Indonesia Siaga 1? Begitulah opini yang terbentuk saat ini ditengah publik. Apakah benar saat ini Indonesia Siaga 1? Publik tidak tahu pasti karena semua informasi yang didapat ditengah publik selalu terjadi bantah lisan maupun bantah tulisan. Nota dinas atas mama Brimob yang di tanda tangan oleh Wakil Komandan Korps Brimob maupun telegram Kapolri yang ditanda tangan oleh Asisten Operasi untuk mobilisasi pasukan Brimob semua dibantah baik lisan maupun tulisan.
Dibalik bantah berbantah laksana berbalas pantun tentang kebenaran nota dinas dan telegram tersebut, menyeruak pertanyaan yang membuat kepala gatal dan harus digaruk meski sesungguhnya kepala tidaklah kutuan atau ketombean sehingga harus gatal. Sudah separah itukah bangsa ini hingga ada yang nekad memalsukan nota dinas dan telegram polri serta memalsukan tanda tangan pejabat kepolisian? Hanya dimasa rejim ini hal itu bisa terjadi andai nota dan telegram itu memang adalah palsu.
Degradasi kehormatan lembaga negara sepertinya sudah jatuh ke titik paling nadir di era rejim ini. Presiden menanda tangan dokumen negara yang tidak dibaca, dari DPR beredar surat berlogo Ketua DPR semasa Setya Novanto yang berisi katabelece ke Pertamina dan sekarang beredar dokumen atas nama lembaga penegak hukum POLRI.
Inilah potret pemerintah kita yang sesungguhnya, Pemerintahan yang tidak mencerminkan sebuah negara besar, dan lembaga lembaga negara jatuh kehormatannya ketitik paling nadir.
Penegakan hukum terhadap Ahok yang dilaporkan oleh beberapa pihak dan ormas hingga kini macet dan sedang diutak atik supaya bisa menenuhi keinginan sang tangan-tangan kekuasaan yang mengabdikan diri kepada kepentingan. Proses penegakan hukum terhadap Ahok yang mengabaikan rasa keadilan masyarakat telah membawa bangsa kepada kondisi yang tidak baik. Indonesia Siaga 1 hanya karena penegakan hukum terhadap satu Ahok yang mengabaikan rasa keadilan masyarakat dan melecehkan gerakan sosial dan gerakan sipil.
Ahok ditempatkan diatas negara. Ahok ditempatkan lebih penting dari negara. Hampir semua lembaga dibawah rejim berkuasa bekerja untuk melindungi Ahok sang terlapor penistaan agama sebagaimana yang diatur KUHP Pasal 156. Dan upaya perlindungan kepada Ahok harus dibayar mahal dengan pengerahan pasukan besar-besaran untuk menghadapi aksi massa umat Muslim yang direncakan pada tanggal 04 Nopember 2016 mendatang.
Negara akan mengeluarkan biaya ratusan milyar dan ribuan mungkin puluhan ribu pasukan untuk berhadap-hadapan dengan aksi massa yang menuntut penegakan hukum secara berkeadilan dan menghargai rasa keadilan sosial masyarakat. Sebuah pilihan yang terlalu sadis memilih mempertaruhkan nasib bangsa demi perlindungan sempurna kepada Ahok dari penegakan hukum.
Pemerintah atas nama kekuasaan memilih untuk menghadapkan ekspektasi penegakan hukum publik kedepan kekuatan aparat. Pemerintah memilih melawan tuntutan penegakan hukum hanya untuk melindungi satu orang bernama Ahok. *Pemerintah memilih mempertaruhkan kondusifitas dan keamanan serta kestabilan bangsa demi melindungi sang terlapor peninstaan agama bernama Ahok*.
Mengapa rejim ini tidak memilih menegakkan hukum supaya bangsa kembali tentram dan hubungan harmonis bentuk toleransi keragaman bangsa yang berbhineka. Ada apa dengan presiden yang sangat terkesan vulgar membela Ahok sang musuh toleransi? Ahok yang selalu mendefinisikan diri dengan konstitusi dan Pancasila sesungguhnya tidak paham tentang Pancasila dan Konstitusi.
Siapapun pejabat negara tidak boleh arogan atas nama aturan dan jabatan menjadi semena-mena dan bisa bicara apapun serta boleh menistakan ajaran agama. Ini kekeliruan berpikir Ahok sehingga dia merasa lebih tinggi dari negara dan negara harus kalah kepadanya. Sungguh ini pelecehan terhadap Indonesia yang besar.
Kita minta dan memohon kepada TNI POLRI agar bersikap mengutamakan keselamatan bangsa dan negara diatas keselamatan seorang Ahok. Secara fisik, Ahok harus dilindungi dan dijaga karena itu hak konstitusi mendapatkan rasa aman. Namun secara hukum, Ahok tidak boleh dilindungi atas perilakunya yang diduga menistakan ajaran agama Islam.
Hukum harus ditegakkan setara terhadap semua orang. Yurisprudensi atas kasus yang sama sudah banyak. MUI sebagai wadah berhimpunnya Ulama sudah tegas menyatakan bahwa Ahok menistakan ajaran agama Islam. Jika pendapat ulama tidak didengar lagi, pendapat siapa lagi yang dijadikan rujukan oleh kepolisian?
Jakarta, 30/10/2016
Oleh : Ferdinand Hutahaean
citizenjurnalism.com
Ketika Ahok Ditempatkan di Atas Negara
4/
5
Oleh
Sholat, Yuk!