Minggu, 20 November 2011

Hukum Edarkan Kotak Infak Saat Khutbah Jum'at

Salah satu keistimewaan hari jum'at karena di dalamnya terdapat shalat Jum'at. Shalat Jum'at harus dikerjakan secara berjama'ah dan diawali dengan khutbah. Bahkan para Malaikat, ketika imam naik mimbar, akan menutup buku catatannya guna mendengarkan khutbah.



Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

“Maka apabila imam telah keluar (dan memulai khutbah), malaikat hadir dan ikut mendengarkan dzikir (khutbah).” (Muttafaq 'alaih; al Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850)

Yakni, para malaikat menutup buku catatan mereka dan tidak mencatat tambahan pahala bagi orang-orang yang datang dan masuk ke masjid setelah imam naik mimbar.

Masih dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ الْمَلَائِكَةُ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

"Apabila hari Jum'at tiba, pada pintu-pintu masjid terdapat para Malaikat yang mencatat urutan orang datang, yang pertama dicatat pertama. Jika imam duduk, merekapun menutup buku catatan, dan ikut mendengarkan khutbah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah, "saat pertama dimulai, sejak naiknya matahari. Karena orang yang akan mengerjakan shalat Jum'at dianjurkan duduk di masjid setelah shalat Shubuh sampai terbit matahari." (Dituturkan oleh DR. Sa'id bin Ali al Qahthahi dalam Shalah al Mukmin: 3/351)

Para malaikat menutup buku catatan mereka dan tidak mencatat tambahan pahala bagi orang-orang yang datang dan masuk ke masjid setelah imam naik mimbar.


Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Ghalib, Abu Umamah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"Para Malaikat duduk pada hari Jum'at di depan pintu masjid dengan membawa buku catatan untuk mencatat (orang-orang yang masuk masjid). Jika imam keluar (dari rumahnya untuk shalat Jum'at), maka buku catatan itu dilipat."

Kemudian Abu Ghalib bertanya, "wahai Abu Umamah, bukankah orang yang datang sesudah imam keluar mendapat Jum'at? Ia menjawab, "tentu, tetapi ia tidak termasuk golongan yang dicatat dalam buku catatan." (Dihasankan oleh Syaikh al Albani rahimahullah dalam Shahih al Targhib, no. 710)

Maka kondisi terbaik ketika imam menyampaikan khutbah Jum'at adalah diam dan mendengarkan dengan seksama. Tidak boleh melakukan hal-hal yang bisa memalingkan konsentrasi dari mendengarkan khutbah.


Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

"Barangsiapa berwudlu, lalu memperbagus (menyempurnakan) wudlunya, kemudian mendatangi shalat Jum'at dan dilanjutkan mendengarkan dan memperhatikan khutbah, maka dia akan diberikan ampunan atas dosa-dosa yang dilakukan pada hari itu sampai dengan hari Jum'at berikutnya dan ditambah tiga hari sesudahnya. Barangsiapa bermain-main krikil, maka sia-sialah Jum'atnya." (HR. Muslim)

Imam an Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim, "dalam hadits tersebut terdapat larangan memegang-megang krikil dan lainnya dari hal yang tak berguna pada waktu khutbah. Di dalamnya terdapat isyarat agar menghadapkan hati dan anggota badan untuk mendengarkan khutbah. Sedangkan makna lagha (perbuatan sia-sia) adalah perbuatan batil yang tercela dan hilang pahalanya."

Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

"Jika engkau berkata pada temanmu pada hari Jum'at, "Diamlah!", sewaktu imam berkhutbah, berarti kamu telah berbuat sia-sia." (Muttafaq 'Alaih, lafadz milik al Bukhari)

Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari berkata, "dalam hadits ini, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah menetapkan bahwa memerintahkan diam saat khutbah adalah bentuk lahwun, walaupun bentuknya perintah yang ma'ruf dan melarang dari yang munkar. Hadits ini juga menunjukkan bahwa setiap perkataan yang mengganggu dari mendengarkan khutbah, hukumnya lahwun. Dan bila ingin memerintahkan diam orang yang bicara, dengan isyarat."

. . . menunjukkan bahwa setiap perkataan yang mengganggu dari mendengarkan khutbah, hukumnya lahwun. . .

Beliau menambahkan, “Hadits di atas dijadikan dalil larangan terhadap seluruh macam perkataan pada saat khutbah, dan demikian itu pendapat mayoritas ulama terhadap orang yang mendengarkan khutbah.”

Sedangkan makna laghauta, menurut Imam al Shan'ani dalam Subulus Salam, ". . . makna yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnul Muniir, yaitu yang tidak memiliki nilai baik. Adapula yang mengatakan, (maknanya) batal keutamaan (pahala-pahala) Jum’atmu dan nilainya seperti shalat Dhuhur.”

Dari Ibnu 'Abbas radliyallah 'anhu bercerita, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا وَاَلَّذِي يَقُولُ لَهُ : أَنْصِتْ لَيْسَتْ لَهُ جُمُعَةٌ

"Siapa yang berbicara pada hari Jum'at, padahal imam sedang berkhutbah, maka dia seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Dan orang berkata kepada (saudara)-nya, 'diamlah!', tidak ada Jum'at baginya." (HR. Ahmad, dengan sanad la ba-tsa bih).

Maksud dari penyerupaan orang yang berbicara saat imam berkhutbah dengan keledai yang membawa kitab yang tebal-tebal adalah karena dia tidak mendapat manfaat yang besar, padahal dia telah susah-susah datang dan capek untuk sampai ke masjid.

Sedangkan Makna "tidak ada Jum'atan baginya" berarti dia tidak mendapatkan Jum'at secara sempurna. Nilai Shalat Jum'atnya seperti shalat Dzuhur. (lihat Fathul Baari: II/184 dan Subulus Salam: III/172)

Makna "tidak ada Jum'atan baginya" berarti dia tidak mendapatkan Jum'at secara sempurna. Nilai Shalat Jum'atnya seperti shalat Dzuhur. .

Mengedarkan kotak infak saat Imam berkhutbah

Dari ulasan di atas, sangat jelas sikap yang harus dilakukan oleh Jama'ah Jum'ah, yaitu diam dan mendengarkan khutbah yang disampaikan imam dengan seksama. Sehingga dia bisa mengambil manfaat dari khutbah yang disampaikan. Jangan dia berbicara kepada kawannya atau melakukan perbuatan yang bisa mengganggu dari mendengarkan dan memperhatikan khutbah.

Realitas berbeda sering ditemukan di kebanyakan masjid, kotak amal/kotak infaq diedarkan saat imam naik mimbar dan khutbah sedang berlangsung. Ini adalah kesalahan besar, karena mengganggu kekhusyu'an dalam mendengarkan khutbah.

Di sebagian masjid, kotak amal diedarkan oleh petugas. Ia berdiri saat khutbah kedua untuk menjalankan kotak amal kepada Jama'ah, shaf demi shaf. Maka ia telah melakukan kesalahan besar, tapi merasa telah berbuat kebaikan.

Dalam hal ini, kesalahan bukan hanya dilakukan oleh petugas tadi. Orang yang berinfaq juga melakukan kesalahan, karena melakukan kegiatan yang menyibukkan dari memperhatikan khutbah. Ia memasukkan tangannya ke saku, mengeluarkan uang, dan memasukkannya ke kotak amal. Ini adalah perbuatan sia-sia yang dilarang pada saat imam berkhutbah.

Barangsiapa yang ingin berinfak, hendaknya melakukannya sebelum dimulainya khutbah Jum'at atau sesudah pelaksanaan shalat.

Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Barangsiapa mengusap-usap kerikil, maka ia telah melakukan yang sia-sia."

Jika sekedar mengusap-ngusap kerikil atau tikarnya saja dinilai sia-sia, lalu bagaimana dengan orang yang berdiri mengedarkan kotak infak atau sibuk memindahkan atau menjalankannya ke sampingnya? Lalu bagaimana juga dengan kondisi orang yang sibuk mengambil uang di sakunya, mengeluarkannya, lalu memasukkan ke kotak amal? Tentu jauh lebih dianggap sia-sia. (Syaikh Wahid Abdul Salam Bali dalam Al Kalimaat al Naafi'ah fi Akhtha' al Sya-i'ah -diterjemahkan dengan 474 Kesalahan Umum dalam akidah dan Ibadah beserta koreksinya- hal. 349)

Jika sekedar mengusap-ngusap kerikil atau tikarnya saja dinilai sia-sia, lalu bagaimana dengan orang yang berdiri mengedarkan kotak infak atau sibuk memindahkan atau menjalankannya ke sampingnya?


Jadi, memutar kotak amal pada saat shalat jum’at di saat imam berkutbah hukumnya tidak boleh, karena mengganggu seseorang dari mendengarkan dan memperhatikan khutbah. Akibatnya, orang yang melakukan kesalahan ini akan kehilangan keutamaan shalat Jum'at. Ibadah Jum'atnya seperti melaksanakan shalat dzuhur.

Sebagai gantinya, kotak amal bisa diletakkan di samping pintu sehingga setiap orang yang ingin bersedekah bisa memanfaatkannya, baik sebelum khutbah dimulai atau sesudah shalat.

Related Posts

Hukum Edarkan Kotak Infak Saat Khutbah Jum'at
4/ 5
Oleh

3 komentar

Raihan
26 Januari 2012 pukul 01.26 delete

QS AN-NISAA 4:114. Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.

Disitu tertera jelas bahwa "bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia yang dilakukan dengan Ikhlas maka itu bukanlah perbuatan sia-sia.

Jadi apa betul mengedarkan kotak infak termasuk perbuatan sia-sia?

Reply
avatar
26 Mei 2014 pukul 16.18 delete

Dy tempat ku jumadtan pada waktu khotbah mengedarkan kotak amal udah biasa,klo saya gk tau hukum nya...

Reply
avatar
Anonim
18 September 2014 pukul 10.34 delete

mana yang benar ini?? jadi bingung....mo infaq takut dosa dan sia sia jumatannya....

Reply
avatar