Rabu, 28 Juli 2010

Mewaspadai Sikap Kaum Munafik


Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: "Kami beriman"; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati (TQS Ali Imran [3]: 119).

Dalam pergaulan kehidupan, setiap Muslim harus mengetahui siapa yang sesungguh-nya menjadi kawan atau lawan mereka. Apabila salah meng-indentifikasi perkara ini, yakni menganggap dan memper-lakukan kawan sebagai lawan atau sebaliknya; bisa berakibat fatal.

Ayat ini adalah di antara ayat yang memberikan panduan kepada kita mengenai siapa yang sesungguhnya menjadi musuh dan lawan kita berikut sikap yang harus diambil.

Jangan Mencintai Kaum Membenci
Allah SWT berfirman: Hâ antum ûlâi tuhibbûnahum wa lâ tuhibbûnakum (beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu). Tema ayat ini masih berkait erat dengan ayat sebelumnya. Dalam ayat sebelumnya, kaum Mukmin dilarang mengangkat orang-orang kafir sebagai bithânah (orang dalam yang menjadi kepercayaan). Ditegaskan bahwa mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudaratan dan menyukai apa yang menyusah-kan kaum Mukmin. Kebencian mereka terhadap kaum Mukmin juga telah nyata dari mulut-mulut mereka. Bahkan apa yang disembunyikan dalam hati mere-ka jauh lebih besar.

Huruf al-hâ' di awal ayat ini bermakna tanbîh (peringatan). Sedangkan dhamîr antum (kali-an) dalam ayat ini pun merujuk kepada mukhâthab (pihak yang diseru) dalam ayat sebelumnya: al-ladzîna âmanû. Oleh karena itu, seruan ayat ini ditujukan kaum Mukmin. Atau secara lebih khusus, sebagaimana dipapar-kan al-Syaukani dan al-Baidhawi, mereka adalah kaum Mukmin yang salah dalam ber-muwâlah dengan non-Muslim.

Ayat ini kemudian menje-laskan tentang kesalahan tin-dakan tersebut, yakni: tuhib-bûnahum wa lâ tuhibbûnakum (kalian menyukai mereka, pada-hal mereka tidak menyukai kalian). Jika dibaca secara keselu-ruhan, dhamîr hum (mereka) yang berkedudukan sebagai maf'ûl (objek) adalah kaum Munafik. Memang ada yang membatasi bahwa mereka ada-lah munafik dari kalangan Yahudi atau munafik dari kalangan Ahli Kitab. Alasannya, ketika ayat ini turun kaum Anshar masih yang memiliki hubungan khusus de-ngan kaum Yahudi. Akan tetapi, sebagaimana diterangkan Abu Hayyan al-Andalusi dalam Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, kata ganti mereka itu merujuk kepada bithânah selain Muslim dalam ayat sebelumnya. Sehingga, kata ganti mereka mencakup seluruh munafik, termasuk di dalamnya munafik dari kalangan musyrikin.

Menurut Abu Hayyan al-Andalusi, al-mahabbah di sini berarti kecenderungan manusi-awi yang disebabkan oleh keke-rabatan, persusuan, atau perse-kutuan. Fakhruddin al-Razi me-maknai lebih luas. Semua hal yang menyebabkan kecintaan kaum Muslim terhadap kaum kafir tercakup dalam ayat ini. Sebaliknya, sebagaimana dijelas-kan al-Baghawi, mereka tidak menyukai kalian lantaran perbe-daan agama di antara kalian dengan mereka. Realitas ini me-nunjukkan, mereka tidak layak dicintai. Menurut al-Razi, pembe-ritahuan tentang kebencian me-reka itu menjadi pendorong baik secara thabi'î maupun syar'i agar kaum Mukmin membenci me-reka.

Apabila masih saja mencin-tai mereka, kerugianlah yang akan didapat. Berkaitan dengan ini, menarik juga disimak QS al-Mumtahanah [60]: 1. Dalam ayat tersebut Allah SWT melarang kaum Mukmin karena dorongan kasih sayang-- menjadikan kaum kafir sebagai wali (teman setia) seraya membocorkan rahasia kaum Muslim kepada mereka. Padahal, keimananlah yang menjadi penyebab munculnya permusuhan mereka terhadap Rasulullah SAW dan kaum Muk-min. Oleh karena itu, orang yang mengangkat musuh Allah SWT dan kaum Mukmin itu akan menuai kerugian besar. Bukan hanya mendapatkan dosa, tetapi kecintaannya juga tidak berbalas. Lebih dari itu, dia bahkan diperlakukan sebagai musuh. Allah SWT berfirman: Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti (mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir (TQS al-Mumtahanah [60]: 2).

Selain itu, juga: wa tu'mi-nûna bi al-Kitâb kullihi (dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya). Kata al-Kitâb di sini mengandung makna li al-jins, sehingga mencakup semua jenis kitab yang diturunkan Allah SWT. Itu artinya, demikian papar al-Syaukani, kalian telah beriman terhadap semua kitab Allah SWT, termasuk kitab mereka. Lalu, mengapa kalian mencintai mere-ka, padahal mereka tidak ber-iman kepada kitab kalian? Ini merupakan tawbîkh syadîd (te-guran keras) terhadap mereka. Sebab, orang yang berada dalam kebenaran seharusnya lebih berhak untuk bersikap tegas dan keras daripada orang yang berada dalam kebatilan. Bertolak dari realitas ini, Ibnu Katsir juga menyatakan bahwa seharusnya kalianlah yang lebih benci kepa-da mereka; melebihi kebencian mereka terhadap kalian.

Besarnya Kebencian Mereka
Kemudian Allah SWT mem-buka kedok mereka yang sebe-narnya dengan firman-Nya: Wa idzâ laqûkum qâlû âmannâ (apabila mereka menjumpai ka-mu, mereka berkata: "Kami beriman"). Ayat ini memberi-takan bahwa tatkala bertemu dengan kaum Mukmin, mereka tidak menunjukkan permusuhan sama sekali. Bahkan, mereka pun berani berdusta dengan meng-aku sebagai sebagai orang yang beriman. Namun karena peng-akuan mereka didasarkan pada sikap nifaq, maka setelah per-temuan usai, sikap mereka berubah seratus delapan puluh derajat. Allah SWT berfirman: Wa idzâ khalaw 'azhzhû 'alaykum al-anâmil min al-ghayzh (dan apa-bila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terha-dap kamu). Inilah sikap mereka yang sesungguhnya. Ini adalah sikap kaum Munafik sebagai-mana diberitakan dalam QS al-Baqarah [2]: 14.

Kata al-anâmil berarti athrâf al-ashâbi' (ujung jari). Sedangkan al-ghayzh berarti al-hanaq atau al-ghadhab (marah). Ungkapan bahwa mereka meng-gigit jari lantaran marah bisa menunjukkan besarnya kema-rahan mereka. Demikian penje-lasan Ibnu Katsir dan al-Jazairi. Kata menggigit, menurut al-Qurthubi, merupakan ungkapan untuk menunjukkan dahsyatnya kemarahan mereka, akan tetapi tidak mampu melampiaskannya.

Terhadap besarnya keben-cian mereka Allah SWT berfir-man: qul mûtû bighayzhikum (katakanlah [kepada mereka]: "Matilah kamu karena kemara-hanmu itu"). Beberapa mufassir, seperti al-Razi, al-Zamkhsyari, al-Samaqandi, dan al-Baidhawi perintah ini berarti doa. Ada pula yang menafsirkannya, sebagai-mana disitir Abu Hayyan, kalimat tersebut bukan doa, tetapi seba-gai al-tawbîkh wa al-taqrî' (tegur-an dan celaan keras). Alasannya, seandainya doa, maka mereka semua akan mati dalam keadaan demikian. Padahal ada di antara yang beriman kemudian setelah ayat ini turun. Ibnu Katsir me-ngatakan, "Selama kalian men-dengki dan membenci kaum Mukmin, maka ketahuilah bahwa Allah memenuhi kenikmatan-Nya kepada hamba-Nya yang Muk-min, menyempurnakan agama-Nya, meninggikan kalimat-Nya, dan memenangkan agama-Nya, maka matilah kalian dengan kebencian kalian."

Mereka pun diingatkan ten-tang sia-sianya kedustaan dan kemunafikan mereka. Allah SWT berfirman: Innal-Lâh 'Alîm bi dzât al-shudûr (sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati). Jangankan yang tampak lahir, yang masih tersimpan di dalam dada pun Allah SWT mengeta-huinya. Sebagaimana dijelaskan al-Razi, yang dimaksud dengan dzât al-shudûr adalah segala yang timbul dalam hati, berbagai motif dan perilaku hati. Termasuk besarnya kebencian mereka yang disembunyikan dalam hati mereka (lihat QS Ali Imran [3]: 118).

Ayat ini menunjukkan ke-pada kita secara jelas siapa musuh kita, dan bagaimana memperlakukan mereka. Jangan sampai kita salah menempat-kannya menjadi orang yang dicintai, teman setia. atau pe-mimpin yang ditaati. Jika demikian, masih adakah yang menganggap mereka sebagai kawan karena alasan pluralisme? Wal-Lâh a'lam bi al-shawâb.

Ikhtisar:
1. Kebencian kaum kafir terhadap kaum Mukmin amat besar. Bagaimana mungkin kaum Mukmin bisa mencintai mereka?

2. Kita tidak boleh terlena dengan sikap nifaq dan manis muka mereka.

Oleh: jamaahmasjid.blogspot.com - Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Klik http://facebook.com/SHOLAT.BERJAMAAH.DI.MASJID.YUK untuk bergabung dengan jamaah lainnya, atau di http://twitter.com/JamaahMasjid

Tidak dilarang mengcopy-paste isi tulisan dalam blog ini dengan mereferensikan URL: http://jamaahmasjid.blogspot.com/. Jazakumullah khairan katsiraa telah membaca dan mereferensikan.

Ingin mencoba toolbar Islami yang baru & unik di Firefox/Internet Explorer Sobat? Klik link http://berjamaah.ourtoolbar.com/

Download File2 Islami | Baca Artikel Lainnya | Infaq | Pasang Iklan Murah

Berlangganan Artikel

Related Posts

Mewaspadai Sikap Kaum Munafik
4/ 5
Oleh