Sudah menjadi pemandangan yang lazim setiap hari Jumat, saat Khotib sedang berkhutbah tampak di beberapa tempat terpisah, jamaah sholat Jumat terlihat terkantuk-kantuk dengan khusyu.Ada yang sampai terdengar dengkurnya. Ada juga yang hanya tertunduk tenang dengan mata terpejam, sesekali diiringi hentakan kaget karena menahan tubuh yang limbung. Sementara suara sang Khatib terdengar seperti nyanyian Nina Bobo yang semakin menghantar sang jamaah memasuki alam mimpi.
Ironisnya hal ini terjadi tatkala ibadah suci sedang dilaksanakan, yakni ibadah sholat Jumat. Suatu ibadah yang oleh Rasulullah saw amat sangat ditekankan untuk dilaksanakan, dengan ancaman dikunci mati hatinya oleh Allah, bagi mereka yang dengan sengaja tidak mengerjakan sholat Jumat tiga kali. (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-I dan Ibnu Majah).
Rasulullah saw menerangkan kepada kita, betapa besarnya fadhilah mengerjakan sholat Jumat. Di antaranya adalah dihapuskannya dosa-dosa yang terjadi diantara jumat tersebut dengan jumat sebelumnya, bahkan ditambah tiga hari (HR. Muslim No. 857). Tentunya fadhilah ini hanya bisa di dapat apabila sholat Jumâatnya dikerjakan dengan penuh kesungguhan dengan memenuhi adab dan tertibnya.
Di antara adab dan tertib sholat Jumâat adalah mendengarkan khutbah dengan seksama dan sungguh-sungguh (HR. Bukhari No 843). Disebutkan di dalam hadits bahwa Rasulullah saw bersabda :
Hadirilah Khutbah dan mendekatlah kepada imam (Khatib), karena seorang yang terus menjauh (dari imam) dia akan diakhirkan (masuk) ke dalam surga, meskipun ia masuk ke surga (HR. Abu Dawud No 1108, Ahmad).
Akan tetapi khutbah Jumâat ternyata menjadi bagian yang kurang favorit di antara para jamaah sholat Jumâat. Hal ini tak bisa lepas dari beberapa faktor.
Faktor Khatib
1. Lamanya khutbah.
Di dalam suatu hadits Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya panjang sholat seseorang dan pendek khutbahnya merupakan tanda kefahamannya (pada agama). Maka panjangkanlah sholat dan pendekkanlah khutbah! (HR. Muslim, No 869)
Syaikh Ahmad bin Muhammad Alu Abdul Lathif Al Kuwaiti berkata : Wahai Khatib yang membuat orang menjauhi dzikrullah (khutbah) dikarenakan kamu memanjangkan perkataan! Tahukah engkau bahwa di antara sunnah khutbah Jumat adalah meringkaskannya dan tidak memanjangkannya. Dan sungguh memanjangkan khutbah menyebabkan hadirin lari (tidak suka), menyibukkan pikiran, dan tidak puas dengan tuntunan Nabi Pilihan (Muhammad saw) dan pendahulu umat yang baik. (Al Ujalah fi Sunniyati Taqshiril Khutbah).
Yang terjadi sekarang, khatib seringkali bertele-tele, panjang lebar, dan tidak peduli dengan banyaknya jamaah yang mulai memasuki ˜dunia lain". Dan jamaah juga tidak peduli dengan apa yang dibicarakan khatib.
2. Tidak menjiwai Khutbah.
Khatib berkhutbah seakan hanya untuk memenuhi syarat saja, monoton, tanpa intonasi, seperti pidato, bahkan seringkali hanya membaca teks yang sudah disiapkan. Kesannya seperti murid TK yang sedang membaca deklamasi. Bandingkanlah dengan gaya Rasulullah saw berkhutbah di dalam hadits:
Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: "Kebiasaan Rasulullah saw jika berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya tinggi, dan kemarahannya sungguh-sungguh. Seolah-olah Beliau memperingatkan tentara dengan mengatakan: Musuh akan menyerang kamu waktu pagi. Musuh akan menyerang kamu waktu sore." HR. Muslim No 867).
Imam Nawawi berkata : Hadits ini dijadikan dalil, bahwa khatib disukai untuk membesarkan perkara khutbah (yakni serius dan sungguh-sungguh), meninggikan suara, membesarkan perkataannya. Dan hal itu hendaklah sesuai dengan tema yang dibicarakan, berupa targhib (hasungan) dan tarhib (ancaman).
Dengan khutbah yang demikian, maka akan menjadikan jamaah merindukan khutbah, dan betah untuk menyimak khutbah. Sehingga tidak ada jamaah yang sengaja telat datang hanya untuk menghindari khutbah yang membosankan.
Faktor Jamaah
1. Tidak butuh nasehat.
Perasaan tidak butuh nasehat ini terjadi karena banyaknya penyimpangan yang dilakukan justru oleh orang yang dianggap faham agama. Dianggapnya khutbah Jumat hanya buang-buang waktu, pinter-pinteran ngomong tapi tanpa amal nyata. Khatib di mimbar berpetuah, tapi turun mimbar berulah. Umat jadi kebal dinasehati.
Seharusnya perasaan seperti ini harus dibuang jauh-jauh. Karena nasehat dan peringatan dari ayat maupun hadits, apapun bentuknya, akan bermanfaat pada diri seseorang yang beriman. Sebagaimana firman Allah di surat Adz Dzariyat (51) ayat 55 : Dan berilah peringatan! Karena peringatan itu bermanfaat untuk orang yang beriman.
2. Meremehkan ibadah.
Ibadah sholat Jumat komplit dengan khutbahnya, adalah ibadah yang membutuhkan waktu khusus. Bagi orang yang berpedoman Time is Money, ibadah ini hanya buang-buang waktu saja. Sehingga meluangkan waktu untuk mendengar khutbah adalah suatu beban berat. Bahkan kalau bisa, hadir sholat Jum’at saat iqomat saja. Kalaupun hadir saat khutbah, rasa malas untuk mendengar khutbah menyebabkan dia ngantuk, dan bahkan terlelap.
3. Ibadah dengan tenaga sisa
Ibadah Jumat di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim ini dikerjakan pada hari kerja. Sehingga sholat Jumâat dikerjakan saat istirahat kerja. Namanya juga saat istirahat, setelah lelah bekerja jamaah memanfaatkan waktu ini untuk mengendorkan urat syaraf. Waktu ideal untuk melepas lelah. Dan waktu yang menjadi korban istirahat ini adalah waktu khutbah.
Bagaimana bisa khusyu dan siap mendengar khutbah jika jamaahnya kelelahan? Khatib boleh berapi-api, bicara bak singa podium, tapi dengan sisa tenaga yang dimiliki jamaah, khutbah sang khatib tidak cukup kuat untuk mengangkat kelopak mata jamaahnya. Mengapa? Karena sholat Jumâat dikerjakan di sela-sela kesibukan kerja yang melelahkan.
Bandingkan dengan orang Nasrani yang beribadah di hari Minggu, dan Yahudi di hari Sabtu. Pada dua hari ini orang libur kerja. Bahkan muslimin di Indonesia pun memilih 2 hari ini untuk libur. Karena ibadah dikerjakan pada saat tenaga masih fresh, dan memang disediakan waktu agar fresh, maka ibadahnyapun dikerjakan dengan penuh tenaga dan semangat.
Lantas mengapa kita tidak tetapkan saja hari Jumâat sebagai hari libur umat Islam, sehingga kita bisa menjalani ibadah kita dengan khusyu? Mengapa memilih hari Sabtu dan Minggu mengikuti orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam berlibur? Padahal Rasulullah saw pernah bersabda :
Allah swt telah menyesatkan orang-orang umat sebelum kita dari hari Jumat, maka umat Yahudi memperoleh hari Sabtu, Umat Nasrani meperoleh hari Ahad. Lalu Allah mendatangkan kita dan memberi hidayah kepada kita untuk memperoleh hari Jumat. Maka Allah jadikan hari Jumat, Sabtu lalu Ahad. Dan mereka (umat sebelum kita) berada di belakang kita pada hari kiamat. Kita datang paling akhir di dunia, tetapi paling awal datangnya di hari kiamat, yang telah ditetapkan untuk mereka sebelum diciptakannya makhluk (HR. Muslim No.856).
Jangan-jangan kita lalai dari peringatan Allah di dalam Al Qurân : Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepadamu sampai kamu mengikuti agama mereka (Al Baqarah ayat 120). Wallahu a'lam.
Sumber: http://jamaahmasjid.blogspot.com
Klik http://facebook.com/SHOLAT.BERJAMAAH.DI.MASJID.YUK untuk bergabung dengan jamaah lainnya, atau di http://twitter.com/JamaahMasjid
Tidak dilarang mengcopy-paste isi tulisan dalam blog ini dengan menyebutkan sumber URL: http://jamaahmasjid.blogspot.com
Download File2 Islami |Baca Artikel Lainnya
Ngantuk Saat Khutbah
4/
5
Oleh
Sholat, Yuk!