan lemah, serta tidak dapat berbuat apa-apa, terutama sejak pemilihan presiden yang berlangsung pada bulan Agustus 2009, yang memberikan Presiden Hamid Karzai untuk masa jabatan kedua. Dalam meraih jabatannya ini Karzai telah melakukan penipuan yang signifikan, sehingga mengahsilkan pemerintahan yang kurang legitimasi dari sebelumnya.

Untuk semua ini laporan datang dari Washington dan Kabul tentang perubahan signifikan yang terjadi pada strategi AS di Afghanistan, bahwa Washington bersedia mendukung penyelesaian apapun yang dilakukan antara pemerintah Afghanistan dan “Taliban”. Pemerintah Obama telah membuang sikap angkuh dan keberatan pemerintahan mantan Presiden George Bush Senior, yang sama sekali menolak untuk bernegosiasi dengan para pemimpin senior “Taliban”.

Dengan strategi AS yang baru yang dilakukan guna memasuki negosiasi dengan “Taliban”, tidak untuk konfrontasi militer. Namun pemerintah Amerika saat ini fokus pada “daftar 1.267″ yang mencakup nama-nama dari 137 tokoh pemimpin “Taliban” dan Al-Qaeda, yang diambil dari keputusan Dewan Keamanan Internasional pada tahun 1999 tentang pemberlakuan sanksi terhadap pemimpin gerakan dan organisasi. Pemerintah Obama meninjau dan mempelajari kembali nama-nama yang tercantum dalam daftar agar Karzai berusaha untuk memperdaya mereka dengan menghapus nama mereka dari “daftar hitam”, sebagai gantinya mereka harus berpartisipasi dalam negosiasi dan kerjasama terselubung dengan Amerika dan rezim Karzai.

Mungkin pemecatan Jenderal Stanley McChrystal, dan menggantinya dengan Jenderal David Petraeus untuk jabatan komandan pasukan NATO di Afganistan, menegaskan tentang strategi baru AS di Afghanistan. Sebab Petraeus terlibat aktif dalam perang di Irak sangat berpengalaman dalam mengadakan sebuah kesepakatan rahasia dengan kelompok perlawanan terhadap agresi Amerika, dan yang kelompok kontra lainnya.

Rencana Amerika yang ditujukan kepada Presiden Afghanistan, Hamid Karzai supaya membujuk sekitar 36.000 pejuang “Taliban” meletakkan senjata mereka. Dan untuk membiayai proyek tersebut dibutuhkan dana segar sekitar 784.000.000 dolar, yang pelaksanaannya akan memakan waktu lima tahun. Setelah terbentuk sebuah “Dewan Perdamaian Tertinggi” yang dipimpin oleh Karzai, maka dana akan dicairkan untuk para pejuang yang setuju untuk berdamai dengan pendudukan dan anteknya.

Tampaknya Amerika bersikeras pada pilihan yang salah, yang menjadikannya kalah. Amerika tidak pernah mau belajar. Amerika sudah sering kali berusaha untuk membeli kelompok perlawanan Afganistan, namun semua usahanya gagal. Kemudian berpikir untuk bekerja sama dengan warga sipil yang tidak memiliki senjata untuk menghasut mereka agar memusuhi “Taliban” dengan cara menawarkan bantuan. Sedang respon sederhana warga Afghanistan yang membuat mereka sangat malu adalah apa yang dilakukan oleh seorang wanita tua yang berpegangan pada tongkat, ketika mereka hendak memberikan bantuan, dan berbicara dengan wanita itu agar mendukungnya dalam melawan “Taliban”, maka wanita tua itu mengangkat tongkat dan memukulkannya pada tentara, sehingga tentara yang sedang mendistribusikan bantuan itu berlarian dari depan wanita tua itu.

Amerika lupa bahwa nama-nama yang ada dalam daftar ini adalah nama-nama pejuang yang mengharapkan kemuliaan dengan berjihad, dan berharap sekali sebagai seorang yang syahid, sebagaimana Amerika yang sangat berharap untuk tetap hidup. Amerika juga lupa bahwa mujahidin “Taliban” tidak memiliki rekening bank yang mereka takuti dan tidak bepergian kecuali antara Afghanistan dan Pakistan dengan menggunakan mobil atau keledai. Mereka tidak memerlukan paspor atau izin dari PBB dalam melakukan semua itu.

Ketika Amerika dan Barat yakin bahwa mustahil untuk mencapai kemenangan di Afghanistan, maka mujahidin dan para pemimpin “Taliban” yakin bahwa sejarah kemenangan sudah sangat dekat, terutama setelah terbukti bahwa taktik berubah dan serangan mematikan yang ditempuh gerakan dalam menghadapi pasukan agresor asing telah membuat tentara Amerika dan Barat selalu dihantui keprihatinan di saat mereka berbaris di jalan-jalan karena takut atas beragam penyergapan dan kamuflase yang dilakukan oleh para pejuang terhadap mereka.

Mengingat tentara Amerika dan Barat sering terjebak dalam perangkap yang dipasang oleh pejuang “Taliban”, dan sering kali mereka harus merangkak untuk bersembunyi di saluran dan tempat-tempat rendah di sisi jalan untuk menyelamatkan diri dari tembakan pejuang “Taliban” yang terjadi secara tiba-tiba.

Di daerah yang terletak dekat kota “Marjah” wilayah selatan Afganistan, dimana pasukan Barat telah melancarkan serangan di wailayah itu pada bulan Pebruari lalu. Para pejuang “Taliban” kembali menyusun barisannya setelah banyak pejuang yang gugur di sana. Mereka sekarang mulai menggunakan taktik penyergapan yang canggih dan penanaman ranjau untuk mencegah kekuatan Amerika menguasai wilayah itu.

Mungkin rangkaian serangan yang dilancarkan oleh para pejuang “Taliban” di wilayan barat negara itu baru-baru ini, serta peledakan pintu penjara, dan membebaskan 23 orang di antara tahanan mujahidin, yang membuat pasukan Afghanistan dan asing menderita kerugian besar. Semua ini menegaskan bahwa perjuangan untuk pembebasan hampir menghasilkan buahnya. Dan inilah yang membuat mereka bersegera untuk menyelenggarakan konferensi internasional di ibukota Afghanistan, Kabul untuk mendukung rencana rekonsiliasi dan dialog dengan “Taliban”, dan dalam rangka menyerahkan tanggung jawab keamanan negara itu kepada pasukan Afghanistan pada akhir tahun 2014.

Kekalahan Amerika dalam menghadapi kelompok perlawanan di Afghanistan yang dipimpin oleh “Taliban” akan mengubah banyak hal di Afghanistan dan Pakistan, serta seluruh wilayah. Bahkan hal itu akan memiliki dampak di seluruh dunia, dalam menghadapi imperium Amerika, dan mengurangi arogansinya, dengan menyatakan kegagalannya dan ketundukannya terhada sebuah negara kecil dan miskin seperti Afghanistan. Dan dengan ini, sekali lagi kaum Muslim Afghanistan menegaskan kepada dunia bahwa mereka juga telah meruntuhkan imperium komunisme, Soviet, yang kemudian menjadi penyebab utama kehancurannya. Dan mereka juga akan menjadi penyebab penting hancurnya dominasi Amerika yang zalim yang menghantui kehidupan bagi sebagian besar dunia. Kemenangan Afghanistan-in sya Allah-akan memberikan harapan baru bagi masyarakat yang lemah untuk berani berkata “Tidak” kepada kehendak dan kemauan pemerintah Amerika, dan bahkan berani mengusirnya.

*** *** ***

Tentu semua ini menjadi pelajaran berharga bagi kaum Muslim, bahwa Amerika yang selama ini dianggap sebagai negara super power dengan persenjataan super canggih dan modern, yang secara materi tampaknya sulit dikalahkan, ternyata Amerika dengan sekutunya tidak berdaya melawan kelompok perlawanan yang tidak didukung oleh pemerintahannya. Tentu, Amerika dan rezim kufur lainnya lebih tidak berdaya melawan tentara Khilafah-yang berdirnya tidak lama lagi-yang telah menjual dirinya kepada Allah SWT dengan surga dan ridho-Nya (islamtoday, mediaumat, berjamaah.com)

Tidak dilarang mengcopy-paste isi tulisan dalam blog ini dengan mereferensikan URL: http://jamaahmasjid.blogspot.com. Jazakumullah khairan katsiraa telah membaca dan mereferensikan.

Download File2 Islami | Baca Artikel Lainnya

Berlangganan Artikel

Ingin mencoba toolbar Islami yang baru & unik di Firefox/Internet Explorer Sobat? Klik link http://berjamaah.ourtoolbar.com/

Jangan lewatkan kesempatan berinfaq atau memasang iklan dengan tarif promo yang dananya juga diperuntukkan menyerukan gerakan berjamaah.com. Baca selengkapnya di http://berjamaah.com/infaq-sedekah atau http://berjamaah.com/iklan

Rabu, 28 Juli 2010

Siapkan Fisik dan Mental dalam Menyambut Ramadhan


Tidak lama lagi, akan datang tamu agung ke tengah-tengah kehidupan kita, yakni bulan Ramadhan, bulan yang penting bagi ummat Islam. Bulan itu merupakan ajang kita untuk bertadharru’, meratap kepada Allah agar segala kesusahan, kedlaliman dan diskriminasi dijauhkan dari kita. Dan semoga umat ini juga ditunjukkan jalan yang benar, yaitu jalan dimana para pejuang kebenaran diberikan kejayaan atas orang-orang pembuat kerusakan. Semoga Allah menggandeng tangan umat ini kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Tinggal beberapa hari lagi, kita kedatangan bulan Romadhan. Sudah sewajarnya kita menyambutnya dengan suka cita.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang istimewa bagi umat muslim. Pertama karena al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan. Selain itu di dalam bulan yang Ramadhan ini Allah menjauhkan semua penyebab kehancuran dan kemaksiatan, syaitan diikat, hingga tidak kuasa untuk membujuk manusia melakukan kemaksiatan yang keji dan terlarang, karena manusia sibuk melakukan ibadah, mengekang hawa nafsu mereka dengan beribadah, berdzikir dan membaca al-Qur’an. Ini sekaligus penggugah hamba beriman bahwa tidak ada alasan lagi untuk meninggalkan ibadah dan taat kepada Allah ataupun melakukan maksiat karena sumber utama penyebab kemaksiatan, yaitu syetan telah dibelenggu.

Maka sangat beruntunglah bagi mereka yang mau memanfaatkan kesempatan tersebut, dan mudah-mudahan menjadi salah satu dari mereka yang dimuliakan dan diselamatkan dari api neraka di bulan suci tersebut. Sesungguhnya Allah membebaskan hamba-Nya dari siksa neraka karena beberapa amal : ada yang karena mentauhidkan Allah, ada yang karena sholat dan zakat, dan pembebasan pada bulan Ramadhan adalah karena puasa dan barakah yang terkandung di dalamnya, dengan banyaknya dzikir dan taubat yang di lakukan dalam bulan suci itu. Nabi Muhammad s.a.w. telah menceritakan dari tuhannya (Allah).;

“Barang siapa berpuasa di bulan suci itu dengan beriman dan mengharap pahala dari sisi Allah maka diampuni segala dosa yang telah ia lakukan di masa lalu”

Dan dalam riwayat yang lain dikatakan,

“Barang siapa menghidupkan malam lailatul qadar dengan beriman dan bertulus hati maka diampunilah dosa yang telah ia lakukan”.

Nah, agar ramadhan yang akan datang kita bisa menjalaninya dengan sukses, maka perlu ada persiapan-persiapan yang baik. Sekarang apa saja yang perlu kita siapkan untuk menjamu tamu kita? Di sini akan diutarakan beberapa hal yang harus kita siapkan dalam menghadapi tamu idaman kita itu, bukan bermaksud untuk menggurui pembaca, tapi mungkin ada terselip sedikit manfaat yang dapat kita ambil dari apa yang ada.

Di antara persiapan tersebut adalah:

a. Persiapan Mental

Islam selalu mengajarkan kita dalam melaksanakan amal shaleh harus diawali dengan niat yang tulus. Bahkan dalam beberapa amal shaleh, niat itu merupakan syarat atau rukun dari amal yang akan dilaksanakan. Secara psikologis niat sangat membantu amal yang akan dilakukan dan memberikan dampak yang sangat positif. Niat akan memunculkan sebuah semangat dan ketahanan seorang muslim dalam melaksanakan ibadah. Oleh karena itulah niat menjadi pilar utama dalam beribadah. Ramadhan adalah bulan yang dipenuhi oleh ibadah yang akan dilakukan orang-orang beriman selama sebulan. Oleh karenanya, diperlukan kesiapan mental dalam menyongsong pelbagai macam bentuk ibadah tersebut, khususnya puasa, bangun malam, tarawih dan lain-lain. Tanpa persiapan mental yang prima, maka orang-orang beriman akan cepat loyo dalam beribadah atau bahkan meninggalkan sebagian ibadah sama sekali. Kesiapan mental sangat dibutuhkan pada saat menjelang hari-hari terakhir, karena tarikan keluarga yang ingin belanja mempersiapkan hari raya, pulang kampung dan sebagainya, sangat mempengaruhi umat Islam dalam menunaikan kekhusyukan ibadah Ramadhan. Padahal, kesuksesan ibadah Ramadhan seorang muslim dilihat dari akhirnya. Jika akhir Ramadhan diisi dengan ‘i`tikâf dan taqarrub serta ibadah lainnya, maka insya Allah, dia termasuk yang sukses dalam melaksanakan ibadah Ramadhan.

b. Persiapan spiritual

Persiapan ruhiyah dapat dilakukan dengan memperbanyak ibadah, seperti memperbanyak membaca al-Qur’an, puasa sunnah, dzikir, do’a dan lain-lain. Dalam hal ini Rasulullah saw. mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya`ban, sebagaimana yang diriwayatkan `A’isyah ra.:

“Saya tidak melihat Rasulullah saw. menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya`ban.” (HR Muslim).

Bulan Sya`ban adalah bulan di mana amal shaleh diangkat ke langit. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:

“Dari Usamah bin Zaid berkata, saya bertanya: “Wahai Rasulullah, saya tidak melihat engkau puasa di suatu bulan lebih banyak melebihi bulan Sya`ban”. Rasul saw. bersabda: “Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan diangkatnya amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat sedang saya dalam keadaan berpuasa.” (Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Huzaymah).

Sebenarnya inilah hal-hal yang selama ini sering kita lupakan. entah itu karena kita tidak tahu, karena lalai, dan bahkan kita tahu, tapi berpura-pura tidak tahu.

c. Persiapan Fisik dan Materi

Fisik dan materi sangat menopang ibadah di bulan Ramadhan yang dilakukan seorang Muslim. Seorang Muslim tidak akan maksimal dalam berpuasa jika fisiknya lemah. Oleh sebab itu kita dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan diri sendiri, rumah, dan bahkan lingkungan kita. Rasulullah saw. justru mencontohkan kepada umatnya agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan dalam berpuasa jika fisiknya lemah. Oleh sebab itu kita dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan diri sendiri, rumah, dan bahkan lingkungan kita. Rasulullah saw. justru mencontohkan kepada umatnya agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan.

Menjaga kesehatan adalah bagian dari ajaran agama. Oleh karena itu berulang kali Rasulullah saw. mengingatkan umatnya agar meminta kesehatan kepada Allah dan menjaganya supaya tidak merugi, karena kesehatan adalah salah satu modal terpenting kita untuk bisa beribadah.

Orang yang merugi adalah yang tidak menggunakan kesehatannya untuk kebaikan dan yang lebih rugi lagi tidak menjaga kesehatannya. Rasullah saw. bersabda dalam hadist sahih riwayat Tirmidzi

“Dua nikmat Allah yang di situ banyak orang merugi, yaitu nikmat kesehatan dan waktu luang”

Ya karena banyak orang menyia-nyiakan kesehatan dan waktu luangnya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

d. Persiapan Ilmu.

Yang satu ini jangan dianggap remah. Jangan mentang-mentang sudah setiap tahun melakukan puasa, lalu menganggap semua persoalan puasa sudah diketahui. Ingatlah bahwa salah satu syarat diterimanya amal adalah mutaba’ah. Yakni mengikuti sunnah dan tuntunan Rasulullah saw. Ibadah yang dilakukan tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah tidak ada nilainya, sebagaimana sabda Rasulullah saw;

Barangsiapa mengamalkan suatu amal perbuatan, yang bukan merupakan perintah kami, maka ia tertolak (HR Muslim)

nah, agar ibadah bisa sesuai dengan sunnah Rasulullah itulah, kita dituntut untuk senantiasa mempelajari amal kita. berkaitan dengan amaliyah bulan ramadlan ini, maka kita pun harus persiapkan ilmu yang berkaitan dengan persoalan Ramadlan. Agar kita bisa menjalani kewajiban agung di bulan yang penuh dengan berkah ini dengan optimal. dan pahala kita diterima oleh Allah swt. [jamaahmasjid.blogspot.com - muslimdaily]

Oleh Ustad Budi Prasetyo, Pengajar di Ponpes Assalam Surakarta

Klik http://facebook.com/SHOLAT.BERJAMAAH.DI.MASJID.YUK untuk bergabung dengan jamaah lainnya, atau di http://twitter.com/JamaahMasjid

Tidak dilarang mengcopy-paste isi tulisan dalam blog ini dengan mereferensikan URL: http://jamaahmasjid.blogspot.com/. Jazakumullah khairan katsiraa telah membaca dan mereferensikan.

Ingin mencoba toolbar Islami yang baru & unik di Firefox/Internet Explorer Sobat? Klik link http://berjamaah.ourtoolbar.com/

Download File2 Islami | Baca Artikel Lainnya | Infaq | Pasang Iklan Murah

Berlangganan Artikel

Mewaspadai Sikap Kaum Munafik


Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: "Kami beriman"; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati (TQS Ali Imran [3]: 119).

Dalam pergaulan kehidupan, setiap Muslim harus mengetahui siapa yang sesungguh-nya menjadi kawan atau lawan mereka. Apabila salah meng-indentifikasi perkara ini, yakni menganggap dan memper-lakukan kawan sebagai lawan atau sebaliknya; bisa berakibat fatal.

Ayat ini adalah di antara ayat yang memberikan panduan kepada kita mengenai siapa yang sesungguhnya menjadi musuh dan lawan kita berikut sikap yang harus diambil.

Jangan Mencintai Kaum Membenci
Allah SWT berfirman: Hâ antum ûlâi tuhibbûnahum wa lâ tuhibbûnakum (beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu). Tema ayat ini masih berkait erat dengan ayat sebelumnya. Dalam ayat sebelumnya, kaum Mukmin dilarang mengangkat orang-orang kafir sebagai bithânah (orang dalam yang menjadi kepercayaan). Ditegaskan bahwa mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudaratan dan menyukai apa yang menyusah-kan kaum Mukmin. Kebencian mereka terhadap kaum Mukmin juga telah nyata dari mulut-mulut mereka. Bahkan apa yang disembunyikan dalam hati mere-ka jauh lebih besar.

Huruf al-hâ' di awal ayat ini bermakna tanbîh (peringatan). Sedangkan dhamîr antum (kali-an) dalam ayat ini pun merujuk kepada mukhâthab (pihak yang diseru) dalam ayat sebelumnya: al-ladzîna âmanû. Oleh karena itu, seruan ayat ini ditujukan kaum Mukmin. Atau secara lebih khusus, sebagaimana dipapar-kan al-Syaukani dan al-Baidhawi, mereka adalah kaum Mukmin yang salah dalam ber-muwâlah dengan non-Muslim.

Ayat ini kemudian menje-laskan tentang kesalahan tin-dakan tersebut, yakni: tuhib-bûnahum wa lâ tuhibbûnakum (kalian menyukai mereka, pada-hal mereka tidak menyukai kalian). Jika dibaca secara keselu-ruhan, dhamîr hum (mereka) yang berkedudukan sebagai maf'ûl (objek) adalah kaum Munafik. Memang ada yang membatasi bahwa mereka ada-lah munafik dari kalangan Yahudi atau munafik dari kalangan Ahli Kitab. Alasannya, ketika ayat ini turun kaum Anshar masih yang memiliki hubungan khusus de-ngan kaum Yahudi. Akan tetapi, sebagaimana diterangkan Abu Hayyan al-Andalusi dalam Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, kata ganti mereka itu merujuk kepada bithânah selain Muslim dalam ayat sebelumnya. Sehingga, kata ganti mereka mencakup seluruh munafik, termasuk di dalamnya munafik dari kalangan musyrikin.

Menurut Abu Hayyan al-Andalusi, al-mahabbah di sini berarti kecenderungan manusi-awi yang disebabkan oleh keke-rabatan, persusuan, atau perse-kutuan. Fakhruddin al-Razi me-maknai lebih luas. Semua hal yang menyebabkan kecintaan kaum Muslim terhadap kaum kafir tercakup dalam ayat ini. Sebaliknya, sebagaimana dijelas-kan al-Baghawi, mereka tidak menyukai kalian lantaran perbe-daan agama di antara kalian dengan mereka. Realitas ini me-nunjukkan, mereka tidak layak dicintai. Menurut al-Razi, pembe-ritahuan tentang kebencian me-reka itu menjadi pendorong baik secara thabi'î maupun syar'i agar kaum Mukmin membenci me-reka.

Apabila masih saja mencin-tai mereka, kerugianlah yang akan didapat. Berkaitan dengan ini, menarik juga disimak QS al-Mumtahanah [60]: 1. Dalam ayat tersebut Allah SWT melarang kaum Mukmin karena dorongan kasih sayang-- menjadikan kaum kafir sebagai wali (teman setia) seraya membocorkan rahasia kaum Muslim kepada mereka. Padahal, keimananlah yang menjadi penyebab munculnya permusuhan mereka terhadap Rasulullah SAW dan kaum Muk-min. Oleh karena itu, orang yang mengangkat musuh Allah SWT dan kaum Mukmin itu akan menuai kerugian besar. Bukan hanya mendapatkan dosa, tetapi kecintaannya juga tidak berbalas. Lebih dari itu, dia bahkan diperlakukan sebagai musuh. Allah SWT berfirman: Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti (mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir (TQS al-Mumtahanah [60]: 2).

Selain itu, juga: wa tu'mi-nûna bi al-Kitâb kullihi (dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya). Kata al-Kitâb di sini mengandung makna li al-jins, sehingga mencakup semua jenis kitab yang diturunkan Allah SWT. Itu artinya, demikian papar al-Syaukani, kalian telah beriman terhadap semua kitab Allah SWT, termasuk kitab mereka. Lalu, mengapa kalian mencintai mere-ka, padahal mereka tidak ber-iman kepada kitab kalian? Ini merupakan tawbîkh syadîd (te-guran keras) terhadap mereka. Sebab, orang yang berada dalam kebenaran seharusnya lebih berhak untuk bersikap tegas dan keras daripada orang yang berada dalam kebatilan. Bertolak dari realitas ini, Ibnu Katsir juga menyatakan bahwa seharusnya kalianlah yang lebih benci kepa-da mereka; melebihi kebencian mereka terhadap kalian.

Besarnya Kebencian Mereka
Kemudian Allah SWT mem-buka kedok mereka yang sebe-narnya dengan firman-Nya: Wa idzâ laqûkum qâlû âmannâ (apabila mereka menjumpai ka-mu, mereka berkata: "Kami beriman"). Ayat ini memberi-takan bahwa tatkala bertemu dengan kaum Mukmin, mereka tidak menunjukkan permusuhan sama sekali. Bahkan, mereka pun berani berdusta dengan meng-aku sebagai sebagai orang yang beriman. Namun karena peng-akuan mereka didasarkan pada sikap nifaq, maka setelah per-temuan usai, sikap mereka berubah seratus delapan puluh derajat. Allah SWT berfirman: Wa idzâ khalaw 'azhzhû 'alaykum al-anâmil min al-ghayzh (dan apa-bila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terha-dap kamu). Inilah sikap mereka yang sesungguhnya. Ini adalah sikap kaum Munafik sebagai-mana diberitakan dalam QS al-Baqarah [2]: 14.

Kata al-anâmil berarti athrâf al-ashâbi' (ujung jari). Sedangkan al-ghayzh berarti al-hanaq atau al-ghadhab (marah). Ungkapan bahwa mereka meng-gigit jari lantaran marah bisa menunjukkan besarnya kema-rahan mereka. Demikian penje-lasan Ibnu Katsir dan al-Jazairi. Kata menggigit, menurut al-Qurthubi, merupakan ungkapan untuk menunjukkan dahsyatnya kemarahan mereka, akan tetapi tidak mampu melampiaskannya.

Terhadap besarnya keben-cian mereka Allah SWT berfir-man: qul mûtû bighayzhikum (katakanlah [kepada mereka]: "Matilah kamu karena kemara-hanmu itu"). Beberapa mufassir, seperti al-Razi, al-Zamkhsyari, al-Samaqandi, dan al-Baidhawi perintah ini berarti doa. Ada pula yang menafsirkannya, sebagai-mana disitir Abu Hayyan, kalimat tersebut bukan doa, tetapi seba-gai al-tawbîkh wa al-taqrî' (tegur-an dan celaan keras). Alasannya, seandainya doa, maka mereka semua akan mati dalam keadaan demikian. Padahal ada di antara yang beriman kemudian setelah ayat ini turun. Ibnu Katsir me-ngatakan, "Selama kalian men-dengki dan membenci kaum Mukmin, maka ketahuilah bahwa Allah memenuhi kenikmatan-Nya kepada hamba-Nya yang Muk-min, menyempurnakan agama-Nya, meninggikan kalimat-Nya, dan memenangkan agama-Nya, maka matilah kalian dengan kebencian kalian."

Mereka pun diingatkan ten-tang sia-sianya kedustaan dan kemunafikan mereka. Allah SWT berfirman: Innal-Lâh 'Alîm bi dzât al-shudûr (sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati). Jangankan yang tampak lahir, yang masih tersimpan di dalam dada pun Allah SWT mengeta-huinya. Sebagaimana dijelaskan al-Razi, yang dimaksud dengan dzât al-shudûr adalah segala yang timbul dalam hati, berbagai motif dan perilaku hati. Termasuk besarnya kebencian mereka yang disembunyikan dalam hati mereka (lihat QS Ali Imran [3]: 118).

Ayat ini menunjukkan ke-pada kita secara jelas siapa musuh kita, dan bagaimana memperlakukan mereka. Jangan sampai kita salah menempat-kannya menjadi orang yang dicintai, teman setia. atau pe-mimpin yang ditaati. Jika demikian, masih adakah yang menganggap mereka sebagai kawan karena alasan pluralisme? Wal-Lâh a'lam bi al-shawâb.

Ikhtisar:
1. Kebencian kaum kafir terhadap kaum Mukmin amat besar. Bagaimana mungkin kaum Mukmin bisa mencintai mereka?

2. Kita tidak boleh terlena dengan sikap nifaq dan manis muka mereka.

Oleh: jamaahmasjid.blogspot.com - Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Klik http://facebook.com/SHOLAT.BERJAMAAH.DI.MASJID.YUK untuk bergabung dengan jamaah lainnya, atau di http://twitter.com/JamaahMasjid

Tidak dilarang mengcopy-paste isi tulisan dalam blog ini dengan mereferensikan URL: http://jamaahmasjid.blogspot.com/. Jazakumullah khairan katsiraa telah membaca dan mereferensikan.

Ingin mencoba toolbar Islami yang baru & unik di Firefox/Internet Explorer Sobat? Klik link http://berjamaah.ourtoolbar.com/

Download File2 Islami | Baca Artikel Lainnya | Infaq | Pasang Iklan Murah

Berlangganan Artikel

Sabtu, 24 Juli 2010

Zikrullâh (mengingat Allah SWT)


Zikrullâh (mengingat Allah) adalah amalan yang paling utama di sisi Allah SWT, sebagaimana firman-Nya (yang artinya): Sesungguhnya mengingat Allah itu lebih besar (keutama-annya) (QS al-Ankabut: 45).

Rasulullah SAW. juga pernah bersabda, "Maukah aku kabari kalian dengan suatu amal yang paling baik dan paling suci di sisi Tuhan kalian, yang paling meninggikan derajat kalian di sisi-Nya…?" "Tentu saja," jawab para Sahabat. Beliau lalu berkata, "Zikrullâh (mengingat Allah)." (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibn Majah).


Terkait dengan hadis ini, Syaikh Zakaria al-Kandahlawi dalam Fadhâ'il al-A'mâl, menjelaskan bahwa keutamaan zikir ini berdasarkan keadaan umum. Sebab, dalam keadaan tertentu jihad, sedekah dan sebagaimna dipandang lebih utama.

Masalahnya, apa yang dimaksud dengan zikrullâh (mengingat Allah)? Para ulama setidaknya membagi zikrullâh menjadi tiga bagian. Pertama: zikir dengan lisan, yakni dengan memperbanyak melafalkan kalimat-kalimat thayyibah seperti istigfar, tasbih, tahmid, takbir, tahlil, dll. Dalam hal ini, Rasulullah SAW., misalnya, bersabda, "Zikir yang paling utama adalah mengucapkan Lâ ilâha illâ Allâh." (HR At-Tirmdizi, Ibn Majah dan Ahmad).

Kedua: zikir dengan kalbu (hati, akal), yakni dengan senantiasa memperbanyak tafakur (berpikir), murâqabah (merenung), dan muhâsabah (introspeksi diri). Di antara bagian dari tafakur adalah rajin meng-hadiri majelis-majelis ilmu, terutama ilmu-ilmu yang terkait dengan masalah fikih/syariah (halal-haram). Dalam hal ini, Rasulullah SAW., bersabda, "Jika kalian melewati taman-taman surga, maka berhentilah dan masuklah ke dalamnya." Para Sahabat bertanya, "Apakah taman-taman surga itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Majelis-majelis zikir." (HR at-Tirmidzi dan Ahmad).

Para Sahabat Nabi SAW. ternyata memahami majelis zikir dalam hadis di atas sebagai majelis ilmu, yakni majelis yang membahas halal-haram, atau majelis yang membahas ihwal hukum-hukum syariah. Ini tentu bisa dipahami, karena dengan memahami halal-haram, setiap Muslim berpotensi untuk senantiasa terikat dengan hukum-hukum syariah dalam seluruh ucapan dan tindakannya. Ini sekaligus merupakan bentuk
zikir yang ketiga: zikir dengan perbuatan. Inilah zikir yang paling utama. Mengapa? Sebab, zikir dengan lisan dengan memperbanyak melafalkan kalimat-kalimat thayyibah termasuk ibadah sunnah saja. Zikir dengan kalbu, misalnya, dengan banyak menghadiri majelis ilmu adalah bagian dari thalab al-'ilmi, yang memang hukumnya wajib. Namun, tentu ini tidak akan banyak berarti saat ilmu yang didapat tidak diamalkan dalam kehidupan. Bahkan jika ilmu dipelajari sekadar untuk bersaing dengan para ulama, atau untuk memper-daya orang-orang bodoh, dan tidak untuk diamalkan, justru hal ini hanya akan mengundang azab Allah SWT. Rasulullah SAW. pernah bersabda, "Siapa saja yang mencari ilmu demi bersaing dengan para ulama, memperdaya orang-orang bodah, atau mencari perhatian manusia, maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam neraka." (HR at-Tirmidzi).

Adapun zikir dengan perbuatan, yakni dengan selalu mengikatkan ucapan dan tindakan pada hukum-hukum Allah SWT, menunjukkan bahwa pelakunya, selain telah mempelajari dan memahami hukum-hukum Allah, juga berarti telah melakukan amal yang baik (hasan al-amal). Amal yang baik inilah sesungguh-nya yang akan dinilai oleh Allah SWT, bukan semata-mata ilmunya. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman (yang artinya): Dialah Allah Yang telah menciptakan kematian dan klehidupan dalam rangka menguji manusia siapa yang terbaik amalnya (QS al-Mulk: 2).

Menurut Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya, frasa ahsan al-'amalâ di antara-nya dimaknai dengan, "yang paling menahan diri dari hal-hal yang haram dan paling bersegera dalam menjalankan ketaatan."

Mudah-mudahan kita semuanya mampu selalu mengingat Allah (zikrullâh), baik dengan lisan, dengan kalbu, dan terutama dengan perbuatan. Jangan sampai lisan kita selalu basah dengan kalimat-kalimat thayyibah, kalbu (hati, akal) kita penuh dengan pengetahuan tentang hukum-hukum Allah, tetapi tindakan kita malah cerminan dari tindakan melupakan-Nya. Tentu tidak baik orang yang rajin menghadiri majelis-majelis zikir yang di dalamnya ia memper-banyak ucapan kalimat-kalimat thayyibah, bahkan dengan isak tangis penuh khusyuk, tetapi setelah keluar dari majelis-majelis itu dia pun tetap gemar meng-hadiri 'majelis-majelis' maksiat kepada Allah: tetap membuka aurat di hadapan khalayak, melakukan korupsi, membo-hongi dan menzalimi rakyat, tidak berlaku amanah, abai terhadap masalah-masalah yang menimpa umat, tetap menolak syariah-Nya untuk diterapkan dalam negara, dll. Semoga kita tidak seperti mereka.
Wa mâ tawfîqî illâ billâh

Rabu, 21 Juli 2010

Ketika Qabliyah Subuh (Sholat Sunah Fajar) Lebih Mahal daripada Dunia & Isinya


Seorang pengusaha nan shalih bernama Kajiman –bukan nama asli-, malam itu sedang menginap di sebuah hotel berbintang lima di kawasan Simpang Lima Semarang. Usai melakukan qiyamul-lail ia bergegas ke luar hotel untuk mencari masjid terdekat dan shalat Shubuh berjamaah di sana. Waktu di jam tangan Kajiman menunjukkan bahwa waktu adzan Shubuh kira-kira setengah jam ke depan.

Begitu keluar dari lobby hotel, Kajiman pun memanggil seorang tukang becak yang sedang mangkal lalu ia naik ke atas becak.

"Mau diantar kemana, Pak?" tanya tukang becak bernama Ibnu. Begitu ditanya, Kajiman menjawab, "Antar saya keliling kota Semarang saja, Pak!" Ia menjawab sedemikian karena ia tahu bahwa waktu Shubuh masih jauh tersisa.

Maka Ibnu sang tukang becak mengantarkan Kajiman berkeliling Simpang Lima sebagai pusat kota Semarang.

Kira-kira belasan menit sudah Ibnu mengayuhkan pedal becak mengantarkan Kajiman yang hendak melihat panorama kota Semarang saat pagi menjelang. Beberapa jalan sudah mereka susuri berdua. Lalu sayup-sayup terdengar suara tarhim dari sebuah corong menara masjid di sana.

"Ya Arhamar Rahimiin, Irhamnaa.... Ya Arhamar Rahimiin, Irhamnaa....!"
Suara tarhim itu mengisyaratkan kepada warga kota Semarang bahwa waktu shubuh sebentar lagi akan menjelang.

Sejurus itu Ibnu berkata santun kepada penumpangnya, "Mohon maaf ya pak, boleh tidak bapak saya pindahkan ke becak lain??" Kajiman membalas, "Memangnya bapak mau kemana?" "Mohon maaf pak, saya mau pergi ke masjid!" jawab Ibnu.

Terus terang Kajiman kagum atas jawaban Ibnu sang tukang becak, namun ia ingin mencari alasan mengapa Ibnu sedemikian hebat kemauannya hingga ingin pergi ke masjid. "Kenapa harus pergi ke masjid pak Ibnu?" tanya Kajiman. Ibnu dengan polos menjawab, "Saya sudah lama bertekad untuk mengumandangkan adzan di masjid agar orang-orang bangun dan melaksanakan shalat Shubuh. Sayang khan Pak kalau kita tidak shalat Shubuh" jelas Ibnu singkat.

Jawaban ini semakin membuat Kajiman bertambah kagum atas ketaatan Ibnu. Namun Kajiman belum puas sehingga ia melontarkan pertanyaan yang menggoyah keimanan Ibnu. "Pak, bagaimana kalau pak Ibnu tidak usah ke masjid tapi pak Ibnu temani saya keliling kota dan saya akan membayar Rp 500 ribu sebagai imbalannya!"

Dengan santun Ibnu membalas tawaran itu, "Mohon maaf pak, bukannya menolak.... namun guru saya pernah mengajarkan bahwa shalat sunnah Fajar itu lebih mahal daripada dunia beserta isinya!"

Deggg....! dinding hati Kajiman bergemuruh mendapati jawaban hebat dari seorang pengayuh becak seperti Ibnu. Ia begitu takjub atas ketaatan Ibnu kepada Tuhannya. Amat jarang menurut Kajiman manusia sekarang yang memiliki prinsip hidup seperti Ibnu.
Bahkan Kajiman pun memberikan tawaran dua kali lipat dari semula, tetap saja Ibnu menolaknya. Kekaguman pun membawa Kajiman menyadari bahwa ada pelajaran besar yang sedang ia dapati dari seorang guru kehidupan bernama Ibnu pagi itu.

"Dua rakaat Fajar (qabliyah Shubuh) lebih baik daripada dunia beserta isinya." (Muhammad Saw)

Ibnu dan Kajiman pun tiba di salah satu masjid, rumah Allah. Lampu-lampu masjid belum menyala. Mereka berdualah orang-orang pertama yang membuka gerbang dan pintu masjid. Ibnu menyalakan lampu-lampu dan ia pun mengumandangkan adzan saat waktu Shubuh tiba.
Dalam alunan suara merdu Ibnu mengumandangkan adzan, hati Kajiman semakin hebat berguncang. Dia berkata kepada Tuhannya, "Ya Allah, betapa ummat dan bangsa ini amat membutuhkan manusia-manusia hebat seperti Ibnu... Rezekikan kepada kami para pemimpin bangsa dan hamba-hamba yang senantiasa kuat beriman dan selalu merasa takut kepada-Mu.... sehingga tiada lagi yang kami cari untuk hidup di dunia ini selain keridhaan dan surga-Mu."

Shalat Shubuh pun didirikan di masjid tersebut, termasuk dalam shaf barisan hamba Allah pagi itu adalah Kajiman dan Ibnu.

Kajiman begitu mensyukuri pelajaran berharga yang Allah berikan untuknya di pagi itu. Usai shalat, Kajiman masih melanjutkan ibadahnya dengan dzikir dan bermunajat kepada Tuhannya Yang Maha Pemurah. Namun lagi-lagi terbayang di benaknya sosok hebat Ibnu sang Tukang Becak. Entah mengapa dirasakan oleh Kajiman bahwa Allah menginginkan dirinya membantu Ibnu untuk hadir ke Baitullah berhaji di tahun ini. Doa di pagi itu sungguh membuat Kajiman terasa amat dekat dengan Tuhannya. Hingga badannya berguncang dan air mata pun mengalir deras di pipinya. Tak kuasa ia membendung gelombang arus rahmat dari Tuhannya.

Usai puas berdoa, Kajiman pun menurunkan kedua tangannya yang tadi terangkat. Terdengar oleh telinganya sapaan lembut pak Ibnu yang berkata, "Mari pak kita teruskan perjalanan keliling kota Semarang....!"

Kajiman lalu menoleh ke arah sumber suara. Ia berdiri dan menghampiri tubuh Ibnu. Ia gamit tangan Ibnu untuk berjabat lalu memeluk tubuhnya dengan erat. Sementara Ibnu belum mengerti apa maksud perbuatan yang dilakukan Kajiman.

Dalam pelukan itu Kajiman membisikkan kalimat ke telinga Ibnu, "Mohon pak Ibnu tidak menolak tawaran saya kali ini. Dalam doa munajat kepada Allah tadi saya sudah bernazar untuk memberangkatkan pak Ibnu berhaji tahun ini ke Baitullah...., Mohon bapak jangan menolak tawaran saya ini. Mohon jangan ditolak!!!"

Subhanallah.... bagai kilat dan guntur yang menyambar menggoncang bumi. Betapa hati Ibnu teramat kaget mendengar penuturan Kajiman yang baru saja dikenalnya. Kini Ibnu pun mengeratkan pelukan ke tubuh Kajiman dan ia berkata, "Subhanallah walhamdulillah.... terima kasih ya Allah.... terima kasih pak Kajiman.....!"

Untuk kali ini, Ibnu tiada menolak tawaran Kajiman!

Labbaikallahumma Labbaik..... Labbaika Laa Syarika Laka Labbaik
Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah... Aku penuhi panggilan-Mu

Haji adalah memenuhi panggilan Allah Swt sekali seumur hidup. Bagaimana mungkin seorang manusia memenuhi panggilan Allah yang agung ini, bila dalam sehari Allah Swt memanggilnya hingga lima kali, namun ia tiada mengindahkan.
Ibnu sungguh pantas mendapat hadiah penghargaan dari Allah Swt.

Ucapan terima kasih khusus untuk ayahanda Kajiman atas kisah yang luar biasa ini! Wallahu 'alam (jamaahmasjid.blogspot.com)

Klik http://facebook.com/SHOLAT.BERJAMAAH.DI.MASJID.YUK untuk bergabung dengan jamaah lainnya, atau di http://twitter.com/JamaahMasjid

Tidak dilarang mengcopy-paste isi tulisan dalam blog ini dengan mereferensikan URL: http://jamaahmasjid.blogspot.com. Jazakumullah khairan katsiraa telah membaca dan mereferensikan.

Download File2 Islami | Baca Artikel Lainnya | Infaq | Pasang Iklan Murah

Berlangganan Artikel

Kamis, 15 Juli 2010

Potret Diri Kita Jelang Ramadhan


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Saudaraku,Penggerak & Simpatisan "SHOLAT BERJAMAAH DI MASJID, YUK!",

Alhamdulillah saat ini, bertepatan 3 sya'ban 1431 H, kita sudah berada diambang bulan suci Ramadhan 1431 H. Bulan yang paling mulia yang dianugerahkan oleh Allah SWT khusus untuk umat Rasulullah Muhammad SAW. Dengan bulan Ramadhan ini, Allah berkehendak untuk mengangkat kita, umat Muhammad, sebagai umat yang bertaqwa. Sebagaimana tujuan puasa Ramadhan yang telah digariskan oleh Allah dalam Qs Al Baqarah : 183, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".
Menjadi manusia bertaqwa tidak cukup hanya dibulan Ramadhan. Namun ketaqwaan ini harus kita pelihara di sebelas bulan selain Ramadhan.

Pertanyaannya, "Apakah selama ini, sejak kita diberi kesempatan oleh Allah untuk menjalani puasa Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya hingga saat ini, kita sudah berupaya untuk mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya yang akan mendekatkan kita padaNya atau justru kita meninggalkan segala perintahNya dan melanggar laranganNya yang justru menjauhkan diri kita dariNya?"

Oleh karena itu, menjelang bulan Ramadhan seperti ini, adalah saat-saat terbaik bagi kita untuk melihat potret diri kita selama ini. Evaluasi diri ini sangat penting untuk dilakukan agar kita mengetahui, apa yang harus kita perbaiki dari diri kita di bulan Ramadhan yang akan menjelang dan di sebelas bulan lainnya.
Dengan atau tanpa kita sadari, betapa selama ini kita menghabiskan siang dan malam dan mengerahkan segenap potensi diri kita untuk mengurus kepentingan duniawi dan melupakan kepentingan akhirat kita.
Semarak berbagai kemaksiyatan yang mewarnai kehidupan mayoritas kaum muslimin di Indonesia sekiranya sudah cukup untuk membuktikan hal itu. Mulai kasus kriminalitas semacam pembunuhan, pencurian, perampokan, pemerkosaan, perzinahan dan pornografi, aborsi serta narkoba, kekerasan terhadap anak, perempuan, dan manusia melalui perdagangan manusia (human trafficking), perilaku hidup hedonis dan individualis serta materialis melalui antusiasme kita mengikuti ajang hura-hura yang hanya mengutamakan kepentingan syahwat kita, hingga kezhaliman baik yang dilakukan oleh individu, masyarakat dan negara terhadap sesama umat manusia bahkan alam semesta. Terkait dengan apa yang sudah dan sedang kita lakukan selama ini, tentu hanya diri kita dan Allah yang maha tahu.

Betapa kita memberi ruang yang berlebihan pada kepentingan duniawi dan melupakan kepentingan kita di akhirat. Maha benar Allah dengan firmanNya, " Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kalian ini (hai manusia) mencintai kehidupan dunia, dan meninggalkan kehidupan akhirat " (Qs al Qiyamah : 20-21).

Selain itu, meskipun kita mengetahui bahwa Allah telah mengajarkan dalam al Qur'an dan hadist :

" Sesungguhnya Tuhan tidak melihat badanmu atau bentukmu, tetapi kedalam hatimu " (HR Muslim)

" Berbekalah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepadaKu, hai orang-orang berakal " (Qs Al Baqarah : 197),

sebagian dari diri kita masih menghargai kehidupan dunia melebihi kehidupan akhirat.
Perhatikan sistem penghargaan sosial ditengah masyarakat. Derajat seseorang dinilai dan ditentukan oleh masyarakat kini dengan seberapa besar ia berhasil mengumpulkan materi sepanjang hidupnya. Implementasinya, orang-orang berada, tak peduli darimana dan dengan usaha apa mereka mendapatkan kekayaannya dan tak peduli apakah mereka berakhlaqul karimah ataukah tidak, lebih dihormati dan dihargai daripada orang-orang miskin walaupun si miskin tersebut orang-orang yang beriman dan bertaqwa . Padahal jelas, standard penilaian baik-buruk nya manusia di hadapan Allah adalah tingkat ketaqwaannya.

" Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepadaNya ; dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. " (Qs Ali Imran : 102)

Pribadi yang bertawa tidak pernah gusar dalam kesempitan dan tidak pernah larut dalam kelapangan. Ia menyikapi semua keadaan yang dialami dengan hati penuh keimanan dan ketaqwaan. Ia yakin bahwa segala sesuatu terjadi menurut kadar yang Allah tentukan bagi makhlukNya. Ia imani firmanNya,

" Kami jelaskan yang demikian itu, supaya kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput darimu, dan supaya kalian jangan terlalu gembira dengan apa yang diberikanNya padamu. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri " (Qs Al Hadiid :23)

Allah juga berfirman dalam dua hadist QudsiNya,

" Sebagian orang yang pernah menyembah kenikmatan di dunia, calon penghuni neraka, dipanggil pada hari kiamat. Ia dibenamkan dalam satu kali benaman kedalam neraka. Lalu ia ditanya, ' Hai manusia, apakah engkau merasakan ada kebaikan sedikitpun? Apakah engkau masih terasa nikmat yang engkau rasakan dulu itu selama di dunia?' Ia menjawab, ' Tidak ada, wahai Tuhanku!. Aku sama sekali tidak merasakan ada kebaikan yang pernah kurasakan dan merasa tidak ada kenikmatan yang pernah kurasakan.' Lalu dipanggillah orang yang paling sengsara di dunia, ia calon ahli syurga. Dia dibenamkan kedalam syurga satu kali. Kemudian ia ditanya, 'wahai manusia! Aapakah engkau merasakan kesengsaraan? Pernahkah engkau merasakan kesusahan luar biasa (selama di dunia)?' 'Tidak pernah, wahai Tuhanku! Sama sekali aku tidak merasakan sengsara dan tidak merasakan kesusahan'. "


" Jika calon penghuni syurga telah masuk syurga, Allah SWT berfirman, ' Hai ahli syurga! Apakah kalian ingin sesuatu yang lebih nikmat dari nakmat ini?'. Mereka menjawab, ' Bukankah Engkau telah mencemerlangkan wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami kedalam syurga dan menyelamatkan kami dari neraka?' ; Maka disingkaplah hijab. Maka tidak ada kenikmatan yang lebih mereka senangi daripada memandang Tuhan mereka " (HQR Imam Muslim).

Dan terkait hal ini, Allah berfirman dalam kitabNya,

" Wajah orang-orang mu'min pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat ". (Qs Al Qiyamah : 23-24)

Tidakkah hati dan fikiran kita tergerak untuk menjadi manusia bertaqwa di sepanjang usia yang diberikan Allah pada kita agar kita bisa berjumpa dan menatap wajah Allah SWT, Rabbul alamiin yang sangat menyanyangi diri kita?

Selasa, 13 Juli 2010

Musibah dan Muhâsabah


Ummul Mukminin Aisyah ra pernah menuturkan, bahwa jika langit mendung, awan menghitam dan angin kencang, wajah Baginda Nabi SAW yang biasanya memancarkan cahaya akan terlihat pucat-pasi karena takut kepada Allah SWT. Beliau lalu keluar dan masuk ke masjid dalam keadaan gelisah seraya berdoa, “Ya Allah…aku berlindung kepada-Mu dari keburukan hujan dan angin ini, dari keburukan apa saja yang dikandungnya dan keburukan apa saja yang dibawanya.”

Aisyah ra bertanya, “Ya Rasulullah, jika langit mendung, semua orang merasa gembira karena pertanda hujan akan turun. Namun, mengapa engkau tampak ketakutan?”

Nabi SAW menjawab, “Aisyah, bagaimana aku dapat meyakini bahwa awan hitam dan angin kencang itu tidak akan mendatangkan azab Allah? Kaum 'Ad telah dibinasakan oleh angin topan. Saat awan mendung, mereka bergembira karena mengira hujan akan turun. Padahal Allah kemudian mendatangkan azab atas mereka.” (HR Muslim dan at-Tirmidzi).

*****

Subhanallâh! Kita sepantasnya takjub dengan rasa takut Rasulullah SAW kepada Allah. Bayangkan, Rasul adalah kekasih-Nya, penghulu ahli surga. Allah mustahil mengazabnya. Namun, rasa takut kepada Allah sering menyelinap dalam batin Beliau di saat-saat awan mendung dan angin kencang.

Bagaimana dengan para Sahabat beliau? Sama saja. Para Sahabat adalah juga orang-orang yang paling takut kepada Allah setelah Baginda Rasulullah SAW. Padahal mereka telah dijamin masuk ke dalam surga-Nya. Demikian pula para tâbî’în dan generasi sesudah mereka. Kebanyakan mereka adalah generasi yang mengisi hari-harinya dengan amal-ibadah; malam-malamnya diisi dengan zikir, tilawah Alquran dan qiyamul lail; siangnya sering diisi dengan shaum sembari tetap mencari nafkah, berdakwah bahkan ber-jihad (berperang) di jalan Allah. Namun demikian, rasa takut mereka terhadap Allah SWT begitu luar biasa.

Bagaimana dengan generasi Muslim saat ini? Sungguh, musibah demi musibah di negeri ini sudah sering terjadi; mulai dari tsunami, gunung meletus, banjir bandang, kebakaran hutan hingga gempa bumi yang beruntun terjadi. Namun, sepertinya musibah demi musibah itu datang sekadar menimbulkan duka-lara seketika, kemudian setelah itu tak berbekas apa-apa. Banyak orang kemudian bermaksiat seper-ti biasa, melakukan banyak dosa seperti sedia kala. Penguasa dan wakil rakyat tetap menerapkan hukum-hukum kufur. Para ulama pun seolah tetap merasa 'nyaman' dengan tidak diberlakukannya hukum-hukum Allah. Kaum Muslim secara umum juga sepertinya tetap merasa 'enjoy' dengan berbagai kemaksiatan dan kezaliman yang ada. Padahal Allah SWT berfirman (yang artinya): “Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang (ber-kuasa) di langit bahwa Dia akan menjung-kirbalikkan bumi bersama kalian sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Ataukah kalian merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu? Kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku? Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Alangkah hebatnya kemurkaan-Ku" (QS al-Mulk [67]: 16-18).

Allah SWT juga berfirman (yang artinya): Apakah mereka tidak melihat bahwa sesunguhnya Kami mendatangi bumi, lalu Kami mengurangi bumi itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya); tidak ada yang dapat menolak kete-tapan-Nya (QS ar-Ra'd [13]: 41).

Sebagian ahli tafsir menerangkan bahwa maksud dari "Kami mengurangi bumi itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya" adalah dengan tenggelamnya sebagian bumi, gempa dan berbagai macam bencana. Semua ini, sebagaimana terungkap dalam ayat di atas, adalah semata-mata atas kehendak Allah SWT (Lihat: QS at-Taubah [9]: 51).

Harus disadari, segala bentuk ben-cana alam merupakan bukti kemahakua-saan Allah. Dengan itulah, kita seharusnya menyadari betapa manusia ini sangat lemah dan tidak berdaya di hadapan kemahakuasaan Allah (Lihat: QS ar-Ra'd [13]: 41 di atas). Harus disadari pula, dengan bencana alam itu Allah sebetulnya hendak menguji kesabaran manusia (QS al-Baqarah [2]: 155-157).

Lebih dari itu, harus disadari bahwa berbagai bencana dan musibah yang terjadi merupakan teguran sekaligus peringatan agar kita terdorong untuk rajin melakukan muhâsabah (introspeksi diri). Muhâsabah tentu sangat penting. Dengan itu, setiap Muslim bisa mengukur sejauh mana ia telah betul-betul menaati seluruh perintah Allah SWT, dan sejauh mana ia benar-benar telah menjauhi larangan-larangan-Nya. Dengan itu pula, setiap saat ia akan terdorong untuk terus berupaya menjadi orang yang selalu taat kepada Allah SWT serta menjauhi maksiat dan dosa kepada-Nya. Tentu, muhâsabah wajib dilakukan setiap saat, bukan sekadar saat-saat terjadi musibah, seperti gempa yang terjadi saat ini.
Wallâhu a'lam bi ash-shawâb.

Sabtu, 10 Juli 2010

Tak Ada Waktu untuk Sholat ??


Sekedar ingin berbagi tentang sebuah puisi yang cukup menggugah tentang bagaimana kita memperlakukan sholat kita. Aslinya dalam bahasa inggris dengan judul: “Pray” yang ditulis oleh Fatma Muslima.

Berikut adalah gubahan dalam bahasa Inggris.

“PRAY”

I knelt to pray but not for long,
I had too much to do.
I had to hurry and get to work
For bills would soon be due.

So I knelt and said a hurried prayer,
And jumped up off my knees.
My Muslim duty was now done
My soul could rest at ease.

All day long I had no time
To spread a word of cheer.
No time to speak of Allah to friends,
They’d laugh at me I’d fear.

No time, no time, too much to do,
That was my constant cry,
No time to give to souls in need
But at last the time, the time to die.

I went before the Lord,
I came, I stood with downcast eyes.
For in his hands God held a book;
It was the book of life.

God looked into his book and said
Your name I cannot find.
I once was going to write it down…
But never found the time.

Berikut adalah gubahan bebasnya dalam bahasa indonesia.

“SHOLAT”

Kulipat lutut dan bersujud, namun tak lama
Banyak urusan untuk dituntaskan
Harus bergegas dan kembali bekerja
Untuk makan dan bayar tagihan

Maka kulipat lutut ringkaskan sholat
Berdiri segera langkahkan kaki
Lega hati pikiran istirahat
Satu kewajiban telah terpenuhi

Tak ada waktu aku melihat
Membawa Allah di antara teman
Sampaikan firman-Nya walau satu ayat
Malu diri jadi cemoohan

Tak ada waktu, tak ada waktu
Banyak urusan untuk dituntaskan
Tak ada waktu bagi jiwa yang perlu
Sibuk makan dan bayar tagihan

Waktu berlalu bagaikan kilat
Menyambar nyawa lepaskan jasad
Kini jiwa di tengah mahkamat
Tertunduk di depan penguasa jagad

Di tangan Allah buku kebaikan
Namun namamu tak Kutemukan
Dahulu kuingin menuliskan
Namun tak ada waktu tuk menggoreskan


Semoga Kita rajin,berkonsentrasi dalam berkomunikasi dengan Allah, dan lebih khusyuk dalam sholat kita

Jumat, 09 Juli 2010

Memahami Isra' Mi'raj


Kalau kita baca sejarah kehidupan Rasulullah SAW (Sirah Nabawiyah), sebelum peristiwa itu terjadi, Rasulullah mengalami keadaan duka cita yang sangat mendalam. Beliau ditinggal oleh istrinya tercinta, Khadijah, yang setia menemani dan menghiburnya dikala orang lain masih mencemoohnya. Lalu beliau juga ditinggal oleh pamannya sendiri, Abu Thalib, yang (walaupun kafir) tetapi dia sangat melindungi aktivitas Nabi. Sehingga orang-orang kafir Quraisy semakin leluasa untuk melancarkan penyiksaannya kepada Nabi, sampai-sampai orang awam Quraisy pun berani melemparkan kotoran ke atas kepala Rasulullah SAW.

Dalam keadaan yang duka cita dan penuh dengan rintangan yang sangat berat itu, menambah perasaan Rasullah semakin berat dalam mengemban risalah Ilahi. Lalu Allah "menghibur" Nabi dengan memperjalankan beliau, sampai kepada langit dan menemui Allah. Hingga kini, peristiwa ini seringkali diperingati oleh sebagian besar kaum muslimin dalam peringatan Isra' Mi'raj. Harus selalu diingat oleh orang-orang yang suka memperingati, peringatan tersebut hanyalah untuk memotivasi dan penyemangat, bukan dalam rangka beribadah (ibadah dalam artian ibadah ritual khusus). Namun peringatan tersebut juga terdapat beberapa catatan. Apa saja itu? Mari kita ikuti beberapa hal di bawah ini.

Dalam Al Qur'an, dari sekian ribu ayat di dalamnya, hanya ada 4 ayat yang menjelaskan tentang Isra' Mi'raj, yaitu QS. Bani Israil ayat 1, dan QS. An Najm ayat 13 sampai 15. Maksudnya, kebesaran Islam itu bukan terletak pada peristiwa Isra' Mi'raj ini, tapi pada konsepnya, sistemnya, muatannya, dan sebagainya. Pada surat An Najm ayat 13-15 itu, menggambarkan bahwa Rasulullah menemui Jibril dalam bentuk aslinya di Sidratil Muntaha ketika Isra Mi'raj. Sebelumnya Rasulullah juga pernah menjumpai malaikat jibril dalam bentuk asli ketika menerima ayat pertama (QS. Al Alaq: 1-5) dari Allah SWT, yaitu ketika di gua Hira.

Dan di antara 25 nabi, hanya 2 Nabi yang yang pernah berbicara langsung kepada Allah, yaitu Nabi Musa AS dan Nabi Muhammad SAW. Bagaimana dengan Nabi Adam, bukankah beliau juga pernah berdialog dengan Allah? Ya, tapi Nabi Adam ketika itu masih di Surga. Setelah diturunkan ke bumi, tidak lagi berdialog secara langsung. Nabi Musa berdialog dengan Allah secara langsung yaitu ketika di bukit Tursina (di bumi), sedangkan Nabi Muhammad di Sidratil Muntaha (di langit). Tetapi (sekali lagi), kebesaran Islam bukan di situ letaknya, namun di konsepnya, di muatannya. Oleh karena itulah, peristiwa Isra' Mi'raj sendiri tidak perlu secara berlebihan diangkat-angkat. Peristiwa itu sendiri merupakan mukjizat imani, maksudnya adalah mukjizat yang hanya bisa diterima apabila kita beriman.

Meskipun hanya Nabi Muhammad yang telah diperjalankan pada malam harinya (Isra' Mi'raj), tapi dia tetaplah manusia biasa, hamba Allah. Hal ini perlu ditegaskan, karena dua umat sebelum Islam (Yahudi dan Kristen), telah terjebak men-Tuhankan nabinya.

Mengapa Masjidil Aqsa?
Ada beberapa pertanyaan mengenai peristiwa Isra' Mi'raj. Salah satunya, mengapa dalam peristiwa itu Rasul diperjalankan ke Masjidil Aqsa? Kenapa tidak langsung saja ke langit? Paling tidak ada beberapa hal hikmahnya, antara lain:

1. Bahwa Nabi Muhammad adalah satu-satunya Nabi dari golongan Ibrahim AS yang berasal dari Ismail AS, sedangkan Nabi lainnya adalah berasal dari Ishaq AS. Inilah yang menyebabkan Yahudi dan Kristen menolak Nabi Muhammad, karena mereka melihat asal usul keturunannya (nasab). Alasan mereka itu sangat tidak ilmiah, dan kalau memang benar, mereka berarti rasialis, karena melihat orang itu dari keturunannya. Hikmah lainnya adalah, bahwa Nabi Muhammad berda'wah di Makkah, sedangkan Nabi yang lain berda'wah di sekitar Palestina. Kalau dibiarkan saja, orang lain akan menuduh Muhammad SAW sebagai orang yang tidak ada hubungannya dengan "golongan" Ibrahim dan merupakan sempalan. Bagi kita sebagai muslim, tidaklah melihat orang itu dari asal usulnya, tapi dari ajarannya.

2. Hikmah berikutnya adalah, Allah dengan segala ilmu-Nya mengetahui bahwa Masjidil Aqsa adalah akan menjadi sumber sengketa sepanjang zaman setelah itu. Mungkin Allah ingin menjadikan tempat ini sebagai "pembangkit" ruhul jihad kaum muslimin. Kadangkala, kalau tiada lawan itu semangat jihad kaum muslimin "melemah" karena terlena, dan dengan adanya sengketa tersebut, semangat jihad kaum muslimin terus terjaga dan terbina.

3. Berikutnya, Allah ingin memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya kepada Nabi SAW. Pada Al Qur'an surat An Najm ayat 12, terdapat kata "Yaro" dalam bahasa Arab yang artinya "menyaksikan langsung". Berbeda dengan kata "Syahida", yang berarti menyaksikan tapi tidak musti secara langsung. Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya itu secara langsung, karena pada saat itu da'wah Nabi sedang pada masa sulit, penuh duka cita. Oleh karena itulah pada peristiwa tersebut Nabi Muhammad juga dipertemukan dengan Nabi-nabi sebelumnya, agar Muhammad SAW juga bisa melihat bahwa Nabi yang sebelumnya pun mengalami masa-masa sulit, sehingga Nabi SAW bertambah motivasi dan semangatnya. Hal ini juga merupakan pelajaran bagi kita yang mengaku sebagai da'i, bahwa dalam kesulitan da'wah itu bukan berarti Allah tidak mendengar.

Perintah Shalat
Pada Isra' Mi'raj, Allah memberikan perintah sholat wajib. Dan sholat Subuh adalah sholat yang pertama kali diperintahkan. Karena peristiwa Isra' Mi'raj sendiri terjadi pada saat malam hari. Subuhnya Rasulullah sudah tiba kembali di tempat semula. Mungkin ini juga hikmah bagi kita semua, karena sholat Subuh adalah sholat yang sulit untuk di laksanakan, di mana pada saat itu banyak manusia yang masih terlelap dalam tidurnya. Sebelum diperintahkannya sholat wajib 5 waktu ini, Rasulullah melaksanakan sholat sebagaimana Nabi Ibrahim.

Kita tidak hanya diperintahkan untuk mengerjakan sholat, tetapi juga menegakkan sholat. Sholat bukan segala-galanya, tapi segala-galanya berawal dari sholat, demikian kata seorang ustadz.

Demikianlah beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa Isra' Mi'raj. Semoga semakin menambah keimanan kita kepada Allah, kitab-Nya, Nabi-nabi-Nya, para malaikat-Nya, Hari Akhir, serta Qadha dan Qadar-Nya.(JamaahMasjid.blogspot.com)

Sumber: hudzaifah.org | Klik http://facebook.com/SHOLAT.BERJAMAAH.DI.MASJID.YUK untuk bergabung dengan jamaah lainnya, atau di http://twitter.com/JamaahMasjid

Tidak dilarang mengcopy-paste isi tulisan dalam blog ini dengan mereferensikan URL: http://jamaahmasjid.blogspot.com. Jazakumullah khairan katsiraa telah membaca dan mereferensikan.

Download File2 Islami | Baca Artikel Lainnya

Berlangganan Artikel

Senin, 05 Juli 2010

Mereka yang Dilindungi Allah SWT


Dalam sebuah haditsnya, Nabi SAW, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah, pernah bersabda, “Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat perlindungan Allah pada hari ketika tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Nya. Mereka adalah: pemimpin yang adil; anak muda yang menghabiskan masa mudanya dengan senantiasa beribadah kepada Allah 'Azza wa Jalla; seseorang yang kalbunya senantiasa terikat dengan masjid; dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah; seorang laki-laki yang ketika dirayu oleh seorang wanita bangsawan lagi rupawan, ia menjawab, 'Sungguh aku sangat takut kepada Allah,"; seseorang yang mengeluarkan sedekah secara diam-diam sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat tangan kanannya; seseorang yang biasa berzikir kepada Allah dalam kesendirian, kemudian ia mencucurkan air matanya " (HR Bukhari dan Muslim).

Terkait dengan hadits di atas, Imam Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam kitab Fath al-Bari, syarh al-Bukhâri, antara lain sebagai berikut:

Pertama: Terkait dengan pemimpin yang adil. Pemimpin di sini maksudnya adalah pemilik otoritas dalam kepemimpinan agung, yakni siapapun yang memiliki kewenangan mengurus urusan kaum Muslim (yaitu Khalifah). Menurut beliau, penjelasan yang paling baik terkait dengan adil adalah: mengikuti perintah Allah SWT, dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya, tanpa kurang atau lebih. Dari sini bisa dipahami secara jelas, bahwa keadilan pemimpin hanya mungkin terwujud saat: (1) Sang pemimpin secara individual memang memiliki sifat-sifat 'adalah (adil). Karena itulah, dalam Islam, adil merupakan syarat mutlak bagi calon pemimpin (Khalifah). (2) Sang pemimpin menerapkan seluruh hukum Allah secara total dalam kepemimpinannya atas rakyatnya. Dengan demikian, sesungguhnya pemimpin yang adil hanya mungkin terwujud dalam sebuah sistem pemerintahan yang berdasarkan syariah Islam, yakni Khilafah, mustahil terwujud pada sistem sekuler (kufur) seperti saat ini. Mengharapkan keadilan pemimpin dalam sistem kufur jelas ibarat mimpi yang mustahil bakal terwujud.

Kedua: Anak muda yang masa mudanya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah. Menurut Ibn Hajar, pengkhususan anak muda di sini adalah karena adanya kenyataan bahwa mereka berada pada masa-masa yang didominasi oleh syahwat, yang di dalamnya ada dorongan kuat untuk selalu mengikuti hawa nafsu. Namun demikian, karena ketakwaannya lebih kuat, ia mampu mengendalikannya sehingga hidupnya selalu berada dalam suasana ibadah.

Ketiga: Seseorang yang kalbunya senantiasa terikat dengan masjid. Maknanya bukan berarti ia senantiasa diam di masjid. Namun, pikiran dan hatinya senantiasa terikat dengan masjid meski ia berada di luar masjid karena begitu kuatnya cintanya pada masjid.

Keempat: Dua orang yang saling mencintai di jalan Allah. Maknanya, mere-ka senantiasa saling mencintai saudaranya karena didasarkan pada alasan-alasan agama, dan tidak terputus karena alasan-alasan duniawi; baik ia bertemu secara hakiki atau tidak, sampai keduanya dipisahkan oleh kematian.

Kelima: Seseorang yang diajak bermaksiat oleh seorang perempuan yang memiliki kemuliaan, baik karena kecan-tikannya, hartanya maupun nasabnya; namun ia berusaha menjauhinya. Dengan kata lain, karena kuatnya rasa malu dan ketakwaannya kepada Allah, ia berusaha menjauhi tindakan tersebut.

Keenam: Seseorang yang bersede-kah secara diam-diam. Makna yang tersirat dari pernyataan ini adalah bersedekah dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah, tidak bermaksud riya atau sum'ah.

Ketujuh: Seseorang yang senantiasa berdzikir (mengingat Allah), yakni dengan kalbu dan lisannya, saat dia berkhalwat (menyendiri), yaitu saat-saat yang jauh dari sikap riya.

Dari sabda Nabi SAW di atas, juga dari syarah Ibn Hajar atas hadits tersebut, ada isyarat bahwa mereka yang tidak termasuk ke dalam ketujuh golongan tersebut akan terlepas dari perlindungan Allah SWT pada Hari Kiamat kelak. Pemimpin yang fasik (lawan dari adil), misalnya, di antaranya karena tidak menerapkan syariah Islam dalam pemerintahnnya, jelas tidak akan mendapatkan perlindungan Allah SWT meskipun secara pribadi mungkin ia tidak gemar berbuat maksiat kepada-Nya. Ini karena keengganannya untuk menerap-kan hukum-hukum Allah adalah bentuk kemaksiatannya terbesar di sisi-Nya.

Demikian pula anak-anak muda yang menghabiskan masa mudanya untuk hura-hura dan bermaksiat kepada Allah; mereka yang hati dan pikirannya tidak pernah terikat dengan masjid; dua orang yang saling mencintai bukan karena Allah, tetapi lebih karena alasan-alasan duniawi; mereka yang gampang tergoda oleh rayuan wanita, apalagi yang biasa meng-goda wanita, tanpa memiliki rasa takut akan azab Allah; mereka yang bersedekah tetapi dibarengi dengan unsur riya dan sum'ah; serta mereka yang biasa melupakan Allah SWT.

Semoga kita termasuk ke dalam golongan yang disabdakan oleh Baginda Nabi SAW di atas, bukan golongan yang sebaliknya. Amin.

Potret Sholat Jama’ah dalam Kehidupan Salaf (Generasi Awal Ummat Islam)


Sholat merupakan perkara penting dalam kehidupan para salaf. Ia memiliki pengaruh yang sangat mendalam dalam kehidupan mereka. Sehingga sholat jama’ah merupakan aktifitas rutin yang membahagiakan dan menyejukkan hati serta menerangi jiwa mereka. Hati mereka bagaikan gulita, jika luput mengerjakan sholat jama’ah. Bahkan sholat jama’ah selalu terngiang-ngiang dalam benak mereka.

Pentingnya sholat jama’ah dalam kehidupan salaf sulit digambarkan dengan suatu ekspresi, dan susah dijelaskan manisnya sholat jama’ah bagi pribadi mereka. Kita Cuma bisa menggambarkan urgensi dan kedudukan sholat jama’ah di sisi para salaf dengan meneropong kehidupan mereka lewat atsar-atsar yang dinukil dan dibukukan oleh para ulama’ kita.

Meninggalkan Sholat Jama’ah Ciri Orang Munafik

Di zaman Nabi –Shollallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya, sholat jama’ah merupakan perkara yang amat diperhatikan. Mereka takut tertimpa penyakit munafiq jika meninggalkan sholat jama’ah, karena orang-orang munafik malas melaksanakan sholat jama’ah.

Allah –Ta’ala- berfirman,
”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka, dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”. (QS.An-Nisaa’: 14)

Abul Fida’ Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata ketika menafsirkan ayat ini, “Inilah sifatnya orang-orang munafiqin dalam amalan yang paling mulia, paling utama, dan paling baik-yaitu sholat-, jika mereka berdiri untuk sholat. Mereka berdiri dalam keadaan malas sholat. Karena mereka tidak memiliki niat (maksud keinginan) untuk sholat, tidak pula memiliki keimanan tentangnya, dan tidak pula mereka memiliki rasa takut (kepada Allah), serta mereka tidak memahami maknanya”.[Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim (1/743)]

Jadi, kebiasaan orang-orang munafiq adalah malas mendirikan sholat di masjid bersama jama’ah kaum muslimin karena mereka tak memahami hakekat sholat jama’ah. Mereka tak tahu bahwa sholat jama’ah merupakan jalan-jalan petunjuk yang telah ditetapkan oleh Allah melalui lisan Rasul-Nya, Muhammad –Shollallahu alaihi wa sallam-.

Sahabat Anas bin Malik–radhiyallahu anhu- berkata,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ كَمَا يُصَلِّيْ هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِيْ بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ وَمَا مِنْ رَجُلٍ يَتَطَهَّرُ فَيُحْسِنُ الطَّهُوْرَ ثُمَّ يَعْمِدُ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ هَذِهِ الْمَسَاجِدِ إِلَّا كَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ يَخْطُوْهَا حَسَنَةً وَيَرْفَعُهُ بِهَا دَرَجَةً وَيَحُطُّ عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةً وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُوْمُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ

“Barangsiapa yang ingin bergembira menemui Allah besok dalam keadaan muslim, maka jagalah sholat-sholat itu tatkala dikumandangkan. Karena Allah telah mensyari’atkan sunanul huda (jalan-jalan petunjuk) bagi Nabi kalian -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, dan sesungguhnya dia (sholat-sholat wajib) itu merupakan sunanul huda (jalan-jalan petunujuk). Andaikan kalian sholat (fardhu) di rumah kalian sebagaimana orang (munafiq) yang tinggal di rumahnya, maka kalian telah meninggalkan sunnah (petunjuk) Nabi kalian. Andaikan kalian meninggalkan petunjuk Nabi kalian, maka kalian akan sesat. Tak ada seorang pun yang bersuci, lalu ia memperbaiki bersucinya, kemudian ia ke masjid di antara masjid-masjid, melainkan Allah akan tuliskan kebaikan bagi setiap langkah yang ia ayunkan, Dia (Allah) akan mengangkat derajat orang itu dengannya, dan menghapus dosanya dengannya. Kami telah menyaksikan orang-orang diantara kami, tak ada yang tertinggal dari sholat jama’ah, kecuali orang munafiq yang nyata kemunafiqannya. Sungguh ada seorang laki-laki didatangkan sambil dipapadi antara dua orang sampai ia ditegakkan dalam shaf” . [HR.Muslim dalam Kitab Al-Masajid wa Mawadhi' Ash-Sholah(654), dan Ibnu Majah dalam Kitab Al-Masajid wa Al-Jama'at (777)]

An-Nawawiy-rahimahullah- berkata, “Dalam perkara ini semua terdapat penekanan masalah sholat jama’ah, menanggung penderitaan dalam menghadirinya, dan bahwa jika seorang yang sakit dan semacamnya mungkin sampai kepada sholat jama’ah, maka dianjurkan untuk menghadirinya”. [Lihat Syarh Shohih Muslim (5/159)]

Jadi, Sholat jama’ah merupakan ciri khas seorang mukmin. Tak ada yang meninggalkannya, kecuali orang-orang munafiq yang dikuasai oleh setan. Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Tidaklah tiga orang dalam suatu kampung dan pedalaman, yang tidak ditegakkan diantara mereka sholat, kecuali setan akan menguasai mereka. Lazimilah (sholat) jama’ah, karena serigala akan memangsa kambing yang jauh (sendirian)”. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (547), An-Nasa’iy dalam As-Sunan (847). Di-hasan-kan Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami' (5577)]

Perhatikan bagaimana kehidupan para sahabat dalam menjaga sholat jama’ah, sampai ada orang sakit yang dipapa, dituntun diantara dua orang demi menghadiri sholat jama’ah. Mereka bukanlah seperti orang-orang di zaman kita ini, mereka malah berbangga meninggalkan sholat jama’ah, dan sebaliknya canggung menghadirinya karena dalih “kolot”. Dia menganggap orang-orang yang menghadiri sholat jama’ah sebagai orang-orang kolot karena masih saja mau mengikuti para sahabat. Semoga Allah tidak memperbanyak jumlah orang seperti ini, dan memberi petunjuk kepada mereka. Bagaimana sampai ia anggap mengikuti generasi terbaik di sisi Allah sebagai perbuatan kolot, Nas’alullahal ‘afiyah minal khudzlan.

Bersegera menuju Masjid
Diantara tanda yang menunjukkan tingginya semangat dan perhatian salaf dalam menjaga sholat jama’ah, mereka bersegera menuju masjid sebelum adzan dikumandangkan. Lembaran-lembaran sejarah emas telah mengisahkan semangat mereka tersebut. Coba kita membuka sebagian kitab sejarah islamiyyah, niscaya kita akan menemukan sosok yang sholeh dan bersemangat tinggi dalam mengikuti sunnah.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy–rahimahullah- berkata: “Tidaklah dikumandangkan (adzan) sholat sejak 40 tahun lalu, kecuali Sa’id ibnul Musayyib sudah berada di dalam masjid”. [Lihat Tahdzib At-Tahdzib (4/87)]

Apa yang diceritakan Al-Hafizh, juga telah diakui sendiri oleh Sa’id ibnul Musayyib -rahimahullah- tatkala beliau berkata, “Aku tak pernah mendengarkan adzan di tengah keluargaku sejak 30 tahun”. [Lihat Ath-Thobaqot Al-Kubro (5/131) karya Ibnu Sa’d]

Adat kebiasaan yang baik seperti ini bukan hanya dilakukan oleh Sa’id ibnul Musayyib, akan tetapi juga dilakukan oleh salaf lainnya. Sekarang kita dengarkan Abul Asy’Ats Robi’ah bin Yazid Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata, “Mu’dzdzin tidak pernah mengumandangkan adzan shubuh sejak 40 tahun, kecuali aku berada di masjid; kecuali aku sakit atau musafir”.[LihatRiyadh An-Nufus(1/84) via Ahammiyah Sholah Al-Jama’ah, (hal.75)]

Tidak Luput dari Takbirotul Ihram
Sholat jama’ah di dalam jiwa para salaf merupakan perkara yang sangat penting. Mereka adalah suatu generasi yang rela meninggalkan segala kehidupannya demi menghadiri munajatnya bersama Robbnya, bukan seperti sebagian orang yang rela meninggalkan sholat jama’ahnya demi kehidupan yang fana.

Al-Qodhi Taqiyyuddin Sulaiman–rahimahullah- berkata, “Aku tak pernah melaksanakan sholat dalam keadaan sendirian sama sekali, kecuali dua kali saja. Seakan-akan aku tidak melaksanakan sholat itu sama sekali”.Lihat Dzail Thobaqot Al-Hanabilah (2/365)

Waqi’ ibnul Jarroh Ar-Ru’asiy-rahimahullah- berkata, “Dulu Al-A’masy hampir 70 tahun tak pernah luput dari takbir pertama” Lihat As-Siyar (6/228)]

Demikianlah seorang muslim yang gemar ibadah. Dia bersegera menuju ke masjid demi mengejar keutamaan shof pertama dan bertakbirotul ihram bersama imam. Al-Hafizh Adz-Dzahabi -rahimahullah- berkata, “Yahya ibnul Qoththon apabila menyebut Al-A’masy, ia berkata: “Al-A’masy adalah seorang ahli ibadah , dan ia menjaga sholat jama’ahnya dan shof pertama. Dia adalah ulama’ Islam”.[Lihat Siyar A’lam An-Nubala’ (2/232)]

Muhammad bin Sama’ah -rahimahullah- berkata, “Aku telah hidup selama 40 tahun, sedang aku tak pernah luput dari takbir pertama, kecuali satu hari saja ketika itu ibuku meninggal. Akhirnya akupun tertinggal satu kali sholat jama’ah”. [Lihat Tahdzib At-Tahdzib (9/204)]

Sampai disana ada seorang salaf yang bernama Ibrohim bin Yazid -rahimahullah- pernah berkata, “Apabila engkau melihat seorang meremehkan takbir pertama, maka bercuci tanganlah (berlepas tanganlah) darinya”.[Lihat Siyar Al-A’lam(5/62)]

Tinggalkan Pekerjaan Saat Adzan Terdengar
Bekerja untuk mencari nafkah adalah kewajiban seorang ayah dan kepala rumah. Namun kewajiban seperti ini tidaklah menghalangi paara salaf untuk menunaikan kewajiban yang lebih tinggi lagi, yaitu sholat jama’ah. Karena sholat jama’ah adalah hak Allah Robbul alamin atas para hambanya.

Tak heran jika disana ada seorang salaf yang menghentikan aktivitasnya detik itu juga jika mendengarkan adzan. Yahya bin Ma’in -rahimahullah- berkata ketika menceritakan perihal kehidupan Ibrohim bin Maimun Ash-Sho’igh-rahimahullah-, “Apabila dia (Ibrohim bin Maimun Ash-Sho’igh ) mengangkat palu, lalu ia mendengarkan adzan, maka beliau tidak mengembalikannya (tidak memukulkannya)”.[Lihat Tahdzib At-Tahdzib(1/173)]

Para salaf adalah suatu kaum yang tidak dilalaikan oleh kehidupan dunianya sehingga rela menyia-nyiakan hak Robbnya. Sebab mereka tahu bahwa mereka akan menghadap Allah dengan membawa pahala sholat yang pertama kali akan dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya -Azza wa Jalla-.

Adz-Dzahabiy menyebutkan dalam sebuah kitabnya bahwa, “Al-Aswad, apabila hadir waktu sholat, maka beliau menderumkan ontanya walaupun pada sebuah batu”.[Lihat Siyar A’lam An-Nubala’(4/53) karya Adz-Dzahabiy ]

Bulan Madu Bukan Rintangan
Bulan madu bukanlah merupakan suatu penghalang bagi para salaf dalam menunaikan dan mendahulukan hak Robb mereka. Bahkan ada di antara mereka yang rela meninggalkan istrinya demi melaksanakan sholat jama’ah. Mereka bukanlah seperti generasi masa kini, jika datang malam pengantin sedang mereka berbulan madu bersama istrinya, maka mereka tak rela bangun melaksanakan sholat Ashar atau sholat shubuh demi menyenangkan dan memuaskan syahwat belaka. Mereka lupa bahwa istri hanyalah perhiasan belaka dan penolong dalam ketaatan, bukan penolong dalam kedurhakaan kepada Allah. Mereka lupa akan hari kiamat saat tegaknya semua manusia dari Adam sampai manusia terakhir di hadapan Allah Al-Hakim (Sang Maha Bijaksana) untuk menghukumi, dan memutuskan segala tindak-tanduk makhluknya ketika di atas permukaan bumi ini. Ketika itulah Allah akan menampakkan segala yang tersembunyi sampai seorang yang bersembunyi dan berselimut bersama keluarganya akan dinampakkan oleh-Nya demi menanyakan segala perbuatannya.

Perkara ini betul-betul dipahami oleh para salafush sholeh. Hal itu nampak pada diri dan perbuatan mereka. Sekarang perhatikan, dulu ada seorang salaf bernama Simak bin Harb -rahimahullah- berkata,

تَزَوَّجَ الْحَارِثُ بْنُ حَسَّانٍ – وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ – وَكَانَ الرَّجُلُ إِذْ ذَاكَ إِذَا تَزَوَّجَ تَخَدَّرَ أَيَّامًا فَلاَ يَخْرُجُ لِصَلَاةِ الْغَدَاةِ فَقِيْلَ لَهُ : أَتَخْرُجُ وَإِنَّمَا بَنَيْتَ بِأَهْلِكَ فِيْ هَذِهِ الَّيْلَةِ ؟ قَالَ : وَاللهِ إِنِ امْرَأَةٌ تَمْنَعُنِيْ مِنْ صَلَاةِ الْغَدَاةِ فِيْ جَمِيْعِ لَامْرَأَةُ سُوْءٍ

“Al-Harits bin Hassan –radhiyallahu anhu- telah menikah -dan beliau memiliki persahabatan (dengan Nabi –Shollallhu alaihi wasallam-) Dahulu seorang laki-laki jika telah menikah, maka ia tinggal (di rumahnya) dalam beberapa hari. Lalu beliau ditanya, “Apakah engkau akan keluar (pergi sholat shubuh), padahal engkau berbulan madu dengan istrimu di malam ini?” Maka beliau menjawab: “Demi Allah, Jika ada seorang istri yang menghalangi aku dari sholat shubuh bersama jama’ah, maka ia sungguh istri yang buruk”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (3324)]

Demikian nilai sholat jama’ah di sisi para salaf. Mereka rela meninggalkan pekerjaan, kesibukan, dan istri demi menghadap Allah -Azza wa Jalla-, dan menundukkan dahi-dahi mereka sebagai lambang kesyukuran mereka atas keimanan yang Allah -Ta’ala- anugrahkan kepada mereka. Mereka tidaklah memandang dunia ini sebagai tempat tinggal mereka. Tapi mereka memandangnya sebagai ladang untuk memperbanyak bekal pahala menuju Allah Robbul Alamin.

Sumber: almakassari | Klik http://facebook.com/SHOLAT.BERJAMAAH.DI.MASJID.YUK untuk bergabung dengan jamaah lainnya, atau di http://twitter.com/JamaahMasjid

Tidak dilarang mengcopy-paste isi tulisan dalam blog ini dengan mereferensikan URL: http://jamaahmasjid.blogspot.com. Jazakumullah khairan katsiraa telah membaca dan mereferensikan.

Download File2 Islami | Baca Artikel Lainnya

Berlangganan Artikel