Selasa, 13 April 2010

Bertemu dengan Allah سبحانه وتعالى


Bertemu dengan Allah سبحانه وتعالى dan memandang wajah-Nya kelak pada hari kiamat adalah merupakan sebuah kenikmatan yang tak terhingga besarnya. Oleh karena itu setiap orang yang beriman pasti akan sangat merindukan pertemuan dengan Allah dan memandang wajah-Nya. Untuk mencapai hal itulah mereka harus berusaha menjalani syarat-syarat yang telah Allah tetapkan dalam al-Qur'an yaitu mengerjakan amalan-amalan shalih dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.

Allah سبحانه وتعالى berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا. (الكهف: 110)
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan-Nya dalam beribadah kepada Rabb-nya. (al-Kahfi: 110)

Demikianlah, pertemuan dengan Allah kelak adalah satu hal yang harus diimani oleh setiap muslim. Namun yang sangat mengherankan, muncul orang-orang yang mengaku muslimin, tetapi mereka mengingkari pertemuan dengan Allah سبحانه وتعالى dan mengingkari akan dapat dilihatnya wajah Allah pada hari kiamat dengan melakukan ta’wil-ta’wil yang batil terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits. Ini menunjukkan kalau mereka sama sekali tidak berharap bertemu Allah.

Adapun bagi ahlus sunnah wal jama’ah -pengikut para shahabat dan tabi’in dan atba’ut tabi’in-, mereka adalah orang-orang yang sangat meyakini akan adanya pertemuan dengan Allah dan berharap untuk diberikan kesempatan melihat wajah-Nya.

Bukan hanya itu, bahkan sesungguhnya seluruh manusia kelak akan sangat mengharapkan untuk mendapatkan kesempatan memandang wajah Allah, karena hal itu merupakan satu kenikmatan. Namun orang-orang kafir akan terhalang untuk memandang wajah Allah, karena kekufuran mereka ketika masih hidup di dunia.


Allah سبحانه وتعالى berfirman:
كَلاَّ إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ. (المطففين: 15)
Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari Rabb mereka. (al-Muthaffifin: 15)

Berkata Imam Syafi’i رحمه الله:
لمَمَّا أَنْ حَجِبَ هَؤُلاَءِ فيِ السَّّخَطِ، كَانَ فِي هَذَا دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّ أَوْلِيَاءَهُ يَرَوْنَهُ فِي الرِّضَى.
Ketika mereka (orang-orang kafir –pent.) terhalang dari Allah karena kemurkaan-Nya, maka ini merupakan dalil bahwa wali-wali yang dicintai-Nya akan melihat-Nya dalam keridlaan. (Syarh Aqidatu ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, hal. 191)

Dalil-dalil tentang akan dilihatnya Wajah Allah

Dalil-dalil yang menunjukkan akan dilihatnya wajah Allah oleh kaum mukminin di akhirat selain ayat-ayat di atas sangat banyak. Di antaranya:

1. Firman Allah سبحانه وتعالى:
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلاَ يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلاَ ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ. (يونس: 26)
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (Yunus: 26)

Yang dimaksud dengan “tambahan” pada ayat di atas adalah memandang wajah Allah sebagaimana disebutkan dalam satu riwayat dari Shuhaib رضي الله عنه ketika menafsirkan ayat di atas Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
ثُمَّ إِذَا دَخَلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُوْلُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى تُرِيْدُوْنَ شَيْئًا أَزِيْدُكُمْ فَيَقُوْلُوْنَ أَلَمْ تُبَيِّضْ وُجُوْهَنَا أَلَم تُدْخِلْنَا الْجَنَّةَ وَتُنْجِيْنَا مِنَ النَّارِ قَالَ فَيَكْشِفَ الْحِجَابَ فَمَا أُعْطُوْا شَيْئًا أَحَبَّ إلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ. (رواه مسلم)
Kemudian ketika penghuni surga telah masuk surga, Allah tabaraka wa ta’ala berfirman: “Apakah kalian menginginkan sesuatu tambahan?” Mereka menjawab: “Bukankan engkau telah memutihkan wajah-wajah kami, bukankah engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan Kau selamatkan kami dari api neraka?” Kemudian Allah menyingkapkan hijabnya, maka tidak ada pemberian yang lebih mereka sukai daripada memandang wajah Allah Azza wa Jalla. (HR. Muslim)

2. Demikian pula dalam surat al-Qiyamah, Allah sebutkan lebih tegas lagi tentang orang-orang yang beriman dengan wajah yang berseri-seri memandang wajah Allah:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ. (القيامة: 22-23)
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabb-nyalah mereka melihat. (al-Qiyamah: 22-23)

Ayat ini dengan jelas sekali menunjukkan akan dilihatnya Allah. Namun, mereka yang menolak akan dapat dilihatnya Allah pada hari kiamat berkilah bahwa kata “nadhara” belum tentu bermakna “melihat”, tapi bisa juga mempunyai makna lain yaitu “menunggu”, “tafakkur” dan lain-lain. Bantahan terhadap mereka adalah bahwa memang kata “nadhara” dapat memiliki beberapa makna, tetapi kita dapat mengetahui makna yang dimaksud dengan memperhatikan “huruf bantu”nya.

1. Jika kata “nadhara” disebutkan tanpa huruf bantu, maka bermakna “menunggu”. ٍSeperti ayat Allah:
انْظُرُونَا نَقْتَبِسْ مِنْ نُورِكُمْ. (الحديد: 13)
…Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahaya-mu… (al-Hadiid: 13)

2. Jika kata “nadhara” disebutkan dengan huruf bantu “fie”, maka bermakna tafakkur dan mengambil pelajaran. Seperti dalam firman-Nya:
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ... (الأعراف: 185)
Apakah mereka tidak memperhatikan/tafakkur terhadap kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah…? (al-A’raaf: 185)

3. Adapun jika kata “nadhara” disebutkan dengan huruf bantu “ila”, maka maknanya adalah “melihat dengan mata”. Seperti ayat Allah:
...انْظُرُوا إِلَى ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ... (الأنعام: 99)
Lihatlah kepada buah-buahan di waktu pohonnya telah berbuah… (al-An’aam: 99)
Oleh karena itu dalam ayat di atas (surat al-Qiyamah), Allah سبحانه وتعالى dengan jelas mengatakan “ila rabbiha nadhirah”, yang berarti kata “nadhara” disebutkan dengan huruf bantu “ila” dan bermakna “melihat dengan mata kepala”.
Apalagi disebutkan oleh Allah سبحانه وتعالى pelaku dari pekerjaan melihat di atas adalah “wajah-wajah mereka”. Maka tidak tepat kalau diartikan “wajah mereka menunggu” atau “wajah mereka bertafakkur”. Yang tepat adalah “wajah mereka melihat”, karena kemana mata memandang ke sana pulalah wajah menghadap. (Penjelasan lebih lengkap, baca Syarh Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izzi, hal. 189-190)

Ini adalah bantahan buat mereka yang menyelewengkan makna nadhara pada makna-makna lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan lafadhnya, bahkan keluar dari kaidah bahasa arab. Takwil-takwil mereka yang rusak inilah yang telah menghancurkan agama dan dunia

Oleh: JamaahMasjid.blogspot.com

Klik http://facebook.com/SHOLAT.BERJAMAAH.DI.MASJID.YUK untuk bergabung dengan jamaah lainnya.

Klik di sini untuk mendownload file-file Islami.

Klik 'Bagikan' untuk menyebarkan dakwah ini.

Related Posts

Bertemu dengan Allah سبحانه وتعالى
4/ 5
Oleh