Senin, 14 November 2016

Pola Pembalasan Allah



Ada orang (politikus, pelawak, dll) yg kalau ngomong suka nyakitin orang lain, mereka dikasih sakit parah dulu sebelum akhirnya wafat.

Sebenarnya Allah gak pernah zalim kpd hambaNya, krn saat sakit itulah penghapus dosa dan ada kesempatan bertaubat.

Raja Namrud, Raja Firaun dikasih perlawanan terhadap apa yg dulu mereka banggakan tapi yg mereka banggakan itu tdk bisa mengalahkan pembalasan Allah.

Raja Namrud punya wajah ganteng dan fisik yg sangat kuat, ia mengaku Tuhan dan tdk terima Nabi Ibrahim 'mempermalukan' dirinya di hadapan rakyatnya. Singkat cerita, Namrud mati setelah Allah kirim seekor lalat masuk ke dalam hidungnya dan menetap di otaknya selama 3 hari. Bisa ia melawan lalat itu meski ia besar dan kuat?

Firaun punya kekuasaan yg luas dan ditakuti, tapi Allah tenggelamkan ia ke dalam laut dan ketika hendak bertaubat sudah keburu mati.

Qarun memiliki harta yg sangat banyak, ia bangga dan sombong dgn itu. Bahkan kuncinya pun mesti diangkat oleh orang2 terkuat di jamannya. Tapi oleh Allah dibenamkanNya Qarun beserta harta2nya ke dalam bumi.

Itu contoh2 dahsyat yang jadi pelajaran bagi semua umat.

Contoh kecil yg biasa kita lihat terkait pola 'pembalasan' Allah:

Ada sepasang suami istri (pengusaha) tdk punya cukup uang utk hidup 'nikmat' katanya. Kufur nikmat. Akhirnya mereka pinjam duit ke bank dan bisnisnya jadi lancar. Ingin makin besar lagi mereka pinjam lagi. Sampai akhirnya roda kehidupan ada di bawah, customer/klien mereka mengalami macet bayar. hingga singkat cerita mereka pun gak bisa bayar juga cicilan hutang ke bank. Riba adalah haram. Balasannya ngeRI BAnget.

Yang terjadi berikutnya rumah tangga mereka kacau, jual macam2 hingga akhirnya bangkrut, diteror terus sana-sini, puncaknya adl menjadi lebih miskin daripada kehidupan yg sebelumnya mereka tdk pinjam uang ke bank.

Mungkin yg akan kita lihat nanti di republik ini, kalau belajar dari pola sejarah, akan seru melihat pemimpin yg sangat kemaruk dgn proyek dan kekuasaan (dgn cara menindas, menipu, menzhalimi, menistakan agama). Ia memiliki uang yg tiada habisnya, mampu mendatangkan penjaga2 ke rumahnya, pengawal2 di kampanyenya sangat banyak yg belum pernah ada sebelumnya, pembantu2 yg setia, dll.

Maka benarlah. Yang ia banggakan itu (kekuatan, kekuasaan, kekayaan) akan terus kita lihat sampai pada masanya nanti itu HABIS dan ia bisa menjadi seperti contoh di atas yg di akhir hayatnya semua yang ia banggakan itu tdk bisa melawan 'Perlawanan' dari Tuhan. Semoga kita mati dalam keadaan khusnul khotimah.

Jadi bersabarlah kawan seperjuangan, sampai duit dia nanti habis dan itu masih panjang kelihatannya, kita akan melihat perlawanan2. Dia Yang Bisa Memberi Uang Tiada Habisnya, Dia pula Yang Bisa menghentikan suplai uang untuknya, sangat mudah bagiNya. Tapi sebenarnya semakin panjang pula kesengsaraan dia dan ia makin jauh dari angan-angannya, seandainya kamu mengetahui.

Sebenarnya sudah banyak yg mendoakan agar ia mendapat hidayah, tdk perlu ditanyakan lagi. Kalau lihat polanya seperti ini, saya jadi tertarik melihat endingnya nanti. Ada banyak hikmah yang bisa diambil (baik kemenangan ataupun kekalahan), dan Allah sudah tunjukkan sebagian kemenangan2 kecil: ada yg ketakutan kabur, ada yg mengadakan demo tandingan tapi sangat sedikit dan diguyur hujan pula, datangin saksi ahli dari Mesir eh dianya pulang.

Jadi memang telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Allah terangkan kepada kita ayat-ayatNya, jika kamu memahaminya. See QS. 3:118

Jika ada yg merasa kasihan kepadanya, ketahuilah itu berarti di lubuk hati kecilnya sudah turut bisa merasakan kesengsaraannya dan tipu dayanya.
Semua itu ada polanya. Sukses ada polanya. Pertolongan Allah ada polanya. Pembalasan Allah pun ada polanya.

Terima kasih sudah membaca tulisan panjang ini, jika dirasa bermanfaat buat kita yg peduli dgn agama kita, boleh dishare. Nuhun

Senin, 07 November 2016

Munafik: Penyebab Kehancuran Umat Islam

 

 

Perbedaan Orang Munafiq dengan yang Samar-samar Netral:


Sudah sunatullah-Nya kita akan berada di jaman penuh fitnah dan cobaan. Sering di postingan sosmed kita melihat/membaca orang munafiq berkata,

"Udah lah gausah ribut, Islam kan Rahmatan Lil Alamin"

"Jangan terprovokasi, Islam itu cinta damai." ini gaya khas munafiqun yang suka memutarbalikkan fakta.
"Kalau mau perang sana di Suriah."

"Ga usah lebay, yang di Suriah aja biasa aja, ini norak banget turun ke jalan sambil teriak2 Allahu Akbar."


Kenapa begitu?? karena Allah sudah katakan di surat Al-Munafiqun ayat 2 yang artinya, "Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. Sungguh berapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan."

Mereka mengatakan begitu sebagai perisai sekaligus berusaha memadamkan semangat kaum mukminun. Dan mereka juga suka memutarbalikkan kata-kata atau fakta.
  

Orang yang netral atau menjaga diri, entah dia takut atau memang sudah tidak peduli, dia akan diam. DIAM. DIAM adalah lebih baik buat mereka. Diam adalah keselamatan buat mereka. Kita tidak tahu apa dia sebenarnya, apakah seorang mukmin ataukan munafiqun. Nanti ada saatnya Allah tampakkan dia sebenarnya apakah dia mukmin atau munafiqun. Kalau munafiqun, giliran penista dan pendukung si nista dihina, dia marahnya bukan main.

Kalau orang mukmin, sudah jelas dia akan membela ulama dan mukminun, minimal dia marah dalam diam (tidak masa bodoh atau netral.

Bentuk Menghalang-halangi manusia dari jalan Allah:
-Membuat keruh postingan dengan berkata provokator, admin goblok, admin gila, dsb
-Menimpali komentar orang2 mukmin yang mengarah ke penciutan semangat.
-Menimpali komentar yang mengarah ke pembelaan kuffar dan liberalisme
-Meledek dan mengolok-olok kaum mukmin yang berdemo

Dengan itu semua mereka membuat mukmin yang lain jadi  tambah semangat kepada pertemuan dengan-Nya, dan muslim yang awam menjadi bingung dan ragu-ragu. Orang yang ragu-ragu ini juga dicela oleh Allah, dan orang-orang yang teguh pendiriannya itulah yang Allah sukai.


 Kaum kuffar dan munafiqun sudah dikunci hatinya sehingga mereka tidak dapat mengerti (QS.Al-Munafiqun:3), maka dari itu perbuatan mereka sangat menjengkelkan dan boleh diperangi (QS. At-Tahrim:9)

Allah Swt. memastikan bahwa golongan munafik adalah termasuk orang kafir. Golongan ini mendapat ancaman (ultimatum) dari Allah Swt. dalam surat al-Tahrîm [66]: 9: 
 
يا أيها النبي جاهد الكفار والمنافقين واغلظ عليهم ومأواهم جهنم وبئس المصير
Wahai Nabi! Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam, dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali”.

Cara Menghadapi Orang Munafik

        Kemunafikan merupakan fenomena sosial yang selalu ada di mana saja dan kapan saja. Karena itu, dalam menghadapi perilaku seperti ini alangkah baiknya kita selalu merujuk pada petunjuk Allah Swt. Sebab jika kita hanya mengandalkan potensi manusiawi, maka bisa saja yang terjadi adalah unsur balas dendam atas tindakan munafik orang lain. Allah Swt. berfirman dalam surat al-Nisa [4]: 89:
ودوا لو تكفرون كما كفروا فتكونون سواء فلا تتخذوا منهم أولياء حتى يهاجروا في سبيل الله فإن تولوا فخذوهم واقتلوهم حيث وجدتموهم ولا تتخذوا منهم وليا ولا نصيرا
        Mereka ingin supaya kalian menjadi kafir sebagaaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kalian menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kalian jadikan di antara mereka penolong-penolong, hingga mereka hijrah ke jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka dimana saja kalian menemuinya, dan janganlah kalian menjadikan seorangpun diantara mereka sebagai pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong.
          Dalam menafsiri ayat ini, Ibn Katsir menyatakan bahwa orang-orang munafik berharap sekali umat Islam yang lain akan ikut tersesat bersama mereka. Keinginan itu dibangun atas dasar permusuhan dan kebencian kepada kaum muslimin lainnya. Karena itu, Allah Swt. mengingatkan agar umat Islam tidak sekali-kali menjadikan mereka sebagai penolong, sampai mereka mau hijrah di jalan Allah dengan jalan bertaubat. Jika mereka menolak hijrah, maka mereka akan ketahuan belangnya. Selanjutnya, mereka boleh ditawan atau diperangi. Selama mereka masih berada dalam jurang kemunafikan, maka tidak selayaknya menjadikan mereka sebagai pelindung dan penolong.23     
        Dari sini dapat ditarik benang merah, bahwa cara menghadapi orang-orang munafik adalah dengan langkah berikut: (1) tidak menjadikan mereka sebagai pelindung, penolong, dan pemimpin; (2) bersikap tegas atau memerangi mereka; (3) waspada dan tidak mudah tergoda oleh ajakan mereka, karena orang-orang munafik memang pandai bersilat lidah dan bermanis muka.

Wa Allah A’lam bi al-Shawab


Ini Dia 10 Karakter Pembela Penista Qur'an




1. MUNAFIK. Dalam al Qur`an surat An Nisaa ayat 139 dan 140 dengan jelas divonis sebagai kaum munafik oleh Allah  bagi yang menjadikan kaum kafir teman dan pemimpin dengan meninggalkan kaum beriman, bahkan justru mendekati kaum kafir yang telah memperolok al Qur`an. Ditegaskan di akhir ayat 140 bahwa Allah akan mengumpulkan kaum kafir dan munafik di neraka jahannam.  

2. PENGKHIANAT. Membela orang kafir yang menghina Al Qur`an adalah bentuk pengkhianatan terhadap Islam hanya karena ingin mendapatkan keuntungan materi. Pengkhianat ditandai oleh hatinya yang selalu condong kepada kaum kafir, apalagi jika telah diberi makan oleh mereka. Pengkhianatan bisa disembunyikan, namun juga bisa terang-terangan.

3. PENISTA Kaum muslimin yang dengan sengaja membela, berteman dan bahkan menjadikan pemimpin para penista agama dari golongan orang kafir, maka diapun adalah serupa dengan orang yang dibela. Pembela penista al Qur`an adalah termasuk golongan penista juga.  Pembela penista adalah penista, lihat QS An Nisaa : 140.

4. PELACUR INTELEKTUAL. Banyak kaum intelektual muslim yang bergelar akademik tinggi (biasanya kuliah di Barat) dengan berbagai apologi dan fantasi intelektual membuat analogi-analogi yang seolah rasional, padahal sebenarnya hanya karena hatinya telah terjangkiti penyakit. Mereka biasanya terjebak oleh pragmatisme dan balas jasa, namun agar tidak terlihat dibungkus dengan kajian-kajian ilmiah. Mereka hakekatnya mirip dengan perilaku pelacur. Karena itu mereka layak disebut sebagai pelacur intelektual.

5. PECUNDANG. Pecundang adalah orang yang dalam hatinya tidak mau menghargai perjuangan kaum muslimin karena hatinya telah dipenuhi oleh penyakit iri dan dengki kepada kaum muslimin. Seorang yang bermental pecundang akan rela bergabung dengan kaum kafir demi memuaskan kedengkiannya. Dia akan senang jika melihat kaum muslimin menderita dan bersedih jika melihat kaum muslimin memperoleh kemenangan.

6. PENDUSTA. Salah satu karakter pendusta agama adalah mereka yang menolak memberikan bantuan kepada perjuangan kaum muslimin, sebaliknya dia justru dengan ringan memberikan bantuan kepada kaum kafir.



7. PENIPU. Seorang muslim yang cenderung kepada kaum kafir yang menghina Islam bermaksud menipu Allah, Rasulullah dan kaum muslimin. Padahal sebenarnya dia sedang menipu dirinya sendiri. Dirinyalah yang telah tertipu oleh hawa nafsunya. Dia sesungguhnya telah menyembah hawa nafsunya sendiri, tanpa dia sadari.  Dialah penipu yang tertipu. Terlebih lagi jika dia bermaksud menipu kaum muslimin, maka akibatnya adalah kehinaan dirinya.

8. PENJUAL AGAMA. Allah dengan tegas melarang kaum muslimin menjual agama dengan harga duniawi yang sangat sedikit. Allah mengancam dengan keras bagi seorang muslim yang menjual agama  untuk mendapatkan keuntungan materi duniawi.  Membela penista ayat Qur`an biasanya diakibatkan aqidahnya telah terbeli oleh orang kafir, dengan kata lain perutnya terisi makanan dari orang kafir yang mengakibatkan tumpulnya akidah dalam hatinya. inilah karakter muslim yang telah menggadaikan akidahnya demi materi duniawi.

9. PENGEMIS. Mental seorang pengemis adalah mental menghinakan diri demi mendapat secuil materi. Mental pengemis adalah bentuk kehinaan yang dilarang Islam. Jika menjadi pengemis materi saja dianggap sebuah kehinaan, apalah lagi jika menghinakan diri dengan cara membela kaum kafir yang menista Al Qur`an demi mendapatkan secuil isi perut. Maka seorang muslim yang seperti ini harganya tidak lebih dari apa yang dikeluarkan dari perutnya.

10. DUNGU. Orang kafir yang menista al Qur`an adalah nyata-nyata sebuah perbuatan jahat dan akan mendapat siksa dari Allah. Seorang muslim yang justru membelanya adalah bentuk kedangkalan akalnya. Akal pembela kaum kafir yang menista al Qur`an telah mengalami disfungsi intelektual. Disfungsi intelektual inilah yang melahirkan kedunguan dan kebodohan dalam dirinya. Jika orang kafir membela orang kafir, itu wajar. Namun jika orang muslim membela orang kafir yang menghina Islam, itulah bentuk kedunguan sejati



Ahmad Sastra (dakwatuna)

Catat Ya! Tidak Pernah Ada Sejarahnya RI-1 Menemui Tukang Demo

 
 
JamaahMasjid - Begini ya....
Dalam 71 tahun Indonesia merdeka, tidak pernah ada cerita RI-1 menemui perwakilan demonstran....
RI-1 akan mengundang secara RESMI siapa-siapa saja yang dianggap sebagai Tokoh formal maupun informal
Catat yaa : RI-1 yang dalam posisi "mengundang".

Dari sisi Jokowi :
Jokowi sudah mendatangi Prabowo.
Jokowi sudah mengundang NU, Muhammadiyah, MUI dan juga FUI.

Tapi jangan berharap bahwa Jokowi sebagai RI-1 akan mau menemui demonstran yang berteriak mengancam.
Karena itu secara SIMBOLIS bisa disalah artikan bahwa pemimpin tertinggi NKRI akhirnya tunduk pada tekanan.

Bahwa JK sebagai RI-2 atas PERINTAH Jokowi akhirnya bersedia menemui demonstran, sesungguhnya dikhawatirkan bisa menjadi presiden.
Bahwa sebelumnya Menko Polhukam dan Mensesneg sudah menawarkan diri untuk menemui demonstran, sesungguhnya itu sudah LEBIH DARI CUKUP.


Minggu, 06 November 2016

Penjelasan Saksi Ahli Pidana Kasus Ahok Yang Akan Bungkam Pernyataan " Sebenarnya Ahok Tak Menghina"

TajukIndonesia - Prof Mudzakkier, saksi ahli hukum pidana kasus dugaan penodaan agama oleh Gubernur DKI Ahok, yang dihadirkan pihak pelapor mengisyaratkan unsur tindak pidana penodaan agama memang telah dilakukan.

Kepada Aktual, dirinya menjelaskan bahwa ucapan Ahok yang dinilai sebagai penodaan agama cukup pada pernyataan intinya saja, tidak semuanya. “Kalau ada yang bilang lihat dari awal sampai akhir, menurut saya malah kurang pas,” ujar guru besar hukum pidana UII Yogyakarta ini, Minggu (6/11).
Seperti diketahui, ucapan penodaan agama oleh Ahok dilakukan saat kunjungan kerja sebagai Gubernur. Maka motivasi Ahok mengebut ayat Al-Qur’an terlebih menjurus konteks pilkada patut dipertanyakan, hal inilah menurut Mudzakkier yang jadi pokok persoalan.
“Jika Ahok berbicara dalam (acara) perbandingan agama, tentang bagaimana memilih pemimpin menurut Kristen, Hindu, Buddha, Islam dan lain-lain tentu nggak akan jadi akan masalah, tapi ini kan tidak,” kata dia.
Lebih lanjut, Mudzakkier menganggap Ahok tidak punya kompetensi untuk mengutip dan mengintepretasi ayat Al-Qur’an sebab Ahok pribadi tidak mengimani Al-Qur’an sebagai kitab suci.
“Apabila Ahok ceramah di acara keagamaan yang dia anut kemudian berucap kitab suci agama lain adalah bohong, itu dapat dimaklumi. Asalkan di komunitas mereka saja,” tegasnya.
Hal tersebut sama halnya ketika umat Muslim dalam acara keagamaannya mengatakan Nabi Isa As bukan Tuhan, bagi Mudzakkier itu tidak jadi soal sebab memang diatur dalam Al-Qur’an.
“Namun Ahok mengintepretasikan ayat Al-Qur’an didepan komunitas umum yang didalamnya ada Muslim. Kalau dia (Ahok) mau mengutip ayat ya dari kitab suci dia saja, tidak usah kitab suci orang lain. Jangan lompat pagar orang lain,”
Mudzakkier juga menyoroti sejumlah pihak yang membuat opini bahwa Ahok sebenarnya tidak bermaksud menghina. Dirinya lantas mempertanyakan siapa orang yang ditunjuk Ahok ‘memakai’ ayat 51 Al-Maidah, sebab konteks ini harus jelas karena jika tidak, tentu yang disasar Ahok adalah ayat 51 Al-Maidah itu sendiri.
“Harus dipahami duduk persoalannya seperti apa, biar nggak dipelintir sana-sini,”
Oleh sebab itu, pernyataan Ahok menurut Mudzakkier telah penuhi unsur tindak pidana yang dimaksud dalam pasal 156 (a) KUHP, penodaan agama terhadap ajaran kitab suci Al-Qur’an yang termuat pada Surah Al-Maidah ayat 51. (akt)
Sumber: Tajuk Indonesia

Bantahan Sederhana terhadap Makan Pakai Sendok vs Makan Sendok

Pasca Aksi 4 Nov, Ahok Mulai Tersudut dan Kembali Menyerang Buni Yani

 
 
JamaahMasjid - Pasca Aksi Bela Islam II di Jakarta 4 november lalu, aktor penista Alquran Ahok mulai tersudut dan mulai kembali menyerang Buni Yani.

Dalam pemberitaan yang di posting oleh detik.com sabtu kemarin, Ahok sebut Buni Yani telah memfitnah dirinya dan membuat gaduh negara.

Ahok berkilah jika dirinya siap dihukum jika terbukti bersalah dalam dugaan kasus penistaan agama. Namun Ahok menginginkan hukum juga harus ditegakkan kepada Buni Yani, orang yang pertama kali mengunggah video dirinya saat melontarkan pernyataan terkait Surat Al Maidah 51 di Kepulauan Seribu.

Ahok menuding, ada kesengajaan yang dilakukan oleh Buni Yani ketika memotong ucapannya dan memposting di akun Facebook. Ahok merasa tak ada yang salah dengan pernyataannya, namun Buni Yani-lah aktor yang membuat gaduh karena salah membuat transkrip Ahok terkait Surat Al Maidah 51.
Padahal sebelumnya, sudah sangat jelas jika dalam video tersebut Direktorat Tindak Pidana Hukum Badan Reserese Kriminal Polri menyatakan tidak ada pengeditan dalam video terkait pernyataan Gubernur DKI Ahok yang mengutip Al Maidah ayat 51.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Agus Andrianto mengatakan, polisi telah membandingkan video yang beredar di media sosial dengan yang asli. Hasilnya, tak ada pengeditan yang mengubah isi pernyataan Ahok dalam video tersebut.

"Hanya dipotong dari video panjang jadi pendek, tidak ada pengurangan atau penambahan," kata Agus di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Selasa (25/10).  
Hal tersebut di beritakan oleh CNN seketika Bareskrim mengungkapkan hasil penyelidikan video Ahok di Kepulauan Seribu.


Saat ini Buni Yani terus diserang oleh pendukung Ahok, sehingga Buni Yani meminta kepada pendukung Ahok agar tidak melakukan provokasi. Karena menurutnya itu hanya akan memperburuk suasana.

"Buat kawan-kawan pendukung Ahok yang terus memanasi suasana agar saya diproses secara hukum, tolong provokasi kalian dihentikan. Yang kalian lakukan ikut memperburuk kondisi. Ini bukan kata saya, tapi kata orang lain," ujar Buni Yani lewat lamaman Facebook-nya, Sabtu (5/11).


Sejak Ia dilaporkan ke polisi sebulan lalu, Buni Yani mengaku dukungan berdatangan tak henti-henti. Ini karena ia dianggap tak bersalah. Justru mereka menganggap apa yang ia lakukan bagian dari tugas sesama warga negara untuk saling mengingatkan.


Sumber: beritaislam24h.net

Sabtu, 05 November 2016

Cara Mandi Junub yang Paling Ringkas

Assalamu’alaikum ustadz, mau tny mengenai mandi wajib/junub. Jika sy mandi wajib dengan membasahi seluruh tubuh dan membersihkannya tanpa mengikuti tata cara sprti berwudhu terlebih dahulu dst. Apakah mandi wajibnya sah?
Jazakallah khair ustadz
Itu pertanyaan di group Tanya Rumaysho Puteri (https://telegram.me/tanyarumaysho2)




Jawaban:
Kalau kita perhatikan dalam ayat Al-Qur’an yang membicarakan tentang perihal mandi, kalimat yang digunakan adalah kalimat perintah fath-thaharu ‘mandilah’, punya makna mengguyur seluruh badan dengan air. Dalam ayat disebutkan,
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
Dan jika kamu junub maka mandilah …” (QS. Al Maidah: 6).
Dalam ayat ini tidak dikhususkan satu anggota tubuh dari anggota lainnya. Akan tetapi, Allah jadikan bersuci untuk seluruh badan.
Tata cara mandi adalah dengan mengguyur seluruh badan luar dengan air, termasuk pula bagian bawah rambut, baik rambut yang tipis maupun yang tebal. Mandi dilakukan dengan membasuh atau mencuci, bukan mengusap.
Juga ayat menunjukkan bahwa mandi besar tidak ada syarat berurutan dan muwalah (tidak memisah antara bagian yang satu dan lainnya).
Kalau kita lihat dalam hadits di antaranya adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menceritakan tata cara mandi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جَسَدِهِ كُلِّهِ
Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i, no. 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan,
هَذَا التَّأْكِيد يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ عَمَّمَ جَمِيع جَسَدِهِ بِالْغُسْلِ
“Penguatan makna dalam hadits ini menunjukkan bahwa ketika mandi beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.” (Fath Al-Bari, 1: 361)
Jadi kalau ada yang bertanya tata cara mandi yang ringkas adalah cukup mengguyur air pada seluruh badan, tanpa memulai dengan wudhu. Itu sudah memenuhi rukun dalam mandi junub.
Adapun tata cara mandi yang sempurna adalah dengan berwudhu terlebih dahulu lalu dilanjutkan dengan mengguyur air pada seluruh badan seperti disebutkan dalam hadits ‘Aisyah berikut ini.

Dari ‘Aisyah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari, no. 248; Muslim, no. 316)

Semoga bermanfaat.

Allahumma inna nas-aluka ‘ilman naafi’a, Ya Allah karuniakanlah kepada kami ilmu yang bermanfaat.


Sumber :Rumaysho

Begini Cara Jokowi Menangani Demo




JamaahMasjid, Jakarta - Presiden Joko Widodo berbagi tips mengatasi demo. Pada saat memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia, mantan Wali Kota Solo ini menuturkan suka-dukanya saat warga Solo unjuk rasa beberapa tahun silam.

Enam bulan pertama Jokowi saat menjabat sebagai Wali Kota, hampir setiap minggu ada unjuk rasa masyarakat. Setelah enam bulan ia mengamati gerak-gerik para pendemo, akhirnya ia menemukan konsepnya. Saat pertemuan, 100 persen mereka ternyata kerjanya melotot dan marah-marah. “Saya pelajari dan saya tampung terus,” katanya. “Saat itu saya hadapi sendiri 3500 massa."

Jokowi meminta polisi yang mengamankan unjuk rasa kembali ke markasnya. Polisi sempat menolak. “Tapi demo ini besar sekali, Pak, bantah petugas. Tapi saya paksakan mereka menyingkir,” kata Jokowi.

Para pendemo diminta masuk, Jokowi menyediakan makanan ringan. Setelah mereka makan barulah Jokowi mendekati mereka. “Ini penting dan inilah kunci saya,” katanya.


Jokowi lalu bertanya kepada para pendemo mengenai konsep tuntutan mereka. Sebaliknya, Jokowi menjelaskan konsep miliknya. "Ayo ini konsep saya. Konsepmu mana kalau enggak mau malu,” ujarnya.

Ia mengaku demo seperti itu hampir sering terjadi di Solo. Pada tahun kedua kepemimpinannya, jumlah peserta unjuk rasa turun 80 persen. Tahun-tahun berikutnya makin berkurang.

Menurut Jokowi, kesalahan pemimpin adalah merasa diri pintar. Padahal, masyarakat perlu dan mau didengarkan oleh pemimpin. Dengan melakukan pengamatan, medan, dan situasi, Jokowi mampu melunakan para masyarakat yang merasa tidak diperhatikan pemerintah. “Itulah yang saya lakukan, tidak tahu yang lain,” ujarnya.

Kini, Jokowi mengklaim sudah enam tahun kepemimpinannya tidak mendapatkan protes dari masyarakat. Ia juga berharap para pemimpin yang lain bisa mendengarkan suara masyarakatnya dengan baik. “Saya sudah enam tahun tidak didemo,” kata presiden merakyat ini yang terakhir pada demo akbar 4 11 kemarin malah kabur dari para ulama dan umat Islam yang datang ke Istana.

Mengintip Kerennya Helikopter VVIP Baru Presiden Jokowi




JamaahMasjid, Jakarta - Presiden RI Joko Widodo melalui anggaran TNI-AU telah membeli Helikopter baru yang dikhususkan untuk pelayanan VVIP. Agusta Westland AW-101, bukan helikopter biasa yang digunakan untuk angkutan udara.

‎Kepala Dinas Penerangan TNI-AU Marsma Dwi Badarmantyo menjelaskan sebenarnya TNI-AU dihadapkan kepada beberapa pilihan helicopter saat ingin memilih armada baru untuk kelas VVIP tersebut.

"Sebenarnya awalnya ada beberapa pilihan, tapi akhirnya pilihan jatuh ke situ (AW-101). Karena kita pertimbangan dari aspek keamanan, kenyamanan dan daya jelajahnya," kata Dwi saat berbincang dengan Liputan6.com.

Dari pembelian pertama, Dwi mentargetkan helikopter yang dirakit di Italy ini akan datang pertama ke Indonesia ‎pada bulan April 2016. Hingga tahun 2019, ditargetkan TNI-AU akan mengelola 6 helicopter VVIP ini dan sudah masuk dalam Rencana Strategis (Renstra) TNI-AU 2015-2019.
‎"Harganya relatif lah, tergantung bagaimana spesifikasi berkembang nantinya, bagaimana aksesorisnya, misalnya berlapis emas ya lebih mahal, ‎terus kalau anti peluru ya lebih mahal juga, tapi pastinya bagaimana itu saya tidak bisa ungkapkan karena ini bagian dari porsedur keamanan," terangnya.

Helikopter AW-101 tercatat memiliki standar pengamanan modern, seperti perahu karet dan sarana bantalan udara yang mengembang seperti air bag (kantong udara) saat terjadi benturan.
‎Helikopter tersebut mampu mengangkut 13 penumpang dan memiliki kenyamanan serta ruang kabin yang lebih luas dibandingkan dengan helikopter Super Puma.
"Baling-baling AW-101 ini ada tiga, lalu engine juga ada tiga, jadi otomatis daya jelajahnya lebih luas dari Super Puma," tutup Dwi.

Helikopter kepresidenan jenis Agusta Westland AW-101 ini akan dioperasikan oleh Skuadron Udara 45 VVIP, yang berpangkalan di Lanud Halim. Saat ini, Skuadron 45 mengoperasikan helikopter kepresidenan jenis Super Puma buatan Perancis yang dirakit di PT Dirgantara Indonesia tahun 1980-an.

Selama ini, Skuadron Udara 45 yang dibentuk sejak tahun 2011 mengoperasikan lima helikopter Super Puma. Mereka sebelumnya tergabung dalam Skuadron Udara 17 VVIP yang mengoperasikan pesawat fixed wing dan rotary wing (helikopter).‎ (Yas/Zul)

Sumber: Liputan6.com



Jumat, 04 November 2016

Rakyat Ada Ketika Jokowi Butuh Dukungan, Tapi Jokowi Pergi Ketika Rakyat Membutuhkannya



RILIS

FahriHamzah :

Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengatakan Presiden Jokowi melakukan kesalahan fatal tidak mau menemui masyarakat dan para ulama yang ingin bertemu dalam aksi damai hari ini. Jokowi menurut Fahri nampaknya tidak paham bahwa aspirasi masyarakat itu penting.

“Masyarakat utamanya itu secara keseluruhan hanya menggugat dan menuntut penegakan hukum dan secara spesifik terkait dengan Ahok. Meninggalkan masyarakat dari berbagai elemen dan para ulama adalah kesalahan fatal Jokowi ,” ujar Fahri ketika dihubungi, Jumat (4/11).

Terlebih menurut Fahri alasan Jokowi meninggalkan para pendemo damai itu hanya untuk melihat proyek yang sebenarnya sangat bisa diwakilkan oleh menteri-menterinya. “Presiden mengambaikan demo terbesar dalam sejarah indonesia, hanya untuk melihat proyek yang bisa dilakukan menteri,” tambahnya.

Fahri sendiri takjub melihat jutaan pendemo yang melakukan aksi hari ini dengan damai. ”Ini kalau dihitung saja jumlah orang dari Istiqlal ke istana tidak putus dan menutup semua ruas jalan bisa mencapai sejuta orang. Belum lagi yang ada di bundaran HI,Bundaran Bank Indonesia,” imbuhnya.
Fahri sendiri merasa Jokowi tidak memiliki kepemimpinan dan tidak memiliki perasaan karena telah mengabaikan para pendemo yang datang dari seluruh daerah di Indonesia. Jokowi dinilainya juga tidak memiliki kepribadian timur karena tidak mau menerima tamu yang sudah hadir didepan pintu kediamannya.

”Para pendemo itu datang dari seluruh Indonesia, seperti Aceh, Padang, Medan, Jogjakarta, Solo, NTB, Makasar dan lain-lain menggunakan biaya sendiri untuk menyampaikan aspirasi mereka dan yang mereka tuntut itu memang kewajiban pemerintah menegakkan hukum, tapi tidak diacuhkan. Jelas Jokowi tidak punya leadership dan tidak punya perasaan,” ujar Fahri.

Penolakan Jokowi terhadap para peserta aksi diyakini Fahri akan berdampak pada Jokowi sendiri. Dia akan terima akibat dari sikapnya karena telah menganggap remeh sesuatu yang besar. ”Ini akan fatal akibatnya buat Jokowi sendiri,” tegasnya.

Jokowi dinilainya juga tidak memahami sejarah, hukum maupun konstitusi Indonesia. Semua langkah Jokowi ini diyakini Fahri menjadi pertanda keberadaannya sebagai presiden apakah kedepan dia masih tetap ada atau tidak. Dukungan pada Jokowi yang ditegaskan oleh Jokowi sendiri secara sukarela karena rakyat merasa Jokowi ada untuk mereka sehingga rakyat ada untuk dia, akan hilang karena kini ketika rakyat membutuhkannya, Jokowi pergi.

“Volunterianisme yang menjadikan Jokowi besar datang dari perasaan rakyat memiliki pemimpin yang akan ada untuk mereka, makanya mereka pun mau mendukung dan berkorban. Sekarang perasaan itu tak ada lagi dan hilang karena sikap Jokowi sendiri yang tidak ada bagi rakyat. Orang tidak akan lagi mau mendukungnya,” imbuhnya.

Terakhir Fahri mengatakan bahwa ketika jutaan orang sudah merasa mereka tidak punya pemimpin, karena pemimpinnya tidak ada dan tidak hadir buat mereka,maka tunggu saja nanti. ”Menjadi pemimpin itu panggilan jiwa,kalau tidak ada panggilan jiwanya begini jadinya,” tandasnya.

Sumber: Fahri Hamzah Fanpage

Fahri Hamzah: Dua Cara Jatuhkan Presiden, lewat Parlemen Ruangan atau Parlemen Jalanan




JamaahMasjid - (Jumat 4 November 2016)
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyinggung soal penggulingan pemerintahan. Ia menyatakan, ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menjatuhkan presiden.

Hal itu disampaikan Fahri saat berorasi dalam "Aksi Bela Islam" di depan Istana Negara, Jakarta, Jumat (4/11/2016).

Fahri berorasi di depan massa yang menuntut proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait dugaan penistaan agama.

"Jatuhkan presiden itu ada dua cara, pertama lewat parlemen ruangan dan kedua lewat parlemen jalanan," kata Fahri.

(Baca: JK: Kapolri Janji Selesaikan Kasus Ahok dalam Dua Minggu)

Karena itu, Fahri mengimbau agar Presiden Joko Widodo berhati-hati dalam menyikapi proses hukum terhadap Ahok yang kini tengah berlangsung.

Sebab, kata Fahri, dalam menyikapi proses hukum terhadap Ahok, Presiden dirasa mengintervensi.
"Jadi hukum harus ditegakkan seadilnya tanpa intervensi. Kalau tidak, parlemen ruangan bisa bertindak untuk menggalang mosi tidak percaya atau parlemen jalanan yang bertindak menuntut Presiden mundur," lanjut Fahri.

Sumber: Facebook Fahri Hamzah

Kamis, 03 November 2016

Delapan Tuntunan Nabi dalam Bercinta, No 2 Istri Wajib Tahu!




SEBAGAI makhluk sempurna, manusia juga memiliki rasa cinta. Sebuah rasa yang jika benar-benar dilandasi iman akan menghadirkan kekuatan super dahsyat yang mampu menjadi motor penggerak perubahan.

Cinta yang tumbuh karena iman adalah bahtera terbaik untuk sukses mengarungi samudera kehidupan di dunia dan akhirat. Demikianlah cinta antara Nabi Ibrahim dan Siti Hajar, Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah, serta cinta Sayyidina Ali dengan Fatimah Az-Zahrah. Itulah mengapa Islam sebagai sebuah peradaban memandang cinta sebagai perkara utama.

Tidak salah jika kemudian muncul ungkapan bahwa, peradaban juga dimulai dari ranjang. Karena Islam sebagai agama tidak melewatkan satu perkara pun dalam kehidupan ini, melainkan telah mengaturnya dengan sedemikian rupa, termasuk dalam perkara bercinta.

Bahkan jauh sebelum ke ranjang, setiap Muslim harus benar-benar teliti, cermat, dan cerdas dalam menentukan siapa pasangan yang tepat dalam kehidupannya, sehingga semakin kokoh keimanan, semakin kuat ketakwaan, dan semakin menggelora ketaatan dalam menapaki jalan kebenaran. Inilah cinta yang benar.

Rasulullah menjelaskan bahwa ada empat syarat utama untuk melihat calon pasangan. Mulai dari kecantikan, keturunan (nasab), kekayaan, hingga keyakinan (agama). Dan, dari semua kriteria itu, keyakinan (agama) adalah yang utama harus diprioritaskan.
“Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama, niscara engkau beruntung.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Tuntunan Nabi dalam Bercinta
Maka tidak heran jika Rasulullah memberi petunjuk yang sangat sempurna terkait urusan cinta ini, sehingga tidak saja mendatangkan kenikmatan ragawi, tetapi juga menyehatkan jiwa dan menentramkan hati.
Nah, di era modern ini, cara bercinta Nabi adalah cara paripurna untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, sehingga tidak ada yang lebih indah bagi seorang suami melainkan istrinya sendiri. Dan, tidak ada yang sangat menawan bagi seorang istri, selain suaminya sendiri. Dalam spirit cinta mereka, tertanam harapan kuat, akan lahirnya generasi rabbani, generasi qur’ani yang hidup untuk mengabdi kepada Allah demi menjayakan Islam dan umat Islam.
Lantas, bagaimanakah cara terbaik untuk memperagakan kehidupan special itu sehari-hari bersama istri atau suami?

Pertama, ciptakanlah suasana rumah yang romantis. Suasana rumah yang membuat suami betah di dalam rumah. Dan, selalu siap bercinta dengan pasangan setiap kehendak untuk hajat terindah kehidupan dunia itu muncul dari suami (pasangan). Para pria sering lalai urusan romantisme ini. Padahal banyak wanita suka dengan suasana romantis.

Kedua, jangan suka menunda dan menolak.  Nabi yang melarang seorang istri menolak ajakan suami. Umumnya pria agresif sedang wanita pemalu.  Dalam sebuah hadits dituturkan, Rasulullah bersabda: “Jika seorang istri dipanggil oleh suaminya karena hajat biologisnya, maka hendaknya segera datang, meski dirinya sedang sibuk.” (HR Turmudzi).
Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: “Allah melaknat wanita yang menunda-nunda, yaitu seorang istri ketika diajak suaminya ke tempat tidur, tetapi ia berkata, ‘nanti dulu’, sehingga suaminya tidur sendirian.” (HR Khatib).
Dalam hadis lain dituturkan: “Jika suami mengajak tidur istrinya, lalu sang istri menolak, yang menyebabkan sang suami marah kepadanya, maka malaikat akan melaknat istri tersebut sampai pagi tiba.” (HR Bukhari dan Muslim).
Bagi mereka yang terserang virus feminisme, mungkin makna hadits itu bisa diselewengkan. Tetapi, jika kita kaji lebih dalam, sebenarnya hadits itu mengajak para istri untuk mampu menciptakan suasana rumah tangga yang hangat penuh gelora cinta.
Dengan kata lain, istri harus mempersiapkan segalanya demi kenikmatan bercinta bersama suami. Dan, istri yang cerdas, tidak akan pernah menemui suaminya dalam kondisi terpanggil, tetapi menyerahkan diri dengan sepenuh hati. Dengan cara seperti itu, Insya Allah, kehidupan rumah tangga akan bahagia selamanya.

Ketiga, mengatur waktu. Suami juga jangan sampai salah paham. Hadits di atas tidak berarti suami punya hak memaksa. Suami juga harus tahu diri, apakah para istri dalam keadaan kelelahan setelah bekerja seharian di rumah atau tidak. Maka sebaiknya masalah ini saling memahami.  Suami-istri  sebaiknya bisa mengatur waktu, sehingga aktivitas bercinta dapat terlaksana sesuai dengan yang seharusnya.
Jadi, berusahalah untuk bisa mengatur waktu, sehingga terciptalah keharmonisan rumah tangga

Keempat, bercintalah sesuai tuntunan Nabi. Proses bercinta adalah bagian dari iman, maka pelaksanaannya pun harus sesuai tuntunan Nabi. Tidak boleh keluar dari koridor yang telah ditetapkan oleh Islam. Sebab bercinta (making love) bukan sekedar pemuasan diri, tetapi juga proses persiapan melahirkan generasi rabbani. Oleh karena itu, aktivitas bercinta harus juga karena Allah Subhanahu Wata’ala dan diniatkan karena ibadah, bukan sekedar kesenangan biologis semata.

Kelima, pada tempat yang benar secara syariat.  Mendatangi istri pada tempatnya (farji) bukan yang lain (dubur/anal). Jika sampai hal itu terjadi, maka baginya laknat Allah Subhanahu Wata’ala.
Rasulullah bersabda, “Allah tidak akan melihat orang yang menyetubuhi seorang laki-laki atau isterinya pada bagian dubur.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i).
Itulah mengapa Islam tidak mengenal konsep homo-seksual atau lesbianisme. Karena alat kelamin manusia diciptakan oleh-Nya bukan semata untuk memuaskan keinginan, tetapi juga melahirkan generasi. Jadi, aktivitas bercinta yang tidak sesuai syariat Islam adalah haram.
Akan tetapi Islam memberi kebebasan suami istri dalam melakukan hubungan intim terkait dengan gaya yang dipilih. Hal ini Allah tegaskan dengan sebuah ilustrasi yang sangat gamblang, terkait bagaimana gaya suami bertemu istri.
نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُمْ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّكُم مُّلاَقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al-baqarah [2]: 223).
Ibn Katsir dalam tafsir ayat tersebut juga mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Abu Dawud.
“Isteri-isteri kalian adalah (seperti) lahan tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah lahan tempat bercocok tanam itu bagaimana saja kamu kehendaki”.
Bahkan lebih tegas Rasulullah juga pernah bersabda, “Datangilah mereka dengan cara bagaimanapun selama masih pada kemaluan.” (HR. Ahmad).

Keenam, bersih dan berhias diri seindah/sewangi mungkin. Sudah fitrah manusia suka melihat yang indah dan mencium yang harum. Oleh karena itu, Islam mengajarkan agar suami istri untuk suci, bersih dan berhias diri sebelum melakukan jima’. Dengan cara seperti itu, maka hasrat cinta akan tetap terjaga, sehingga terciptalah keharmonisan rumah tangga yang luar biasa.
Rasulullah mengingatkan kepada para suami, agar tidak menyetubuhi istri mereka dalam keadaan nifas dan haid. Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang bersenggama dengan wanita yang sedang haid, atau menyetubuhi wanita dari dubur (lubang anus)-nya, atau mendatangi paranormal (ahli tenung), dan mempercayai ramalannya, Maka sejatinya ia telah kufur (ingkar) dengan apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad.”  (HR Abu Daud).

Ketujuh, kemesraan dan rayuan. Bahkan, suami dan istri boleh bermesra-mesraan ketika sang istri sedang haid, selama tidak dilanjutkan dengan hubungan sanggama di antara mereka. Aktivitas bermesra-mesraan ini dalam dunia fiqh biasa disebut dengan istilah istimta’, yang berarti bersenang-senang, berlezat-lezat, atau bernikmat-nikmat. Jadi, awalilah pertemuang dengan suami atau istri dengan bercumbu rayu.
Banyak para suami melupakan masalah ini. Seolah-oleh yang terpenting hanyalah menunaikan syahwat dan hasrat sesegra mungkin.  Padahal, rayuan dan pemanasan (foreplay) sebelum jima’ memiliki pengaruh yang besar dalam membangkitkan syahwat istri dan meningkatkan keingannya untuk berhubungan.
Dari Ibnu Qudamah; ”Dianjurkan (disunahkan) agar seorang suami mencumbu istrinya sebelum melakukan jima’ supaya bangkit syahwat istrinya, dan dia mendapatkan kenikmatan seperti yang dirasakan suaminya. Dan telah diriwayatkan dari ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah bahwasanya dia berkata:”Janganlah kamu menjima’ istrimu, kecuali dia (istrimu) telah mendapatkan syahwat seperti yang engkau dapatkan, supaya engkau tidak mendahului dia menyelesaikan jima’nya (maksudnya engkau mendapatkan kenikmatan sedangkan istrimu tidak).
Dan termasuk bentuk cumbu rayu adalah berciuman, memainkan bagian tunuh dan bersentuhan kulit dengan kulit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu mencium istrinya sebelum jima’. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Jabir radhiyallahu ‘anhu ketika dia menikah dengan janda:
“فهلا بكراً تلاعبها وتلاعبك” (رواه الشيخان)، ولمسلم “تضاحكها وتضاحكك”
“Kenapa tidak gadis (yang engkau nikahi) sehingga engkau bisa mencumbunya dan dia mencumbumu?” (HR. Biukhari dan Muslim) dan dalam riwayat Muslim:”Engkau bisa mencandainya dan dia mencandaimu?”

Delapan,  berdoa, ini aktivitas paling penting sebelum berdoa.  Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas dituturkan, Rasulullah bersabda: “Jika salah seorang diantara kalian hendak mencampuri istrinya, maka hendaknya sebelum senggama membaca doa: بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Bismillah, Allahumma jannibnaa asy-syaithan, wa jannib asy-syaithana ma razaqtana” (Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah jauhkanlah kami dari Setan. Dan jauhkan setan dari apa-apa yang Engkau karuniakan kepada kami (anak keturunan).
Dengan memanjatkan doa, diharapkan anak yang lahir dari buah percintaan bisa menjadi anak yang sholeh-sholehah dan takwa kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Dengan berdoa, kata Nabi, “Kemudian dia dikaruniai seorang anak, maka setan tidak akan memberikan madharat kepadanya selamanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Sebagian ulama berpendapat, makna sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setan tidak akan memberikan madharat kepadanya selamanya.” Di antara pendapat itu mengatakan,  dengan berdoa saat jima’ setan tidak mampu menguasai anak ini, karena keberkahan bacaan basmalah. Sehingga mereka termasuk di antara hamba Allah, yang Allah sebut dalam al-Quran, di mana setan tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkan mereka.
Allah berfirman tentang mereka yang artinya, “Sesungguhnya, hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (QS. al-Hijr: 42).
Pendapat lain mengatakan, jika kita berdoa, setan tidak bisa ikut bergabung bersama sang suami untuk menyetubuhi istrinya. Sebagaimana riwayat dari Mujahid, beliau mengatakan;
“Sesungguhnya, orang yang ber-jima’ dan dia tidak membaca basmalah (doa sebelum jima’), maka setan membelit kemaluan orang ini dan ber-jima’ bersamanya.” Ibnu Hajar mengatakan, “Barangkali, inilah pendapat yang paling mendekati.” (Fatwa al-Islam: Tanya-Jawab, no. 21734)

Berwudhu
Jika suami selesai melakukan hubungan dan ingin mengulanginya lagi,Rasulullah menganjurkan berwudhu terlebih,  sebagaimana sabdanya:
“إذا أتى أحدكم أهله ثم أراد أن يعود فليتوضأ [بينهما وضوءا] وفي رواية: وضوءه للصلاة فإنه أنشط في العود ”
“Apabila kamu telah selesai mendatangi isterinya dan ingin mengulanginya lagi,maka hendaklah berwuduklah di antara keduanya (hubungan seks) ,dan dalam riwayat lain: Wuduk seperti wuduk solat kerana ianya memberi kecergasan dan mengulanginya lagi”. (HR Imam Muslim (1/171), Ibnu Abi Syaibah)

Dengan demikian, maka akan terciptalah keharmonisan suami istri, keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Jadi, jangan salah, Islam juga punya aturan tentang cinta. Menariknya apa yang Islam syariatkan dalam hubungan suami istri adalah suatu aturan yang sesuai dengan nurani manusia. Selamat hidup hidup sehat dan bahagia, tentusaja, dengan cara Rasulullah agar mendapat berkah, terutama anak-anak yang sholeh dan sholihah.*/Imam Nawawi

Untuk Menggelorakan Syahwat, Bolehkah Suami Menjilati Farji Istri?





Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Banyaknya tanggapan terhadap tulisan terdahulu, "Bolehkah Seorang Suami Mencium Farji Istrinya?" maka kami terdorong untuk memberikan keterangan yang lebih jelas terhadap tema seputar itu yang dinukil dari fatwa ulama.

Sesungguhnya kegiatan suami istri dengan cara yang boleh jadi dianggap aneh oleh sebagian orang ini menjadi pertanyaan banyak pasangan muslim. Boleh jadi sebagian pasangan merasa nikmat, lebih semangat, dan lebih bergairah dalam melakukan pemenuhan kebutuhan biologis ini. Namun boleh jadi sebagian yang lain menganggap buruk dan menjijikkan. Sehingga tak layak dilakukan oleh orang muslim. Akahirnya hal ini  menimbulkan tanda tanya tentang hukum bolehnya?.

Sebenarnya, telah banyak keterangan dan jawaban ulama terhadap masalah hubungan suami istri ini. Pada ringkasnya, diakui bahwa sebagian orang merasa jijik dan menganggap buruk bentuk cumbu rayu semacam ini. Sehingga paling utama adalah menjauhi dan menghindarinya. Tetapi bersamaan hal itu, mereka tidak bisa mengharamkan dengan tergas. Karena tidak ada ketegasan dari nash syar'i yang mengharamkannya. Tetapi jika memang terbukti itu berbahaya, maka jenis foreplay yang bisa menyebabkan penyakit dan bahaya diharamkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan Dia mengharamkan atas kalian yang buruk-buruk." (QS. Al-A'raf: 157)

Selanjutnya kami akan suguhkan jawaban salah seorang ulama yang mendapatkan pertanyaan serupa, yaitu Syaikh Khalid Abdul Mun'im al-Rifa'i. Kami menilai jawaban beliau terhadap masalah tersebut cukup jelas dengan argument mendasar dalam mejawab pertanyaan tersebut.  Berikut ini kami kami terjemahkan dari fatwa beliau, yang judul aslinya: حكم لحس الرجل لفرج زوجته والعكس "Hukum suami menjilat kemaluan istrinya dan sebaliknya".

Soal: Apa hukum membangkitkan syahwat/libido istri dengan cara menjilat farjinya dengan lidah suaminya, begitu juga terhadap sang suami? Jazakumullah Khairan.

Jawab: Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah, juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Adapun berikutnya:

Sesungguhnya asal dalam hubungan suami istri adalah mubah, kecuali apa yang disebutkan larangannya oleh nash: berupa mendatangi istri pada dubur (anus)-nya, menggaulinya saat haid dan nifas, saat istri menjalankan puasa fardhu, atau saat berihram haji atau umrah.

Adapun yang disebutkan dalam pertanyaan berupa salah satu pasangan menjilati kemaluan pasangannya, dan praktek dalam bersenang-senang yang telah disebutkan dalam pertanyaan, maka itu tidak apa-apa berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
1. Itu termasuk dari keumuman bersenang-senang yang dimubahkan.
2. Jika coitus dibolehkan yang merupakan puncak bersenggama (bersenang-senang), maka yang dibawah itu jauh lebih boleh.
3. Karena masing-masing pasangan boleh menikmati anggota badan pasangannya dengan menyentuh dan melihat, kecuali pengecualian yang telah disebutkan oleh syariat sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
4. Firman Allah Ta'ala,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (QS. Al-Baqarah: 223)

Ibnu Abidin al-Hanafi berkata dalam Radd al-Mukhtar: Abu Yusuf pernah bertanya kepada Abu Hanifah tentang seorang laki-laki yang membelai farji istrinya dan sang istri membelai kemaluan suaminya untuk membangkitkan syahwatnya, apakah menurut Anda itu tidak boleh? Beliau menjawab, "Tidak, aku berharap itu pahalanya besar."
Al-Qadhi Ibnul Arabi al-Maliki berkata, "Manusia telah berbeda pendapat tentang bolehnya seorang suami melihat farji (kemaluan) istrinya atas dua pendapat: salah satunya,membolehkan, karena jika ia dibolehkan menikmati (istrinya dengan jima') maka melihat itu lebih layak (bolehnya). . . . . salah seorang ulama kami, Asbagh (Ulama besar Madhab Maliki di Mesir) berkata: Boleh baginya (suami) untuk menjilati –kemaluan istrinya- dengan lidahnya."

Dalam Mawahib Al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil disebutkan, "Ditanyakan kepada Ashbagh; Sesungguhnya suatu kaum menyebutkan kemakruhannya. Lalu beliau menjawab: orang yang memakruhkannya, dia hanya memakruhkan dari sisi kesehatan (medis), bukan berdasarkan ilmu (dalil). Itu tidak apa-apa, tidak dimakruhkan. Diriwayatkan dari Malik, beliau pernah berkata: tidak apa-apa melihat farji (kemaluan) saat berjima'. Dalam satu riwayat terdapat tambahan, "Dan ia menjilatinya dengan lidahnya."

Al-Fannani al-Syafi'i berkata: "Seorang suami boleh apa saja setiap melakukan hubungan dengan istrinya selain lubang duburnya, bahkan menghisap clitorisnya.

Al-Mardawi al-Hambali berkata dalam al-Inshaf: Al-Qadhi berkata dalam al-Jami': "Boleh mencium farji (kemaluan) istri sebelum jima' dan memakruhkannya sesudahnya . .  istri juga boleh memegang dan menciumnya dengan syahwat. Ini dikuatkan dalam kitab al-Ri'ayah, diikuti dalam al-Furu', dan diperjelas oleh Ibnu 'Aqil.
Namun jika terbukti jelas cara bercumbu semacam itu menyebabkan penyakit dan membahayakan pelakunya, maka saat itu ia wajib meninggalkannya berdasarkan sabda nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Tidak boleh (melakukan sesuatu) yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dalam sunannya)

Begitu pula apabila salah seorang pasangan merasa tersakiti (tidak nyaman) karena perbuatan tersebut dan membencinya: maka wajib atas pelaku (suami)-nya untuk menghentikannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." (QS. Al-Nisa': 19)
Dalam hal ini harus diperhatikan tujuan dasar dari hubungan suami istri, yakni permanen dan kontinuitasnya. Asal dari akad nikah adalah dibangun di atas kelanggengan. Allah Ta'ala telah meliput akad ini dengan beberapa peraturan untuk menjaga kelestariannya dan menguatkan orang yang menjalaninya sesuai dengan ketentuan syariat bukan dengan sesuatu yang menyelisihinya. Masuk di dalamnya solusi berhubungan antar keduanya. . .  Wallahu Ta'ala A'lam. 

Sumber: voa-islam.com
pasangan
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Banyaknya tanggapan terhadap tulisan terdahulu, "Bolehkah Seorang Suami Mencium Farji Istrinya?" maka kami terdorong untuk memberikan keterangan yang lebih jelas terhadap tema seputar itu yang dinukil dari fatwa ulama.
Sesungguhnya kegiatan suami istri dengan cara yang boleh jadi dianggap aneh oleh sebagian orang ini menjadi pertanyaan banyak pasangan muslim. Boleh jadi sebagian pasangan merasa nikmat, lebih semangat, dan lebih bergairah dalam melakukan pemenuhan kebutuhan biologis ini. Namun boleh jadi sebagian yang lain menganggap buruk dan menjijikkan. Sehingga tak layak dilakukan oleh orang muslim. Akahirnya hal ini  menimbulkan tanda tanya tentang hukum bolehnya?.
Sebenarnya, telah banyak keterangan dan jawaban ulama terhadap masalah hubungan suami istri ini. Pada ringkasnya, diakui bahwa sebagian orang merasa jijik dan menganggap buruk bentuk cumbu rayu semacam ini. Sehingga paling utama adalah menjauhi dan menghindarinya. Tetapi bersamaan hal itu, mereka tidak bisa mengharamkan dengan tergas. Karena tidak ada ketegasan dari nash syar'i yang mengharamkannya. Tetapi jika memang terbukti itu berbahaya, maka jenis foreplay yang bisa menyebabkan penyakit dan bahaya diharamkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan Dia mengharamkan atas kalian yang buruk-buruk." (QS. Al-A'raf: 157)
Selanjutnya kami akan suguhkan jawaban salah seorang ulama yang mendapatkan pertanyaan serupa, yaitu Syaikh Khalid Abdul Mun'im al-Rifa'i. Kami menilai jawaban beliau terhadap masalah tersebut cukup jelas dengan argument mendasar dalam mejawab pertanyaan tersebut.  Berikut ini kami kami terjemahkan dari fatwa beliau, yang judul aslinya: حكم لحس الرجل لفرج زوجته والعكس "Hukum suami menjilat kemaluan istrinya dan sebaliknya".
Soal: Apa hukum membangkitkan syahwat/libido istri dengan cara menjilat farjinya dengan lidah suaminya, begitu juga terhadap sang suami? Jazakumullah Khairan.
Jawab: Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah, juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Adapun berikutnya:
Sesungguhnya asal dalam hubungan suami istri adalah mubah, kecuali apa yang disebutkan larangannya oleh nash: berupa mendatangi istri pada dubur (anus)-nya, menggaulinya saat haid dan nifas, saat istri menjalankan puasa fardhu, atau saat berihram haji atau umrah.
Adapun yang disebutkan dalam pertanyaan berupa salah satu pasangan menjilati kemaluan pasangannya, dan praktek dalam bersenang-senang yang telah disebutkan dalam pertanyaan, maka itu tidak apa-apa berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
1. Itu termasuk dari keumuman bersenang-senang yang dimubahkan.
2. Jika coitus dibolehkan yang merupakan puncak bersenggama (bersenang-senang), maka yang dibawah itu jauh lebih boleh.
3. Karena masing-masing pasangan boleh menikmati anggota badan pasangannya dengan menyentuh dan melihat, kecuali pengecualian yang telah disebutkan oleh syariat sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
4. Firman Allah Ta'ala,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (QS. Al-Baqarah: 223)
Ibnu Abidin al-Hanafi berkata dalam Radd al-Mukhtar: Abu Yusuf pernah bertanya kepada Abu Hanifah tentang seorang laki-laki yang membelai farji istrinya dan sang istri membelai kemaluan suaminya untuk membangkitkan syahwatnya, apakah menurut Anda itu tidak boleh? Beliau menjawab, "Tidak, aku berharap itu pahalanya besar."
Al-Qadhi Ibnul Arabi al-Maliki berkata, "Manusia telah berbeda pendapat tentang bolehnya seorang suami melihat farji (kemaluan) istrinya atas dua pendapat: salah satunya,membolehkan, karena jika ia dibolehkan menikmati (istrinya dengan jima') maka melihat itu lebih layak (bolehnya). . . . . salah seorang ulama kami, Asbagh (Ulama besar Madhab Maliki di Mesir) berkata: Boleh baginya (suami) untuk menjilati –kemaluan istrinya- dengan lidahnya."
Dalam Mawahib Al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil disebutkan, "Ditanyakan kepada Ashbagh; Sesungguhnya suatu kaum menyebutkan kemakruhannya. Lalu beliau menjawab: orang yang memakruhkannya, dia hanya memakruhkan dari sisi kesehatan (medis), bukan berdasarkan ilmu (dalil). Itu tidak apa-apa, tidak dimakruhkan. Diriwayatkan dari Malik, beliau pernah berkata: tidak apa-apa melihat farji (kemaluan) saat berjima'. Dalam satu riwayat terdapat tambahan, "Dan ia menjilatinya dengan lidahnya."
Al-Fannani al-Syafi'i berkata: "Seorang suami boleh apa saja setiap melakukan hubungan dengan istrinya selain lubang duburnya, bahkan menghisap clitorisnya.
Al-Mardawi al-Hambali berkata dalam al-Inshaf: Al-Qadhi berkata dalam al-Jami': "Boleh mencium farji (kemaluan) istri sebelum jima' dan memakruhkannya sesudahnya . .  istri juga boleh memegang dan menciumnya dengan syahwat. Ini dikuatkan dalam kitab al-Ri'ayah, diikuti dalam al-Furu', dan diperjelas oleh Ibnu 'Aqil.
Namun jika terbukti jelas cara bercumbu semacam itu menyebabkan penyakit dan membahayakan pelakunya, maka saat itu ia wajib meninggalkannya berdasarkan sabda nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Tidak boleh (melakukan sesuatu) yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dalam sunannya)
Begitu pula apabila salah seorang pasangan merasa tersakiti (tidak nyaman) karena perbuatan tersebut dan membencinya: maka wajib atas pelaku (suami)-nya untuk menghentikannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." (QS. Al-Nisa': 19)
Dalam hal ini harus diperhatikan tujuan dasar dari hubungan suami istri, yakni permanen dan kontinuitasnya. Asal dari akad nikah adalah dibangun di atas kelanggengan. Allah Ta'ala telah meliput akad ini dengan beberapa peraturan untuk menjaga kelestariannya dan menguatkan orang yang menjalaninya sesuai dengan ketentuan syariat bukan dengan sesuatu yang menyelisihinya. Masuk di dalamnya solusi berhubungan antar keduanya. . .  Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2012/03/06/18049/untuk-menggelorakan-syahwat-bolehkah-suami-menjilati-farji-istrinya/;#sthash.KDyO02Ba.dpuf
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Banyaknya tanggapan terhadap tulisan terdahulu, "Bolehkah Seorang Suami Mencium Farji Istrinya?" maka kami terdorong untuk memberikan keterangan yang lebih jelas terhadap tema seputar itu yang dinukil dari fatwa ulama.
Sesungguhnya kegiatan suami istri dengan cara yang boleh jadi dianggap aneh oleh sebagian orang ini menjadi pertanyaan banyak pasangan muslim. Boleh jadi sebagian pasangan merasa nikmat, lebih semangat, dan lebih bergairah dalam melakukan pemenuhan kebutuhan biologis ini. Namun boleh jadi sebagian yang lain menganggap buruk dan menjijikkan. Sehingga tak layak dilakukan oleh orang muslim. Akahirnya hal ini  menimbulkan tanda tanya tentang hukum bolehnya?.
Sebenarnya, telah banyak keterangan dan jawaban ulama terhadap masalah hubungan suami istri ini. Pada ringkasnya, diakui bahwa sebagian orang merasa jijik dan menganggap buruk bentuk cumbu rayu semacam ini. Sehingga paling utama adalah menjauhi dan menghindarinya. Tetapi bersamaan hal itu, mereka tidak bisa mengharamkan dengan tergas. Karena tidak ada ketegasan dari nash syar'i yang mengharamkannya. Tetapi jika memang terbukti itu berbahaya, maka jenis foreplay yang bisa menyebabkan penyakit dan bahaya diharamkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan Dia mengharamkan atas kalian yang buruk-buruk." (QS. Al-A'raf: 157)
Selanjutnya kami akan suguhkan jawaban salah seorang ulama yang mendapatkan pertanyaan serupa, yaitu Syaikh Khalid Abdul Mun'im al-Rifa'i. Kami menilai jawaban beliau terhadap masalah tersebut cukup jelas dengan argument mendasar dalam mejawab pertanyaan tersebut.  Berikut ini kami kami terjemahkan dari fatwa beliau, yang judul aslinya: حكم لحس الرجل لفرج زوجته والعكس "Hukum suami menjilat kemaluan istrinya dan sebaliknya".
Soal: Apa hukum membangkitkan syahwat/libido istri dengan cara menjilat farjinya dengan lidah suaminya, begitu juga terhadap sang suami? Jazakumullah Khairan.
Jawab: Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah, juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Adapun berikutnya:
Sesungguhnya asal dalam hubungan suami istri adalah mubah, kecuali apa yang disebutkan larangannya oleh nash: berupa mendatangi istri pada dubur (anus)-nya, menggaulinya saat haid dan nifas, saat istri menjalankan puasa fardhu, atau saat berihram haji atau umrah.
Adapun yang disebutkan dalam pertanyaan berupa salah satu pasangan menjilati kemaluan pasangannya, dan praktek dalam bersenang-senang yang telah disebutkan dalam pertanyaan, maka itu tidak apa-apa berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
1. Itu termasuk dari keumuman bersenang-senang yang dimubahkan.
2. Jika coitus dibolehkan yang merupakan puncak bersenggama (bersenang-senang), maka yang dibawah itu jauh lebih boleh.
3. Karena masing-masing pasangan boleh menikmati anggota badan pasangannya dengan menyentuh dan melihat, kecuali pengecualian yang telah disebutkan oleh syariat sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
4. Firman Allah Ta'ala,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (QS. Al-Baqarah: 223)
Ibnu Abidin al-Hanafi berkata dalam Radd al-Mukhtar: Abu Yusuf pernah bertanya kepada Abu Hanifah tentang seorang laki-laki yang membelai farji istrinya dan sang istri membelai kemaluan suaminya untuk membangkitkan syahwatnya, apakah menurut Anda itu tidak boleh? Beliau menjawab, "Tidak, aku berharap itu pahalanya besar."
Al-Qadhi Ibnul Arabi al-Maliki berkata, "Manusia telah berbeda pendapat tentang bolehnya seorang suami melihat farji (kemaluan) istrinya atas dua pendapat: salah satunya,membolehkan, karena jika ia dibolehkan menikmati (istrinya dengan jima') maka melihat itu lebih layak (bolehnya). . . . . salah seorang ulama kami, Asbagh (Ulama besar Madhab Maliki di Mesir) berkata: Boleh baginya (suami) untuk menjilati –kemaluan istrinya- dengan lidahnya."
Dalam Mawahib Al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil disebutkan, "Ditanyakan kepada Ashbagh; Sesungguhnya suatu kaum menyebutkan kemakruhannya. Lalu beliau menjawab: orang yang memakruhkannya, dia hanya memakruhkan dari sisi kesehatan (medis), bukan berdasarkan ilmu (dalil). Itu tidak apa-apa, tidak dimakruhkan. Diriwayatkan dari Malik, beliau pernah berkata: tidak apa-apa melihat farji (kemaluan) saat berjima'. Dalam satu riwayat terdapat tambahan, "Dan ia menjilatinya dengan lidahnya."
Al-Fannani al-Syafi'i berkata: "Seorang suami boleh apa saja setiap melakukan hubungan dengan istrinya selain lubang duburnya, bahkan menghisap clitorisnya.
Al-Mardawi al-Hambali berkata dalam al-Inshaf: Al-Qadhi berkata dalam al-Jami': "Boleh mencium farji (kemaluan) istri sebelum jima' dan memakruhkannya sesudahnya . .  istri juga boleh memegang dan menciumnya dengan syahwat. Ini dikuatkan dalam kitab al-Ri'ayah, diikuti dalam al-Furu', dan diperjelas oleh Ibnu 'Aqil.
Namun jika terbukti jelas cara bercumbu semacam itu menyebabkan penyakit dan membahayakan pelakunya, maka saat itu ia wajib meninggalkannya berdasarkan sabda nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Tidak boleh (melakukan sesuatu) yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dalam sunannya)
Begitu pula apabila salah seorang pasangan merasa tersakiti (tidak nyaman) karena perbuatan tersebut dan membencinya: maka wajib atas pelaku (suami)-nya untuk menghentikannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." (QS. Al-Nisa': 19)
Dalam hal ini harus diperhatikan tujuan dasar dari hubungan suami istri, yakni permanen dan kontinuitasnya. Asal dari akad nikah adalah dibangun di atas kelanggengan. Allah Ta'ala telah meliput akad ini dengan beberapa peraturan untuk menjaga kelestariannya dan menguatkan orang yang menjalaninya sesuai dengan ketentuan syariat bukan dengan sesuatu yang menyelisihinya. Masuk di dalamnya solusi berhubungan antar keduanya. . .  Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2012/03/06/18049/untuk-menggelorakan-syahwat-bolehkah-suami-menjilati-farji-istrinya/;#sthash.KDyO02Ba.dpuf
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Banyaknya tanggapan terhadap tulisan terdahulu, "Bolehkah Seorang Suami Mencium Farji Istrinya?" maka kami terdorong untuk memberikan keterangan yang lebih jelas terhadap tema seputar itu yang dinukil dari fatwa ulama.
Sesungguhnya kegiatan suami istri dengan cara yang boleh jadi dianggap aneh oleh sebagian orang ini menjadi pertanyaan banyak pasangan muslim. Boleh jadi sebagian pasangan merasa nikmat, lebih semangat, dan lebih bergairah dalam melakukan pemenuhan kebutuhan biologis ini. Namun boleh jadi sebagian yang lain menganggap buruk dan menjijikkan. Sehingga tak layak dilakukan oleh orang muslim. Akahirnya hal ini  menimbulkan tanda tanya tentang hukum bolehnya?.
Sebenarnya, telah banyak keterangan dan jawaban ulama terhadap masalah hubungan suami istri ini. Pada ringkasnya, diakui bahwa sebagian orang merasa jijik dan menganggap buruk bentuk cumbu rayu semacam ini. Sehingga paling utama adalah menjauhi dan menghindarinya. Tetapi bersamaan hal itu, mereka tidak bisa mengharamkan dengan tergas. Karena tidak ada ketegasan dari nash syar'i yang mengharamkannya. Tetapi jika memang terbukti itu berbahaya, maka jenis foreplay yang bisa menyebabkan penyakit dan bahaya diharamkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan Dia mengharamkan atas kalian yang buruk-buruk." (QS. Al-A'raf: 157)
Selanjutnya kami akan suguhkan jawaban salah seorang ulama yang mendapatkan pertanyaan serupa, yaitu Syaikh Khalid Abdul Mun'im al-Rifa'i. Kami menilai jawaban beliau terhadap masalah tersebut cukup jelas dengan argument mendasar dalam mejawab pertanyaan tersebut.  Berikut ini kami kami terjemahkan dari fatwa beliau, yang judul aslinya: حكم لحس الرجل لفرج زوجته والعكس "Hukum suami menjilat kemaluan istrinya dan sebaliknya".
Soal: Apa hukum membangkitkan syahwat/libido istri dengan cara menjilat farjinya dengan lidah suaminya, begitu juga terhadap sang suami? Jazakumullah Khairan.
Jawab: Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah, juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Adapun berikutnya:
Sesungguhnya asal dalam hubungan suami istri adalah mubah, kecuali apa yang disebutkan larangannya oleh nash: berupa mendatangi istri pada dubur (anus)-nya, menggaulinya saat haid dan nifas, saat istri menjalankan puasa fardhu, atau saat berihram haji atau umrah.
Adapun yang disebutkan dalam pertanyaan berupa salah satu pasangan menjilati kemaluan pasangannya, dan praktek dalam bersenang-senang yang telah disebutkan dalam pertanyaan, maka itu tidak apa-apa berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
1. Itu termasuk dari keumuman bersenang-senang yang dimubahkan.
2. Jika coitus dibolehkan yang merupakan puncak bersenggama (bersenang-senang), maka yang dibawah itu jauh lebih boleh.
3. Karena masing-masing pasangan boleh menikmati anggota badan pasangannya dengan menyentuh dan melihat, kecuali pengecualian yang telah disebutkan oleh syariat sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
4. Firman Allah Ta'ala,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (QS. Al-Baqarah: 223)
Ibnu Abidin al-Hanafi berkata dalam Radd al-Mukhtar: Abu Yusuf pernah bertanya kepada Abu Hanifah tentang seorang laki-laki yang membelai farji istrinya dan sang istri membelai kemaluan suaminya untuk membangkitkan syahwatnya, apakah menurut Anda itu tidak boleh? Beliau menjawab, "Tidak, aku berharap itu pahalanya besar."
Al-Qadhi Ibnul Arabi al-Maliki berkata, "Manusia telah berbeda pendapat tentang bolehnya seorang suami melihat farji (kemaluan) istrinya atas dua pendapat: salah satunya,membolehkan, karena jika ia dibolehkan menikmati (istrinya dengan jima') maka melihat itu lebih layak (bolehnya). . . . . salah seorang ulama kami, Asbagh (Ulama besar Madhab Maliki di Mesir) berkata: Boleh baginya (suami) untuk menjilati –kemaluan istrinya- dengan lidahnya."
Dalam Mawahib Al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil disebutkan, "Ditanyakan kepada Ashbagh; Sesungguhnya suatu kaum menyebutkan kemakruhannya. Lalu beliau menjawab: orang yang memakruhkannya, dia hanya memakruhkan dari sisi kesehatan (medis), bukan berdasarkan ilmu (dalil). Itu tidak apa-apa, tidak dimakruhkan. Diriwayatkan dari Malik, beliau pernah berkata: tidak apa-apa melihat farji (kemaluan) saat berjima'. Dalam satu riwayat terdapat tambahan, "Dan ia menjilatinya dengan lidahnya."
Al-Fannani al-Syafi'i berkata: "Seorang suami boleh apa saja setiap melakukan hubungan dengan istrinya selain lubang duburnya, bahkan menghisap clitorisnya.
Al-Mardawi al-Hambali berkata dalam al-Inshaf: Al-Qadhi berkata dalam al-Jami': "Boleh mencium farji (kemaluan) istri sebelum jima' dan memakruhkannya sesudahnya . .  istri juga boleh memegang dan menciumnya dengan syahwat. Ini dikuatkan dalam kitab al-Ri'ayah, diikuti dalam al-Furu', dan diperjelas oleh Ibnu 'Aqil.
Namun jika terbukti jelas cara bercumbu semacam itu menyebabkan penyakit dan membahayakan pelakunya, maka saat itu ia wajib meninggalkannya berdasarkan sabda nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Tidak boleh (melakukan sesuatu) yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dalam sunannya)
Begitu pula apabila salah seorang pasangan merasa tersakiti (tidak nyaman) karena perbuatan tersebut dan membencinya: maka wajib atas pelaku (suami)-nya untuk menghentikannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." (QS. Al-Nisa': 19)
Dalam hal ini harus diperhatikan tujuan dasar dari hubungan suami istri, yakni permanen dan kontinuitasnya. Asal dari akad nikah adalah dibangun di atas kelanggengan. Allah Ta'ala telah meliput akad ini dengan beberapa peraturan untuk menjaga kelestariannya dan menguatkan orang yang menjalaninya sesuai dengan ketentuan syariat bukan dengan sesuatu yang menyelisihinya. Masuk di dalamnya solusi berhubungan antar keduanya. . .  Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2012/03/06/18049/untuk-menggelorakan-syahwat-bolehkah-suami-menjilati-farji-istrinya/;#sthash.KDyO02Ba.dpuf
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Banyaknya tanggapan terhadap tulisan terdahulu, "Bolehkah Seorang Suami Mencium Farji Istrinya?" maka kami terdorong untuk memberikan keterangan yang lebih jelas terhadap tema seputar itu yang dinukil dari fatwa ulama.
Sesungguhnya kegiatan suami istri dengan cara yang boleh jadi dianggap aneh oleh sebagian orang ini menjadi pertanyaan banyak pasangan muslim. Boleh jadi sebagian pasangan merasa nikmat, lebih semangat, dan lebih bergairah dalam melakukan pemenuhan kebutuhan biologis ini. Namun boleh jadi sebagian yang lain menganggap buruk dan menjijikkan. Sehingga tak layak dilakukan oleh orang muslim. Akahirnya hal ini  menimbulkan tanda tanya tentang hukum bolehnya?.
Sebenarnya, telah banyak keterangan dan jawaban ulama terhadap masalah hubungan suami istri ini. Pada ringkasnya, diakui bahwa sebagian orang merasa jijik dan menganggap buruk bentuk cumbu rayu semacam ini. Sehingga paling utama adalah menjauhi dan menghindarinya. Tetapi bersamaan hal itu, mereka tidak bisa mengharamkan dengan tergas. Karena tidak ada ketegasan dari nash syar'i yang mengharamkannya. Tetapi jika memang terbukti itu berbahaya, maka jenis foreplay yang bisa menyebabkan penyakit dan bahaya diharamkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan Dia mengharamkan atas kalian yang buruk-buruk." (QS. Al-A'raf: 157)
Selanjutnya kami akan suguhkan jawaban salah seorang ulama yang mendapatkan pertanyaan serupa, yaitu Syaikh Khalid Abdul Mun'im al-Rifa'i. Kami menilai jawaban beliau terhadap masalah tersebut cukup jelas dengan argument mendasar dalam mejawab pertanyaan tersebut.  Berikut ini kami kami terjemahkan dari fatwa beliau, yang judul aslinya: حكم لحس الرجل لفرج زوجته والعكس "Hukum suami menjilat kemaluan istrinya dan sebaliknya".
Soal: Apa hukum membangkitkan syahwat/libido istri dengan cara menjilat farjinya dengan lidah suaminya, begitu juga terhadap sang suami? Jazakumullah Khairan.
Jawab: Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah, juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Adapun berikutnya:
Sesungguhnya asal dalam hubungan suami istri adalah mubah, kecuali apa yang disebutkan larangannya oleh nash: berupa mendatangi istri pada dubur (anus)-nya, menggaulinya saat haid dan nifas, saat istri menjalankan puasa fardhu, atau saat berihram haji atau umrah.
Adapun yang disebutkan dalam pertanyaan berupa salah satu pasangan menjilati kemaluan pasangannya, dan praktek dalam bersenang-senang yang telah disebutkan dalam pertanyaan, maka itu tidak apa-apa berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
1. Itu termasuk dari keumuman bersenang-senang yang dimubahkan.
2. Jika coitus dibolehkan yang merupakan puncak bersenggama (bersenang-senang), maka yang dibawah itu jauh lebih boleh.
3. Karena masing-masing pasangan boleh menikmati anggota badan pasangannya dengan menyentuh dan melihat, kecuali pengecualian yang telah disebutkan oleh syariat sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
4. Firman Allah Ta'ala,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (QS. Al-Baqarah: 223)
Ibnu Abidin al-Hanafi berkata dalam Radd al-Mukhtar: Abu Yusuf pernah bertanya kepada Abu Hanifah tentang seorang laki-laki yang membelai farji istrinya dan sang istri membelai kemaluan suaminya untuk membangkitkan syahwatnya, apakah menurut Anda itu tidak boleh? Beliau menjawab, "Tidak, aku berharap itu pahalanya besar."
Al-Qadhi Ibnul Arabi al-Maliki berkata, "Manusia telah berbeda pendapat tentang bolehnya seorang suami melihat farji (kemaluan) istrinya atas dua pendapat: salah satunya,membolehkan, karena jika ia dibolehkan menikmati (istrinya dengan jima') maka melihat itu lebih layak (bolehnya). . . . . salah seorang ulama kami, Asbagh (Ulama besar Madhab Maliki di Mesir) berkata: Boleh baginya (suami) untuk menjilati –kemaluan istrinya- dengan lidahnya."
Dalam Mawahib Al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil disebutkan, "Ditanyakan kepada Ashbagh; Sesungguhnya suatu kaum menyebutkan kemakruhannya. Lalu beliau menjawab: orang yang memakruhkannya, dia hanya memakruhkan dari sisi kesehatan (medis), bukan berdasarkan ilmu (dalil). Itu tidak apa-apa, tidak dimakruhkan. Diriwayatkan dari Malik, beliau pernah berkata: tidak apa-apa melihat farji (kemaluan) saat berjima'. Dalam satu riwayat terdapat tambahan, "Dan ia menjilatinya dengan lidahnya."
Al-Fannani al-Syafi'i berkata: "Seorang suami boleh apa saja setiap melakukan hubungan dengan istrinya selain lubang duburnya, bahkan menghisap clitorisnya.
Al-Mardawi al-Hambali berkata dalam al-Inshaf: Al-Qadhi berkata dalam al-Jami': "Boleh mencium farji (kemaluan) istri sebelum jima' dan memakruhkannya sesudahnya . .  istri juga boleh memegang dan menciumnya dengan syahwat. Ini dikuatkan dalam kitab al-Ri'ayah, diikuti dalam al-Furu', dan diperjelas oleh Ibnu 'Aqil.
Namun jika terbukti jelas cara bercumbu semacam itu menyebabkan penyakit dan membahayakan pelakunya, maka saat itu ia wajib meninggalkannya berdasarkan sabda nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Tidak boleh (melakukan sesuatu) yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dalam sunannya)
Begitu pula apabila salah seorang pasangan merasa tersakiti (tidak nyaman) karena perbuatan tersebut dan membencinya: maka wajib atas pelaku (suami)-nya untuk menghentikannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." (QS. Al-Nisa': 19)
Dalam hal ini harus diperhatikan tujuan dasar dari hubungan suami istri, yakni permanen dan kontinuitasnya. Asal dari akad nikah adalah dibangun di atas kelanggengan. Allah Ta'ala telah meliput akad ini dengan beberapa peraturan untuk menjaga kelestariannya dan menguatkan orang yang menjalaninya sesuai dengan ketentuan syariat bukan dengan sesuatu yang menyelisihinya. Masuk di dalamnya solusi berhubungan antar keduanya. . .  Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2012/03/06/18049/untuk-menggelorakan-syahwat-bolehkah-suami-menjilati-farji-istrinya/;#sthash.KDyO02Ba.dpuf
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Banyaknya tanggapan terhadap tulisan terdahulu, "Bolehkah Seorang Suami Mencium Farji Istrinya?" maka kami terdorong untuk memberikan keterangan yang lebih jelas terhadap tema seputar itu yang dinukil dari fatwa ulama.
Sesungguhnya kegiatan suami istri dengan cara yang boleh jadi dianggap aneh oleh sebagian orang ini menjadi pertanyaan banyak pasangan muslim. Boleh jadi sebagian pasangan merasa nikmat, lebih semangat, dan lebih bergairah dalam melakukan pemenuhan kebutuhan biologis ini. Namun boleh jadi sebagian yang lain menganggap buruk dan menjijikkan. Sehingga tak layak dilakukan oleh orang muslim. Akahirnya hal ini  menimbulkan tanda tanya tentang hukum bolehnya?.
Sebenarnya, telah banyak keterangan dan jawaban ulama terhadap masalah hubungan suami istri ini. Pada ringkasnya, diakui bahwa sebagian orang merasa jijik dan menganggap buruk bentuk cumbu rayu semacam ini. Sehingga paling utama adalah menjauhi dan menghindarinya. Tetapi bersamaan hal itu, mereka tidak bisa mengharamkan dengan tergas. Karena tidak ada ketegasan dari nash syar'i yang mengharamkannya. Tetapi jika memang terbukti itu berbahaya, maka jenis foreplay yang bisa menyebabkan penyakit dan bahaya diharamkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala, "Dan Dia mengharamkan atas kalian yang buruk-buruk." (QS. Al-A'raf: 157)
Selanjutnya kami akan suguhkan jawaban salah seorang ulama yang mendapatkan pertanyaan serupa, yaitu Syaikh Khalid Abdul Mun'im al-Rifa'i. Kami menilai jawaban beliau terhadap masalah tersebut cukup jelas dengan argument mendasar dalam mejawab pertanyaan tersebut.  Berikut ini kami kami terjemahkan dari fatwa beliau, yang judul aslinya: حكم لحس الرجل لفرج زوجته والعكس "Hukum suami menjilat kemaluan istrinya dan sebaliknya".
Soal: Apa hukum membangkitkan syahwat/libido istri dengan cara menjilat farjinya dengan lidah suaminya, begitu juga terhadap sang suami? Jazakumullah Khairan.
Jawab: Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam atas Rasulullah, juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Adapun berikutnya:
Sesungguhnya asal dalam hubungan suami istri adalah mubah, kecuali apa yang disebutkan larangannya oleh nash: berupa mendatangi istri pada dubur (anus)-nya, menggaulinya saat haid dan nifas, saat istri menjalankan puasa fardhu, atau saat berihram haji atau umrah.
Adapun yang disebutkan dalam pertanyaan berupa salah satu pasangan menjilati kemaluan pasangannya, dan praktek dalam bersenang-senang yang telah disebutkan dalam pertanyaan, maka itu tidak apa-apa berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
1. Itu termasuk dari keumuman bersenang-senang yang dimubahkan.
2. Jika coitus dibolehkan yang merupakan puncak bersenggama (bersenang-senang), maka yang dibawah itu jauh lebih boleh.
3. Karena masing-masing pasangan boleh menikmati anggota badan pasangannya dengan menyentuh dan melihat, kecuali pengecualian yang telah disebutkan oleh syariat sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
4. Firman Allah Ta'ala,
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (QS. Al-Baqarah: 223)
Ibnu Abidin al-Hanafi berkata dalam Radd al-Mukhtar: Abu Yusuf pernah bertanya kepada Abu Hanifah tentang seorang laki-laki yang membelai farji istrinya dan sang istri membelai kemaluan suaminya untuk membangkitkan syahwatnya, apakah menurut Anda itu tidak boleh? Beliau menjawab, "Tidak, aku berharap itu pahalanya besar."
Al-Qadhi Ibnul Arabi al-Maliki berkata, "Manusia telah berbeda pendapat tentang bolehnya seorang suami melihat farji (kemaluan) istrinya atas dua pendapat: salah satunya,membolehkan, karena jika ia dibolehkan menikmati (istrinya dengan jima') maka melihat itu lebih layak (bolehnya). . . . . salah seorang ulama kami, Asbagh (Ulama besar Madhab Maliki di Mesir) berkata: Boleh baginya (suami) untuk menjilati –kemaluan istrinya- dengan lidahnya."
Dalam Mawahib Al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil disebutkan, "Ditanyakan kepada Ashbagh; Sesungguhnya suatu kaum menyebutkan kemakruhannya. Lalu beliau menjawab: orang yang memakruhkannya, dia hanya memakruhkan dari sisi kesehatan (medis), bukan berdasarkan ilmu (dalil). Itu tidak apa-apa, tidak dimakruhkan. Diriwayatkan dari Malik, beliau pernah berkata: tidak apa-apa melihat farji (kemaluan) saat berjima'. Dalam satu riwayat terdapat tambahan, "Dan ia menjilatinya dengan lidahnya."
Al-Fannani al-Syafi'i berkata: "Seorang suami boleh apa saja setiap melakukan hubungan dengan istrinya selain lubang duburnya, bahkan menghisap clitorisnya.
Al-Mardawi al-Hambali berkata dalam al-Inshaf: Al-Qadhi berkata dalam al-Jami': "Boleh mencium farji (kemaluan) istri sebelum jima' dan memakruhkannya sesudahnya . .  istri juga boleh memegang dan menciumnya dengan syahwat. Ini dikuatkan dalam kitab al-Ri'ayah, diikuti dalam al-Furu', dan diperjelas oleh Ibnu 'Aqil.
Namun jika terbukti jelas cara bercumbu semacam itu menyebabkan penyakit dan membahayakan pelakunya, maka saat itu ia wajib meninggalkannya berdasarkan sabda nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Tidak boleh (melakukan sesuatu) yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dalam sunannya)
Begitu pula apabila salah seorang pasangan merasa tersakiti (tidak nyaman) karena perbuatan tersebut dan membencinya: maka wajib atas pelaku (suami)-nya untuk menghentikannya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." (QS. Al-Nisa': 19)
Dalam hal ini harus diperhatikan tujuan dasar dari hubungan suami istri, yakni permanen dan kontinuitasnya. Asal dari akad nikah adalah dibangun di atas kelanggengan. Allah Ta'ala telah meliput akad ini dengan beberapa peraturan untuk menjaga kelestariannya dan menguatkan orang yang menjalaninya sesuai dengan ketentuan syariat bukan dengan sesuatu yang menyelisihinya. Masuk di dalamnya solusi berhubungan antar keduanya. . .  Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2012/03/06/18049/untuk-menggelorakan-syahwat-bolehkah-suami-menjilati-farji-istrinya/;#sthash.KDyO02Ba.dpuf